Just another free Blogger theme

Konsentrasi bahan bakar, panas dan udara (segitiga api) dalam jumlah yang cukup akan memicu terjadinya api. Timbulnya titik api pada ruang dan waktu yang tidak dikehendaki tentunya menjadi "masalah" yang harus diselesaikan. Terlebih apabila api yang timbul memiliki kapasitas yang besar dan tidak dapat dikendalikan. Kerugian tentunya akan menjadi hasil akhir dari bersatunya ketiga komponen "segitiga" api tetsebut. Salah satu timbulnya gejala api "yang tidak diinginkan" dalam operasional mesin adalah terjadinya kebakaran dalam ruang udara bilas mesin (scavenge fires).

Ilustrasi scavenge fire didalam mesin. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis_marine diesels co. uk)

Mencegah scavenge fire, KLIK DISINI!
Crankcase explosion, KLIK DISINI!

Scavenge fires merupakan suatu kejadian yang dimungkinkan terjadi pada mesin diesel dua langkah dengan putaran rendah. Terpasangnya sekat diapraghma berbentuk stuffing box memisahkan antara ruang udara bilas dengan ruang engkol mesin. Terbentuknya titik api pada sisi atas sekat diapraghma (ruang udara bilas) akan memicu kebakaran pada ruang udara bilas (scavenge fire). Sedangkan terbentuknya titik api pada sisi bawah sekat diapraghma (ruang engkol) akan memicu terjadinya ledakan dalam ruang engkol (crankcase explosion). Ledakan dalam ruang engkol dapat terjadi pada mesin dua langlah maupun empat langkah.

Kedua jenis bahaya api dalam mesin tersebut tentunya tidak dikehendaki terjadi selama pengoperasian mesin. Kejadian tersebut harus dihindari dengan adanya tindakan perawatan yang baik dalam rangka mencegah terjadinya bahaya tersebut.

Terjadinya kebakaran dalam ruang udara bilas berawal dari berkumpulnya unsur "segitiga api" dengan komposisi yang setimbang pada waktu yang sama dalam ruang udara bilas. Apabila diuraikan, maka terbentuknya ketiga unsur tersebut berasal dari,

1. Udara.
Udara dalam jumlah yang cukup diperoleh dari pasokan sistem pengisian tekan mesin yang selanjutnya ditampung dalam ruang udara bilas.

2. Bahan bakar.
Bahan bakar yang memicu terjadinya kebakaran dalam ruang udara bilas adalah jenis minyak. 
  • Minyak yang dimaksudkan dapat bersumber dari minyak lumas silinder yang tidak sepenuhnya terbakar dalam ruang bakar.
  • Selain minyak lumas, minyak bakar (BBM) juga berpotensi menyediakan unsur bahan bakar dalam ruang udara bilas. Tejadinya slow combustion yang disebabkan oleh pengkabutan bahan bakar yang tidak baik pada tekanan yang tidak sesuai, penggunaan jenis nozzle injector yang tidak sesuai dengan type mesin, atau juga dapat disebabkan oleh misaligned fuel jets.  Beberapa kondisi tersebut diatas akan memungkinkan meningkatkan komposisi bahan bakar dalam ruang udara bilas.
  • Tidak difungsikannya auxiliary blower pada putaran rendah mesin (mungkin karena kesalahan pengoperasian atau switch tidak diposisikan "AUTO") akan memicu terbentuknya unburned fuel yang terakumulasi membentuk genangan pada sisi atas permukaan piston crown.
  • Kerusakan pada stuffing box (scrapper & seal ring) juga dapat diindikasikan menyediakan sumber bahan bakar berupa minyak yang alan memicu terjadinya api dalam ruang udara bilas. Fungsi penyekatan yang tidak sempurna ketika komponen dalam stuffing box aus akan memungkinkan minyak lumas dari ruang engkol masuk dalam ruang udara bilas pada saat gerakan naik piston rod.
Beberapa indikasi diatas merupakan contoh  sumber bahan bakar yang sering memicu terjadinya scavenge fire. Terlepas dari ketiga indikasi tersebut, apabila belum ditemukan sumber yang tepat, tentunya masinis kapal harus menganalisa dengan baik untuk menemukan sumber utamanya. 

3. Panas.
Kebocoran kompresi mesin (blow by) merupakan salah satu sumber panas dalam ruang udara bilas. Piston ring / cylinder liner yang telah aus akan memicu terjadinya kebocoran kompresi. Udara yang terkompresikan dengan temperatur tinggi akan mengalir melalui sela-sela keausan dan memenuhi ruang udara bilas. Selain itu, sumber panas juga dapat berasal dari afterburning atau exhaust back pressure.

Ketiga unsur "segitiga api" yang terpenuhi tentunya akan memicu timbulnya api dalam ruang udara bilas.



Indikasi terjadinya scavenge fires:
  1. Tenaga mesin berkurang karena putaran mesin turun dan cenderung tidak teratur. Udara yang seharusnya digunakan untuk proses pembilasan dalam ruang bakar justru terbakar dalam ruang udara bilas.
  2. Akan terjadi peningkatan temperatur (secara setempat/lokal) pada area ruang bakar silinder yang mengalami scavenge fire. Pada beberapa kasus, terlihat warna membara kemerahan pada side cover stuffing box.
  3. Apabila diperhatikan dari sisi luar, gas buang yang keluar dari cerobong akan berwarna hitam pekat. (Karena pembakaran yang tidak sempurna dalam silinder).
  4. Surging pada turbocharger. Asap pembakaran dimungkinkan akan keluar melalui air filter turbocharger ketika terjadi surging.
  5. Timbulnya asap pada saluran scavenge drain.
Beberapa mesin modern, telah dilengkapi dengan temperature sensor dan oil mist detector yang terpasang pada ruang udara bilas. Hal ini sangat beralasan untuk faktor safety terhadap mesin, terhadap lingkungan maupun terhadap operator mesin. Apabila sensor alarm membaca adanya peningkatan temperatur (pada temperature sensor) atau peningkatan konsentrasi minyak (pad oil mist detector) maka putaran mesin akan turun untuk mencegah terjadinya bahaya yang bersifat fatal.


Tindakan penanganan scavenge fires.
Tindakan penanganan scavenge fire memiliki dua tujuan utama yaitu, mencegah meluasnya api dan mengurangi dampak kerusakan yang terjadi dalam mesin. Tidakan yang dilakukan diantaranya,
  1. Koordinasikan dengan Nakhoda atau mualim jaga di Anjungan untuk menurunkan putaran mesin (untuk penggerak jenis FPP) / turunkan pitch propeller (untuk penggerak jenis CPP). 
  2. Setelah mesin berhasil dimatikan, segera matikan auxiliary blower untuk mengurangi pasokan udara dalam ruang udara bilas.
  3. Matikan FO circulating & FO supply pump.
  4. Pastikan sistem pendingin mesin tetap berjalan dengan baik untuk menurunkan temperatur mesin.
  5. Pasang (engage) turning gear dan jalankan. Kondisikan mekanisme mesin tetap bergerak dalam kondisi slow turning.
  6. Aktifkan sistem pemadam untuk ruang udara bilas. Pada umumnya mesin dua langkah telah dilengkapi dengan instalasi pemadam yang dipasang permanen untuk kasus scavenge fire. Jenis pemadam cukup beragam. Ada yang menggunakan carbon dioxide (CO2), dry powder, atau uap dari boiler berupa smothering steam.
  7. Untuk melakukan identifikasi dalam mesin, tunggu hingga api padam dan temperatur mulai menurun. Pastikan dalam kondisi aman untuk bekerja.
  8. Bersihkan seluruh residu pembakaran yang terdapat pada ruang udara bilas, cyl liner, piston rod, stuffing box, dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan identifikasi penyebab scavenge fire.
  9. Pada saat temperatur mesin telah kembali normal, lakukan pemeriksaan kekencangan terhadap tie bolts / stud bolts / stay bolts. Terjadinya scavenge fire dengan api besar akan memungkinkan berkurangnya ikatan baut tersebut.

Contoh penataan instalasi pemadam pada ruang udara bilas. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis_manual book B&W engine series)



Melakukan perawatan berkala yang rutin dan terjadwal terhadap seluruh komponen mesin sesuai dengan panduan manual book merypakan langkah preventif menjadi solusi untuk mencegah terjadinya bahaya scavenge fire diatas kapal.
Isyarat : Bunyi alarm 10 detik secara menerus diikuti dengan pengumuman dari pengeras suara.


Control party ,
Berada di Anjungan
  1. NAKHODA : Sebagai komando umum, komunikasi & koordinasi dengan berbagai pihak luar serta memberikan arahan kepada tim attack party & support party.
  2. MUALIM - II : Membantu Nakhoda dalam berkomunikasi dengan attack party maupun dengan pihak luar, membuat catatan dan membuat laporan sesuai order Nakhoda.
  3. JURU MUDI - I : Menggantikan juru mudi jaga di Anjungan dan bertindak sesuai instruksi Nakhoda.

Technical party, Berada di kamar mesin dan menuju lokasi tumpahan minyak.
  1. KKM : Sebagai pemegang komando umim di kamar mesin dan melakukan komunikasi dengan Nakhoda di Anjungan. Selain itu, KKM harus selalu memantau perkembangan keadaan dilokasi kejadian dengan berkimunikasi dengan attack party.
  2. MASINIS - III : Berada di kamar mesin, bertjndak sesuai dengan order KKM serta membuat catatan dan laporan kejadian.
  3. JURU MINYAK - I : Berada di kamar mesin dan bertindak sesuai order dari KKM.
  4. CADET MESIN : Berada di kamar mesin dan bertindak sesuai order KKM.

Manajemen kerja yang baik di kamar mesin akan mencegah bahaya di kapal. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)



Attack party, berada di lokasi terjadinya tumpahan minyak.
  1. MUALIM - I : Pemegang komando dilokasi tumpahan minyak dan melaporkan setiap perkembangan kondisi kepada control party.
  2. MASINIS - II : Mengkondisikan berhentinya tumpahan minyak dan selalu berkoordinasi dengan Mualim - I terkait dengan tindakan penanganan pencemaran.
  3. BOSUN : Memeriksa dan menutup semua lubang dengan sumbatan scrupper plug serta membantu sesuai order dari Mualim - I.
  4. MANDOR MESIN : Bertindak mengatasi tumpahan minyak sesuai order Masinis - II.
  5. JURU MUDI - II : Bertindak mengatasi tumpahan minyak sesuai order Mualim - I.
  6. JURU MINYAK - II : Bertindak mengatasi timpahan minyak sesuai order Masinis - II.
  7. CADET DECK : Membantu Bosun sesuai order Mualim - I.
Support party, berada dilokasi kejadian atau tempat alternatif sesuai instruksi Nakhoda.
  1. MUALIM - III : Bertindak sesuai perintah Nakhoda dan mempersiapkan peralatan kesehatan & obat - obatan apabila diperlukan.
  2. MASINIS - IV : Bertindak mengatasi tumpahan minyak.
  3. JURU MUDI - III : Bertindak mengatasi tumpahan minyak.
  4. JURU MINYAK - III : Bertindak mengatasi tumpahan minyak.
  5. JURU MASAK & PELAYAN : Memperispkan serbuk gergaji dan peralatan lainnya sesuai order Mualim - III. 

Teori prosedur darurat, KLIK DISINI!
Sijil meninggalkan kapal (abandon ship), KLIK DISINI!
Sijil pemadam kebakaran (fire fighting), KLIK DISINI!
Apabila diperhatikan dari sisi pelaut sebagai pekerja diatas kapal, maka kapal merupakan tempat kerja yang tinggi resiko atas kecelakaan dan kondisi darurat kerja. Untuk menciptakan suasana tempat kerja yang aman, nyaman dan terkendali, maka pelaut sebagai subjek yang bekerja diatas kapal harus memiliki kemampuan dan kecakapan untuk mencegah terjadinya kondisi darurat tersebut. Selain mencegah, peluang terkecil atas timbulnya kejadian keadaan darurat harus dapat ditangani dengan baik supaya tidak memberikan dampak negatif yang semakin meluas.

Terjadinya keadaan darurat dan kecelakaan diatas kapal tentunya akan memberikan dampak negatif atas beberapa pihak yang memiliki kepentingan atas terselenggaranya aktifitas transportasi laut. Selain itu, bentuk kerugainnya juga beragam mulai dari kerugian materi, kerugian waktu hingga kerugian nyawa menjadi tidak terelakkan saat kejadian tidak dapat ditangani dengan baik diatas kapal.

Sebagai contoh adanya keadaan darurat diatas kapal, kecelakaan yang menelan banyak korban telah menjadi latar belakang disusunnya ketentuan dalam ISM Code

Ada beberapa jenis keadaan darurat diatas kapal yang wajib diketahui oleh para awak kapal terkait dengan tangging jawabnya masing masing dalam menangani kondisi tersebut. Kebakaran diatas kapal, menagani orang jatuh kelaut, penanganan tumpahan minyak (pencemaran), kapal kandas dan lain sebagainya.

Sebagai tindakan mencegah dan menangani keadaan darurat diatas kapal, dalam ketentuan elemen ISM code telah mengisyaratkan dibuat tindakan yang disesuaikan dengan jabatan masing-masing awak diatas kapal dengan nama sijil.
Sijil yang telah disusun harus dipahami dengan baik oleh masing - masing awak kapal. Pemahaman yang baik ini dilakukan secara efektif dengan melakukan pelatihan (drill) yang terjadwal sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.


Penanganan kondisi darurat akan mengurangi jatuhnya korban. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)



Dalam sijil penanganan keadaan darurat diatas kapal harus tersusun dari beberapa kelompok yang memungkinkan dapat berjalan dengan efektif dan efisien tanpa adanya "tubrukan" tindakan dari masing -masing awak kapal. Kelompok tindakan keadaan darurat dibagi dalam empat party yaitu,
  1. Control party. Merupakan kelompok yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memantau dan mengendalikan setiap tindakan yang berkaitan dengan kondisi dan keselamatan kapal.
  2. Technical party. Merupakan kelompok yang bertanggung jawab secara teknis terkait dengan tindakan yang akan dilakukan selama penanganan keadaan darurat.
  3. Attack party. Merupakan kelompok yamh memiliki peran sebagai pelaksana awal atas tindakan penanganan kondisi daturat. Setiap kejadian dan perkembangan keadaan harus segera dilaporkan kepada control & technical party.
  4. Support party. Merupakan tim pendukung yang melengkapi setiap tindakan yang diperlukan oleh attack party. Support party dituntut dapat saling melengkapi dan bekerja sama dengan baik dengan attack party untul mempercepat tindakan penanganan keadaan darurat diatas kapal.


Berikut ini adalah contoh sijil beberapa keadaan darurat diatas kapal.

  1. Sijil meninggalkan kapal (abandon ship), KLIK DISINI!
  2. Sijil menangani pencemaran / tumpahan minyak (oil spill), KLIK DISINI!
  3. Sijil pemadaman kebakaran (fire fighting), KLIK DISINI!
  4. Salvage, KLIK DISINI!



Isyarat boat station, tujuh pendek dan satu panjang menggunakan alarm kapal atau suling kapal.

Isyarat abandon ship, perintah verbal dari Nakhoda yang diumumkan melalui alat komunikasi atau xengan menggunkan pengeras suara.



Control party, berada di Anjungan.
  1. NAKHODA : Sebagai pemegang komando umum diatas kapal. Melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak luar.
  2. MUALIM - II : Membantu Nakhoda untuk berkomunikasi dengan pihak luar, mengirimkan relay distress, dan menselamatkan dokumen kapal.
  3. JURU MUDI - I : Membantu mualim - II sesuai perintah.
Technical party, berada di muster station dan mempersiapkan sekoci.
  1. KKM : Memeriksa kesiapan mesin sekoci.
  2. MASINIS - III : Melakukan pemeriksaan mesin sekoci sesuai perintah KKM.
  3. JURU MINYAK - I : Membantu Masinis III sesuai perintah KKM.
  4. CADET MESIN : Membantu Masinis III sesuai perintah KKM.

Kegiatan rutin latihan peran sijil meninggalkan kapal. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Attack party, berada di muster station dan mempersiapakan sekoci.
  1. MUALIM - I : Periksa kelengkapan dan mengatur persiapan peluncuran sekoci.
  2. MASINIS - II : Menjalankan mesin sekoci.
  3. BOSUN : Lepas lashing sekoci & tutup drain plug sekoci.
  4. MANDOR MESIN : Membantu Bosun melepas lashing.
  5. JURU MUDI - II : Buka lashing & pin dewi - dewi sekoci.
  6. JURU MINYAK - II : Membantu masinis -II sesuai perintah.
  7. CADET DECK : Membawa perlanglapan obat - obatan.

Support party, berada di muster station.
  1. MUALIM - III : Mempersiapakan line throwing apparatus, perbakalan kesehatan (obat) dan peralatan komunikasi.
  2. MASINIS - IV : Membantu mempersiapkan peluncuran sekoci.
  3. JURU MUDI - III : Membantu Mualim III sesuai perintah.
  4. JURU MINYAK - III : Membantu masinis - IV sesuai perintah.
  5. KOKI : Mempersiapkan perbekalan makanan dan minuman ekstra.

NB : Hal yang perlu diperhatikan pada saat sekoci terpasang pada dewi-dewi penyangganya adalah drain plug harus dalam keadaan terbuka. Penutupan sumbatan jni dilakukan ketika sekoci hendak diturunkan ke laut.


Teori prosedur darurat, KLIK DISINI!
Sijil pencegahan pencemaran (pollution prevention), KLIK DISINI!
Sijil pemadaman kebakaran (fire fighting), KLIK DISINI!
Isyarat pemadaman kebakaran, bunyi alarm secara menerus selama sepuluh detik.

Control party, berada di anjungan.
  1. NAKHODA : Pemegang komando umum diatas kapal dan berkomunikasi dengan technical & attack party.
  2. MUALIM - II : Menggantikan peran mualim jaga di Anjungan dan mencatat kejadian, mengirim sinyal bahaya dan menyelamatkan dokumen kapal.
  3. JURU MUDI - I : Menggantikan peran juru mudi aga dan membantu sesuai order Mualim - II.

Technical party, berada di kamar mesin.
  1. KKM : Berkomunikasi dengan Nakhoda terkait dengan kebutuhan pompa pemadam kebakaran.
  2. MASINIS - III : Berada di kamar mesin menggantikan peran masinis jaga dan mensiapkan pompa - pompa pemadam sesuai perintah KKM.
  3. JURU MINYAK - I : Berada di kamar mesin menggantikan peran juru minyak jaga dan membantu Masinis - III mensiapkan pompa pemadam.
  4. CADET MESIN : Membantu Masinis -III sesuai perintah.
Attack party, berada di lokasi kebakaran.
  1. MUALIM - I : Sebagai komandan tim pemadam (apabila lebakaran terjadi diluar kamar mesin)  kebakaran dan berkomunikassi dengan Nakhoda. Apabila kebakaran terjadi di kamar mesin, maka peran mualim I sebagai wakil komandan pemadam kebakaran (bertukar posisi dengan Masinis - II).
  2. MASINIS - II : Sebagai wakil komandan tim pemadam kebakaran (apabila lokasi kebakaran diluar kamar mesin).
  3. BOSUN : Memakai baju tahan panas (fireman's outfit) sebagai tim penyerang di lokasi kebakaran.
  4. MANDOR MESIN : Memakai baju tahan panas (fireman's outfit) sebagai tim penyerang di lokasi kebakaran.
  5. JURU MUDI - II : Membawa selang dan nozzle pemadam dilokasi kebakaran dan membantu bosun memakai baju tahan panas.
  6. JURU MINYAK - II : Membawa selang dan nozzle pemadam dilokasi kebakaran dan membantu mandor mesin memakai baju tahan panas.
  7. CADET DECK : Membawa tabung pemadam kebakaran sesuai perintah Mualim -I.

Salah satu jenis pemadam jinjing diatas kapal. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Support party, berada di lokasi kebakaran.
  1. MUALIM - III : Komandan support party, mempersiapkan peralatan first aid kit dan berkomunikasi dengan control party.
  2. MASINIS - IV : Mempersiapkan peralatan bantu pemadam, kapak kebakaran (fire axe), menutup fire damper & ventilasi ruangan serta pintu - pintu kedap air.
  3. JURU MUDI - III : Membawa breathing aparatus, selang dan nozzle pemadam dan bersiap memadamkan api. Membantu mualim - III sesuai order.
  4. JURU MINYAK - III : Membawa breathing aparatus, selang dan nozzle pemadam dan bersiap memadamkan api. Membantu masinis - IV sesuai order.
  5. KOKI : Membawa spare breathing aparatus dan membantu memadamkan api sesuai perintah mualim - III.

Teori Prosedur darurat, KLIK DISINI!
Sijil meninggalkan kapal (abandon ship), KLIK DISINI!
Sijil pencegahan pencemaran (pollution prevention), KLIK DISINI!

Exhaust valve  merupakan salah satu komponen yang memiliki peran sangat penting dalam mesin. Exhaust valve dituntut untuk dapat membuka sesuai timming valve yang tepat. Selain itu, pada saat langkah kompresi, exhaust valve harus menutup rapat ruang bakar sehingga tidak ada kebocoran udara yang mengakibatkan penurunan tenaga mesin.

Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam mekanisme valve ini adalah dapat menutup dengan rapat sehingga kebocoran kompresi dapat dihindari. Menutup rapatnya exhaust valve dipengaruhi oleh dua permukaan yang saling bersinggungan. Exhaust valve dan valve seating. Kedua permukaan yang saling bersinggungan ini apabila memiliki permukaan rata dan presisi, maka kerapatan ruang bakar saat langkah kompresi dapat dijamin.

Overhaul exhaust valve, KLIK DISINI!

Seiring dengan usia pakai mesin yang semakin bertambah, permukaan kedua sisi valve yang saling bersinggungan akan mengalami penurunan kerapatan. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh panas terhadap material yang selalu "ditumbuk" serta pengaruh keasaman ruang bakar dari kadar bahan bakar mesin. Kedua hal tersebut menjadi hal yang mempercepat "cacat" permukaan exhaust valve yang saling bersinggingan. 

Apabila kerapatan (saat exhaust valve menutup) semakin berkurang, maka udara yang dikompresikan dalam ruang bakar akan semakin berkurang juga. Hal ini menjadi alasan menurunnya tenaga mesin dibanding kondisi normal pada umumnya.
Salah satu indikator untuk dapat mengidentifikasi ketidak-rapatan menutupnya exhaust valve adalah saat melakukan pemeriksaan tekanan kompresi (P.Comp) mesin. Tentu ada beberapa indikasi yang mengakibatkan menurunnya tekanan kompresi mesin, namun yang menjadi salah satu penyebabnya adalah kebocoran kompresi karena exhaust valve tidak dapat menutup dengan sempurna.

Dari sekian banyak penyebab menurunnya tekanan kompresi mesin, (sebagai contoh) apabila sudah ditemukan indikasi karena kebocoran kompresi karena tidak rapatnya exhaust valve, maka harus segera dilakukan tindakan untuk mengembalikan performance mesin.
Segera lakukan penggantian exhaust valve. Terhadap exhaust valve yang kondisi menutupnya tidak rapat, maka harus dengan segera dilakukan tindakan perawatan untuk mengembalikan kondisinya.

Tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan grinding exhaust valve & seating valve. Kedua permukaan harus dikembalikan kerataannya untuk mendapatkan penutupan yang rapat dan presisi (bahasa dilapangan menyebut tindakan perawatan ini dengan istilah "skir klep" / "skur klep". 


Grinding exhaust valve ME. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis).


Pada mesin dengan dimensi kecil, tindakan ini dapat dilakukan secara manual menggunakan pasta skur/skir (grinding paste). Proses pengerjaan tanpa menggunakan alat bantu apapun sebagai sarana bantu. Hal yang berbeda terjadi pada mesin dengan dimensi besar yang tentunya memiliki exhaust valve dengan dimensi besar. Tentunya dengan dimensi yang besar tidak dapat diperlakukan secara manual sepwrti halnya pada mesin kecil.

Pada mesin dimensi besar, menggunakan alat bantu grinding machine yang akan meratakan permukaan exhaust valve & seating valve dengan cara mengikis permukaan yang tidak rata menggunakan grind stone.


Video Grinding exhaust valve ME. (Video By: Dokumentasi pribadi penulis).


Persiapan dan langkah dalam pekerjaan grinding exhaust valve.

  1. Posisikan exhaust valve pada grinding machine. Kemudian atur kelurusan permukaan atau posisi duduk exhaust valve terhadap mesin. Untuk memastikan posisi exhaust valve telah duduk dengan presisi tanpa adanya ke-oleng-an, maka dapat dipasangkan dial gauge untuk memastikan nilai simpangan yang tepat. Kondisikan nilai simpangan yang terbaca pada dial gauge tidak lebih dari 5 (lima) angka (terbaca 0.05mm). Kondisi ini berlaku juga terhadap seating valve.
  2. Pasangkan grind stone pada ujung motor. Setelah terpasang pada motor, dengan menggunakan needle lever, ratakan permukaan grind stone dengan menjalankan motor.
  3. Posisikan grind stone sesuai dengan kemiringan sudut untuk exhaust valve. (Sebagai contoh, sesuai manual book untuk mesin Hitachi B & W 6L 42 MC. Pada proses grinding seating exhaust valve 30.2°, grinding exhaust valve 30°).
  4. Setelah prngaturan posisi kemiringan, selanjutnya lakukan proses grinding secara merata.
  5. Lakukan pengukuran pasca grinding terhadap ketebalan permukaan exhaust & seating valve dengan menggunakan special tools yang direkomendasikan maker. Batas ketebalan minimal harus diperhatikan untuk menjamin keamanan pada saat exhaust valve dipasang.

Setiap mesin dilengkapi dengan saluran pembuangan gas sisa pembakaran dalam silinder. Saluran pembakaran ini berbentuk lubang (pada beberapa jenis mesin dua tak) ataupun berbentuk saluran yang dilengkapi dengan katup yang dapat membuka dan menutup sesuai dengan mekanismenya (pada mesin dua dan empat tak).

Pada mesin diesel dua langkah putaran rendah (low speed two stroke diesel engine) bentuk saluran pembuangan gas buang adalah menyesuaikan dengan jenis pembilasan mesin tersebut. Jenis pembilasan loop scavenge dan cross scavenge, menggunakan saluran pembuangan (exhaust gas port) yang terdapat pada dinding silinder (cyl liner) dan memungkinkan keluarnya gas buang sisa pembakaran pada saat saluran terbuka oleh mekanisme piston dalam silinder. Sama halnya dengan kondisi terbuka, kondisi tertutupnya saluran pembuangan juga berdasarkan mekasnisme piston dalam silinder. Secara sederhana dapat diartikan bahwa membuka dan menutupnya saluran pembuangan gas buang adalah berdasarkan mekanisme piston dalam silinder. 

Pada mesin dengan jenis uniflow scavenge, saluran gas buang menggunakan katup buang tunggal (single exhaust valve) yang terpasang pada kepala silinder (cylinder head). Katup gas buang (exhaust valve) akan membuka dan menutup sesuai dengan timming valve-nya. Membuka dan menutupnya exhaust valve adalah adalah berdasarkan pergerakan nok / cam yang terpasang pada poros nok (cam shaft).

Dalam "transfer tenaga" dari cam menuju exhaust valve terdapat dua jenis mekanisme pergerakan dengan berbagai komponennya,

  1. Menggunakan push rod dan rocker arm. Jenis ini pada unumnya digunakan pada mesin dua tak yang "sudah berumur". Pada saat nok berada pada posisi puncak, maka push rod akan mendorong rocker arm untuk menggerakkan exhaust valve terbuka. Untuk proses menutupnya exhaust valve adalah dengan memanfaatkan gaya dorong dari spring yang terpasang dalam housing exhaust valve. Penggunaan push rod sebagai penggerak exhaust valve mendapat kendala ketika digunakan pada mesin dengan daya yang semakin besar. Semakin besar daya mesin, akan menuntut push rod dengan dimensi yang besar pula. Dimensi push rod yang besar akan mensusahkan para pekerja untuk mengangkatnya sewaktu ada pekerjaan perbaikan atau perawatan sejenis overhaul. Selain itu, dimensi push rod yang besar juga ajan memberikan efek berat berlebih yang akan diterima oleh poros nok (cam shaft). Beban berlebih yang diterima oleh cam & cam shaft akan semakin mempercepat keausan nok dan miss-alignment cam shaft. 
  2. Menggunakan hydraulic oil. Mekanisme exhaust valve ini pada unumnya digunakan oada mesin-mesin modern. Penggunaan sistem ini tentunya mempertimbangkan "kelemahan" yang ada pada mekanisme katup yang menggunakan push rod. Dengan bertambah besarnya daya mesin, maka komponen penggerak hidrolik akan tetap dalam ukuran yang ideal tanpa memberatkan saat pekerjaan perawatan. Saat nok bergerak pada posisi puncak, minyak lumas akan dipompakan oleh hydraulic pump yang kemudian akan mendorong exhaust valve untuk terbuka. Saat nok tidak berada posisi puncak, artinya pompa hidrolik tidak dalam kondisi memompa minyak lumas, maka akan ada kecenderungan gaya dorong yang melawan terbukanya exhaust valve. Gaya dorong berlawanan beraaal dari air spring yang akan mengakibatkan menutupnya exhaust valve. Air spring merupakan pegas udara yang terdapat pada housing exhaust valve yang ruangnya dibatasi dengan terpasangnya air spring piston.

Contoh mekanisme penggerak exhaust valve menggunakan push rod. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Penggunaan air sping memanfaatkan udara dengan tekanan kurang lebih 7 Bar yang melalui non-return valve. Pada saat air spring bekerja dengan memberikan gaya dorong untuk menutup exhaust valve, maka pada sebagian kecil udara tersebut juga akan dialirkan pada saluran antara valve spindle dengan velve guide. Maksud dari udara ini adalah untuk memberikan efek pelumasan terhadap spindle valve yang bergerak dalam valve guide. Selain itu, pengaruh udara tersebut akan mencegah gas buang (exhaust gas) bergerak naik menuju ruang air spring piston. Kebocoran atau mengalirnya gas buang yang panas menuju ruang air spring cylinder akan merusak komponen air spring yang terbuat dari karet dan teflon yang tidak tahan panas.

(Pada benerapa jenis mesin lisensi B&W, menggunakan udara dari ruang udara bilas yang dialirkan menuju exhaust valve melalui pipa kapiler tembaga).

Contoh penggunaan penggerak hidrolis exhaust valve ME. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Sketsa sistem penggerak hidrolis exhaust valve. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis_RART matinediesels co. uk 2005)



Ruang air spring dikondisikan untuk terbebas dari kontaninasi unsur lain. Kaitannya dengan adanya minyak lumas hidrolis penggerak valve yang masuk dan mengendap dalam air spring cylinder harus segera dicerat menggunakan drain valve yang terpasang pada body exhaust valve. Penumpukan minyak lumas dengan jumlah yang banyak dalam air spring cylinder akan mengurangi kinerja air spring dalam mekanisme menutup exhaust valve.

Pada spindle exhaust valve dibentuk dengan memasangkan valve rotator. Valve rotator ini merupakan sudu-sudu berdaun yang berfungsi untuk memutarkan  exhaust valve pada saat mesin beroperasi. Tenaga gas buang dari dalam silinder yang melewati exhaust valve akan mendorong sudu - sudu valve rotator. Gaya dorong yang diterima oleh valve rotator mrmungkinkan berputarnya exhaust valve. 
Perputaran exhaust valve saat mesin beroperasi menjadi sangat penting karena dua hal berikut ini,
  1. Memutar exhaust valve untuk mencegah terjadinya pemanasan setempat pada "bibir" exhaust valve yang duduk pada valve seating. Dengan mencegah terjadinya pemanasan setempat tersebut, maka dapat menjamin keawetan bahan untuk usia pakai komponen menjadi semailkin lama.
  2. Memutar exhaust valve untuk memberikan efek self grinding antara permukaan exhaust valve dengan seating valve. (Dalam bahasa dilapangan: valve di-"skir" bersamaan saat bekerja membuka dan menutup ketika mesin beroperasi). Grinding terhadap exhaust valve ini menjadi sangat penting karena dapat menjamin kerapatan penutupan exhaust valve pada saat langkah kompresi.
Salah satu jenis perawatan exhaust valve adalah grinding yang berfungsi untuk menjamin kerataan permukaan antara exhaust valve dengan seating valve saat exhaust valve dalam kondisi tertutup. 

Ketersediaan sumber daya air laut tidak serta merta dapat digunakan sebagai media pendingin mesin diesel kapal secara tangsung. Dasar sistem pendingin mesin memberikan gambaran penggunaan media air tawar dan air laut sesuai peruntukannya masing - masing. Pada artikel ini, yang akan diuraikan lebih lanjut adalah sistem pendinginan tertutup yang memfungsikan air tawar dan air laut sebagai media pendinginnya. Detail uraian terkait sistem pendinginan jenis ini menjadi sangat diperlukan karena pada umumnya maker membangun mesin diesel kapal dengan sistem pendingin tersebut.

Pada siklus sederhana diilustrasikan air tawar pendingin dari tangki penampungan diisap oleh pompa air tawar pendingin. Sebelum masuk mesin, air tawar pendingin akan melewati fresh water cooler untuk mendinginkan dan mensesuaikan temperatur air pendingin yang akan masuk dalam mesin. Didalam mesin, air tawar pendingin akan bersirkylasi digantikan oleh air tawar "baru" yang temperaturnya lebih rendah untuk kepentingan penyerapan panas mesin. Demikian berlanjut terjadi siklus tertutup yanh selalu berulang serta memungkinkan air tawar dari mesin dipompa kembali oleh fresh water pump.

Contoh penataan sistem pendingin air tawar pada mesin. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis_RART Marinediesels.co.uk 2005)


Cooling water treatment, KLIK DISINI!

Pada saat ini, beberapa kapal telah memanfaatkan sistem pendinginan air tawar yang terpusat dalam satu pesawat pendingin yaitu central cooler. Dalam sistem ini, semua media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan mesin dan pesawat pemindah panas (heat exchangers) adalah air tawar. Pemanfaatan air laut hanya digunakan untuk mendinginkan air tawar dalam central cooler. 

Penggunaan sistem pendingin yang demikian menghendaki adanya dua jalur pendingin yang berbeda berdasarkan temperaturnya. Dalam implementasinya dilapangan kemudian disebut dengan istilah,

  1. Low temperature. Air tawar yang terdapat pada sistem ini memiliki temperatur yang rendah sesuai dengan namanya. Air tawar pendingin digunakan untuk menyerap panas pada pesawat pemindah panas (heat exchangers) seperti air cooler, LO cooler dan FW cooler. Air tawar selanjutnya akan diisap oleh pompa (LT FW Cooling pump) dan didinginkan dalam central cooler untuk dapat digunakan menyerap panas pada heat exchanger. Temperatur kerja air tawar pendingin ini pada 30-40°C. 
  2. High temperature. Air tawar yang digunakan sebagai media pendingin ini memiliki temperatur yang relatif tinggi dibanding LT yaitu 75-82°C. Air tawar yang memiliki temperatur tinggi ini hanya diperuntukkan sebagai pendingin mesin (jacket cooling). Air tawar yang telah menyerap panas dari mesin kemudian diisap oleh pompa air tawar pendingin (HT FW Cooling Pump) dan selanjutnya akan didinginkan dalam fresh water cooler. Operasional pompa memungkinkan terjadinya siklus tertutup yang berulang dari mesin menuju fw cooler kemudian masuk dalam mesin.
Pemanfaatan kedua "sekat" temperatur ini pada dua jalur pipa yang nerbeda sehingga temperatur masing-masing sistem dapat dikendalikan dengan baik. Pada penataan ini, juga dipasangkan by-pass valve yang dalam kondisi normal akan selalu ditutup (normaly closed). Penggunaan by-pass valve ini akan dibuka pada saat menghendaki adanya kontaminasi antara air tawar pendingin pada jalur LT dan HT yang memungkinkan terjadinya penurunan HT dengan cepat.

Contoh penataan sistem pendingin air tawar high temperature. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis_engine simulator)


Contoh penataan sistem pendingin air tawar low temperature. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis_ engine simulator)

Dari uraian sinfkat diatas, maka dapat disimpulkan,

1. Sistem pendingin normal / konvensional.

  • Air tawar dugunakan untuk mendinginkan mesin (jacket cooling). Kemudian disirkulasikan oleh fw cool pump melewati fw cooler dan kembali masuk kedalam mesin untuk proses penyerapan panas.
  • Air laut digunakan untuk mendinginkan semua heat exchanger (air cooler, fw cooler & lo cooler). Air laut yang masuk melalui sea chest akan dipompa oleh SW cool pump untuk mengalir dalam semua heat exchanger tersebut diatas. Setelah melewati heat exchanger, kemudian akan dikeluarkan kelaut melalui overboard valve.

2. Sistem pendinginan terpusat / menggunakan central cooler.

  • Air tawar digunakan untuk mendinginkan mesin (jacket cooling) dan semua pesawat pemindah panas mesin (air cooler, FW cooler, LO cooler). Penggunaan air tawar dibagi dalam dua jalur yang berbeda menurut temperatur kerjanya (LT & HT). Air tawar pendingin kemudian dialirkan dalam central cooler untuk proses penyerapan panas.
  • Air laut digunakan sebagai media untuk menurunkan temperatur air pendingin dalam central cooler.


Sistem pendingin air laut memungkinkan mengalirnya air laut dari luar kapal menuju beberapa pesawat pemindah panas dengan bantuan sw cooling pump. Air laut yang masuk dalam kapal dapat melalui sea chest yang terpasang pada lambung kapal. Berdasarkan letaknya, sea chest dibagi menjadi dua jenis.

  1.  Lower sea chest / sea chest dasar. Terletak pada sisi bawah atau lunas kapal. Letaknya yang ada didasar memungkknkan untukndigunakan saat kapal berlayar di lautan dalam.
  2. High sea chest / wing sea chest. Merupakan sea chest yang terletak pada benaman air sisi samping lambung kapal. Apabila dibandingkan, letak wing sea chest ini lebih tinggi dibanding dengan lower sea chest. Letaknya yang lebih tinggi memungkinkan untuk dipakai saat kapal berlayar pada daerah sungai atau perairan lautan dangkal lainnya. Under keel clearance kapal yang rendah saat berada pada perairan dangkal tidak memungkinkan menggunakan lower sea chest karena jarak kapal yang relatif dekat dengan permukaan tanah/lumpur. Sehingga apabila dipaksakan maka, air pendingin yang masuk akan terkontaminasi dengan lumpur yang akan menyumbat pipa - pipa kapiler heat excanger dan proses pemindahan panas tidak akan berlangsung dengan baik. Tentunya hal ini akan menjadi "masalah" baru apabila tidak dikondisikan untuk menggunakan wing sea chest saat berada di perairan dangkal.
Contoh penataan sistem pendingin air laut. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis_engine simulator)

Operasional mesin akan menghasilkan panas dari pembakaran yang terjadi dalam silinder. Radiasi panas dari hasil pembakaran akan memberikan efek panas terhadap komponen mesin. Radiasi panas yang tidak terkontrol, akan mengurangi performance mesin atau hal yang lebih fatal akan merusak komponen permesinan dalam waktu yang singkat. Kondisi tersebut diatas menjadi salah satu alasan perlunya sistem pendingin pada mesin.

Teori sistem pendingin mesin KLIK DISINI!

Cooling water treatment, KLIK DISINI!

Berdasarkan media yang digunakan, sistem pendingin ada dua jenis,

  1. Pendingin udara (air cooling system). Pendingin jenis ini pada umumnya digunakan pada mesin-mesin kecil. Hal ini dikarenakan sistem pendingin udara tidak dapat menurunkan temperatur mesin dengan cepat, sehingga tidak efektif apabila dipakai pada mesin besar yang menghasilkan energi panas lebih tinggi. Permukaan kepala silinder dan blok mesin didesain dengan bentuk sirip-sirip untuk memperlebar permukaan pendinginan pada mesin. Dengan permukaan pendinginan yang semakin luas, maka diharapkan proses pendinginan dapat berjalan dengan efektif. Pada beberapa jenis mesin, untuk mengoptimalkam sistem pendingin maka, dipasang kipas (fan) untuk menghembuskam udara menuju mesin sehingga sirkulasi udara yang baik dimaksudkan dapat mencegah over-heating mesin.
  2. Pendingin cairan (liquid cooling system). Jenis pendinginan ini memanfaatkan media cairan untuk menyerap panas mesin yang berlebihan. Blok mesin dan kepala silinder dibuat berongga untuk "jalan" media pendingin dalam mesin. Media cairan yang digunakan untuk mendinginkan akan disirkulasikan menggunakan pompa pendingin keluar mesin untuk penyerapan panas dapat belangsung dengan optimal.
Air laut merupakan sumber daya melimpah sebagai media pendingin. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Untuk mesin dimensi yang besar dengan energi panas yang ditimbulkan relatif tinggi, maka media pendingin yang efektif adalah cairan. Meskipun kapal terapung diatas air laut yang melimpah, namun keberadaan air laut tidak serta merta digunakan secara langsung untuk mendinginkan mesin kapal. 

Menurut jenisnya sistem pendingin cairan yang digunakan diatas kapal ada dua jenis, yaitu:

  1. Sistem pendigin terbuka. Media pendingin yang digunakan adalah air laut. Dengan menggunakan pompa pendingin, air laut dipompa masuk kedalam mesin untuk menyerap panas mesin yang berlebih. Setelah proses penyerapan panas, air laut akan kembali dibuang kelaut. Dalam siklus sederhana, perjalanan air laut sebagai media pendingin dapat diilustrasikan "dari laut-masuk mesin-kembali kelaut". Kelebihan dari sistem ini adalah memiliki konstruksi yang sederhana dan sedikit komponen penunjang pendingin (hanya membutuhkan pompa pendingin air laut saja). Kekurangan dari sistem pendingin ini adalah tidak efektif untuk jangka panjang dalam mendinginkan mesin. Kandungan garam dalam air laut akan bersifat korosif dan merusak material mesin. Selain itu, endapan garam akan menyumbat kapiler pendingin dalam mesin.
  2. Sistem pendingin tertutup. Sistem pendingin ini pada umumnya digunakan diatas kapal pada saat ini. Media pendingin menggunakan air tawar dan air laut. Air tawar digunakan sebagai media pendingin langsung dalam mesin. Pompa pendingin air tawar akan mensirkulasikan air tawar untuk masuk dan keluar mesin untuk optimalisasi pendinginan. Peran air laut adalah sebagai media pendingin pada fresh water cooler. Air tawar yang keluar dari mesin kemudian didinginkan dalam fresh water cooler oleh air laut. Fresh water cooler merupakan sarana pendingin yang bersekat antara air tawar dan air laut. Dalam kondisi normal, hal ini tidak memungkinkan adanya kontaminasi antar keduanya. Setelah air laut mendinginkan air tawar, kemudian air laut dikembalikan keluar melalui over-board valve. Keuntungan menggunakan sistem pendinginan ini adalah penyerapan panas dapat berlangsung dengan baik dengan tanpa merusak komponen mesin. Sedangkan kekurangannya adalah, banyak komponen penunjang sistem pendinginan yang artinya pada masing -masing komponen tersebut juga memerlukan tindakan perawatan.

Pada dasarnya, pembakaran terhadap suatu bahan terjadi karena adanya tiga unsur dengan komposisi yang sesuai.
Tiga unsur yang dimaksud adalah adanya 
  1. Bahan bakar. Yang dimaksud dalam hal ini adalah bahan yang mudah terbakar dan memicu timbulnya api. Sebagai contoh misalnya BBM, BBG, kertas, kayu, dedaunan yang kering serta benda yang mudah terbakar lainnya.
  2. Panas. Pemicu terjadinya kebakaran/pembakaran tidak harus berwujud api. Temperatur panas yang cukup tinggi akan dapat memicu terjadinya api yang memungkinkan terjadinya pembakaran/kebakaran terhadap suatu benda.
  3. Udara. Salah satu unsur yabg sangat penting dalam proses pembakaran adalah udara. Tanpa adanya udara, maka reaksi kimia yang memicu timbulnya api tidak akan memungkinkan terjadinya pembakaran/kebakaran.
Ketiga unsur tersebut diatas (Bahan bakar, panas, udara) digambarkan dalam ilustrasi segitiga dengan masing-masing unsur mewakili masing-masing sisi segitiga tersebut.

Apabila ketiga unsur tersebut menjadi satu dalam waktu yang sama dengan komposisi yang tepat, maka reaksi akan memungkinkan timbulnya api untuk pembakaran.

Pemanfaatan api tentu menyesuaikan kondisi dan keadaan. Apabila pemanfaatan api mengarah pada keadaan yang tidak dapat dikendalikan, maka inilah yang disebut dengan "kebakaran" yang akan menimbulkan kerugian.
Ada begitu banyak jenis kerugian apabila api yang membesar ini tidak dapat dikendalikan. Kerugian materi hingga kerugian jiwa menjadi momok menakutkan yang harus kita cegah sejak dini. 

Penanganan api (fire fighting), dapat dilakukan dengan menguraikan salah satu atau semua unsur pembentuk "segitiga api". Selain menguraikan salah satu unsur penyusunnya, dalam kaitannya terhadap tindakan penanganan api adalah dengan merubah komposisi unsur "segitiga api" tersebut sehingga menjadi tidak setimbang. Dengan ketidaksetimbangan komposisi salah satu atau semua unsurnya maka dapat dipastikan tidak akan memicu timbulnya api.


Selector indikator temperatur ME & GE. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis).



Sebagai contoh, dalam proses pemadaman api, dilakukan penyemprotan gas karbon dioksida. Hal ini dimaksudkan untuk mengikat unsur oksigen yang ada dalam api. Dengan pengikatan unsur oksigen, maka komposisi segitiga api akan terganggu yang akan memicu padamnya api. 

Demikian juga contoh kaitanya dengan pemadaman menggunakan air. Air disemprotkan pada titik api dimaksudkan untuk memberikan efek basah terhadap bahan bakar. Basahnya objek yang terbakar maka akan dapat mengurangi panas sekaligus membuat bahan menjadi susah terbakar. Dengan berkurangnya temperartur panas (akibat semprotan air) dan basahnya bahabmn maka api tidak memiliki kapasitas yang kuat untuk menyala karena komposisi setiap unsurnya terganggu dan tidak setimbang.


Pemanfaatan api dalam dunia teknik adalah begitu banyak. Salah satunya adalah pemanfaatan api dalam kegiatan pembakaran dalam ruang bakar mesin.
Pembakaran dalam ruanv bakar mesin tidak akan dapat terjadi tanpa adanya pemenuhan ketiga unsur pembentuk "segitiga api" yang berkumpul dalam ruang bakar pada waktu yang tepat. 

Udara bilas yang dihasilkan oleh turbocharger akan masuk kedalam ruang bakar ketika katup buang (mesin empat langkah) atau saluran udara bilas (mesin dua langkah) terbuka. 
Pada langkah kompresi, udara akan dikompresikan dalam ruang bakar sehingga volumenya akan semakin berkurang dan dalam saat yang sama temperatur udara yang dikompresikan tersebut akan meningkat berkali-kali lipat diatas kondisi temperatur normal.
Pada akhir langkah kompresi, fuel injection valve akan mengkabutkan bahan bakar kedalam ruang bakar yang berisi udara panas yang terkompresikan. 

Semua unsur telah terpenuhi. Bahan bakar yang diinjeksikan oleh FIV, udara bilas dan panas dari udara itu sendiri telah bersatu dalam ruang bakar. Kondisi yang demikian akan memungkinkan terjadinya ledakan pembakara (langkah ekspansi mesin) yang memicu timbulnya tenaga yang disalurkan menuju crank shaft melalui connecting rod.

Unsur pembakaran dan "segitiga api" merupakan pengetahuan dasar atas awal terjadinya pembakaran yang menghasilkan tenaga pada mesin. Apabila pembakaran tidak terjadi dalam ruang bakar, maka ketiga unsur tersebut diatas menjadi faktor utama yang perlu diteliti satu persatu untuk menemukan penyebab utama yang dialami oleh mesin.
Aktifitas pengukuran menjadi sebuah tindakan yang sangat penting diatas kapal untuk mengetahui besar nilai instrumen pada suatu pesawat. Hal yang berkaitan erat dengan aktifitas pengukuran adalah alat ukur. 
Dalam kaitannya penggunaan alat ukur diatas kapal, akan dijumpai beberapa satuan yang berbeda walau sebenarnya menunjukkan nilai yang sama. Konversi satuan merupakan langkah tepat untuk merubah satuan pengukuran menjadi satuan ukur lain yang mudah dipahami untuk mendapatkan nilai ukur yang dikehendaki.

Outside Micrometer. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)



Konversi satuan menggunakan "kalkulator on-line" KLIK DISINI!

Berikut adalah beberapa contoh konversi satuan yang sering digunakan diatas kapal.

1 Km = 10³ m
1 N. Mil = 1852 m
1 Inch = 0.0254 m
1 Feet = 0.305 m
1 Yard = 0.914 m

1 Kg/cm² = 0.9807 Bar
1 lb.f/cm² = 0.0689 Bar
1 Bar = 10⁵ Pa = 1 MPa

1 HP = 0.7457 KW
1 HP = 1 PK (PK merupakan akronim bahasa Belanda paardenkracht)
1 KW = 1.341 HP





Melawan pandemi Covid-19. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

 

Dalam operasional transportasi laut, penggunaan kapal oleh para operator untuk kepentingan alat angkut dapat diperoleh dengan dua cara. Pertama, operator angkutan laut membangun kapal yang kemudian akan menjadi miliknya sendiri. Pilihan yang kedua adalah dengan menyewa kapal (charter) sesuai dengan ketentuan dan perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak (pihak pemilik kapal dengan pihak pen-charter).

Pada umumnya jenis charter kapal yang sering digunakan dalam dunia pelayaran ada dua jenis, yaitu, charter menurut waktu (time charter) dan charter menurut perhalanan (voyage charter). Adapun apabila muncul jenis charter - charter yang lain sebenarnya berupakan pengembangan atas dua jenis charter yang bersifat dasar tersebut.

1. Charter menurut waktu (time charter).

Time charter adalah persetujuan persewaan kapal dimana pemilik kapal menyediakan kapal tertentu yang dimilikinya kepada pihak penyewa dengan berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
Dalam kondisi ini, pemilik kapal menyediakan seluruh keperluan yang dibutuhkan dalam kaitannya untuk menunjang kelancaran operasional kapal termasuk didalamnya juga adalah awak kapal sebagai operatornya.

Biaya ABK serta seluruh biaya yang berkaitan dengan pemeliharaan kapal (docking, repair, maintenance, spare parts, running stores, asuransi dll) menjadi beban pemilik kapal.
Sebagai pengecualian, tangung jawab bahan bakar dan air tawar merupakan tanggung jawab pihak penyewa kapal.

Dalam perjanjian charter, pemilik kapal akan memenuhi kebutuhan alat angkut yang diinginkam oleh pencharter. Diantaranya seperti kecepatan kapal, konsumsi BBM, ukuran kapal, kapasitas angkut kapal, tanda kebangsaan, klasifikasi kapal dan sejenisnya. Kebutuhan tersebut dicantumkan dalam charter party per satuan waktu  yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.


2. Charter menurut perjalanan (voyage charter).

Voyage charter merupakan perjanjian sewa kapal (ruang muat kapal) secara sebagian atau keseluruhan untuk satu atau beberpa trayek pelayaran. Dalam jenis charter ini, hal yang berkaitan dengan kelancaran operasional kapal termasuk didalamnya adalah bahan bakar dan air tawar menjadi tanggung jawab pemilik kapal. Dalam bahasa yang sederhana, pemilik kapal adalah operator kapal.

Kebutuhan pencharter yang berkaitan dengan kapasitas ruang muat, kecepatan kapal, pemakaian bahan bakar, tanda kebangsaan kapal dimasukkan dalam daftar charter party yang diberlakukan per voyage.


Ilustrasi kapal yang bersandar di Pelabuhan. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)



Pengembangan charter dari dua jenis diatas diantaranya adalah,
  1. Charter perjalanan dalam waktu terbatas (trip-time charter), yang merupakan kombinasi dari kedua jenis charter diatas. Charter jenis ini memberlakukan ketentuan sewa kapal dalam waktu tertentu, manum pembayaran freight dilakukan berdasarkan banyaknya trayek/trip kapal. Keuntungan penggunaan charter jenis ini adalah memungkinkan pihak pencharter dapat menempuh trayek/trip sebanyak mungkin sesuai kesepakatan waktu yang tercantum dalam charter party.
  2. Charter tanpa awak (bareboat charter). Merupakan jenis charter dimana kapal diserahkan oleh pemilik kapal kepada pencharter dengan kondisi tanpa awak dengan persetujuan jangka waktu tertentu yang telah disetujui bersama. Pihak pencharter akan mengambil alih seluruh tanggung jawab atas operasional dan pemeliharaan kapal dalam jangka waktu yang ditentukan tersebut.


Daftar metrik & WW mur-baut (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis_Marine Store Guide 5th Edition)




Take P.Com and P.Max diagram. (Foto & Video by: Dokumentasi pribadi penulis)


Tak perlu orang lain tau, tenaga-mu adalah prioritas-ku.  Menyambungkan harapan dan cinta sampai senyuman tercipta disudut dermaga.

 



Take crank web deflection. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Pada proses pengisian BBM diatas kapal, hal yang sangat penting adalah kalkulasi penerimaan BBM. Perhitungan yang diterima diatas kapal dengan jumlah yang dikeluarkan oleh kapal bunker harus sesuai dengan nota penerimaan bunker (bunker receipt).

Dalam kalkulasi penerimaan BBM diatas kapal, salah satu unsur pentingnya adalah berat jenis (specific gravity). Berat jenis bahan bakar baru yang diterima diatas kapal menjadi dasar perhitungan atas total berat bahan bakar diatas kapal yang akan menentukan berat benaman kapal pada umumnya. Contoh kalkulasi berat jenis dan temperatur yang berbeda dalam tangki yang sama, KLIK DISINI!

Seluruh perhitungan bahan bakar menggunakan perhitungan berat jenis dengan temperatur 15°C sesuai ketentuan karakteristik bahan bakar.

Contoh kalkulasi perhitungan penerimaan BBM dengan berat jenis yang berbeda.

Sebuah kapal akan melakukan pengisian BBM dengan kondisi sebagai berikut,
  • Tangki MFO (P) sounding 203 cm, perhitungan tabel sounding dengan kapasitas 44.25 KL. Berat jenis 0.9418 (15°C). Perhitungan berat BBM dalam tangki MFO (P) 44.45 × 0.9418 = 41.67 MT.
  • Tangki MFO (S) sounding 606 cm, perhitungan tabel sounding dengan kapasitas 193.55 KL. Berat jenis 0.9465 (15°C). Perhitungan berat BBM dalam tangki MFO (S) 193.55 × 0.9465 = 183.19 MT.
  • Akan ditambahkan BBM 400 MT dengan berat jenis 0.9524 kedalam tangki MFO (P) dan (S).
  • Setelah proses pengisian didapatkan sounding tangki MFO (P) 955 cm, perhitungan volume tangki 323.86 KL.
  • Setelah proses pengisian didapatkan sounding tangki MFO (S) 951 cm, perhitungan volume tangki 321.85 KL.
Berapakah perhitungan aktual penerimaan BBM diatas kapal.? 



1. Jumlah penerimaan BBM (sebelum koreksi S.G baru)

Jumlah Penerimaan = Vol. Baru - Vol. lama
MFO (P) = 323.86 - 44.25 = 279.61 KL
MFO (S) = 321.85 - 193.55 = 128.30 KL

Total penerimaan = 279.61 + 128.30 = 407.91 KL


Apabila dilakukan kalkulasi menggunakan S.G bunker akan maka, 
407.91 KL × 0.9524 = 338.49 MT


2. Perhitungan S.G baru tangki MFO (P).

Sebelum bunker 44.25 KL × 0.9418 = 41.67 MT
Proses bunker 279.61 KL × 0.9524 = 266.30 MT (kalkulasi BBM yang masuk tangki P dengan S.G dari kapal bunker).

Setelah bunker total volume = 44.25 + 279.61 = 323.86 KL
Setelah bunker total berat = 41.67 + 266.30 = 266.30 MT

Perhitungan S.G baru = Berat / Volume
Perhitungan S.G baru = 266.30 / 323.86 
Perhitungan S.G baru = 0.9509


3. Perhitungan S.G baru tangki MFO (S).

Sebelum bunker 193.55KL × 0.9465 = 183.19 MT
Proses bunker 128.30 KL × 0.9524 = 122.19  MT (kalkulasi BBM yang masuk tangki S dengan S.G dari kapal bunker).

Setelah bunker total volume = 193.55 + 128.30 = 321.85 KL
Setelah bunker total berat = 183.19 + 122.19 = 305.38 MT

Perhitungan S.G baru = Berat / Volume
Perhitungan S.G baru = 305.38 / 321.85
Perhitungan S.G baru = 0.9488

4. Kalkulasi penerimaan dalam tangki (dengan S.G baru)

MFO P = 279.61 KL × 0.9509 = 265.88 MT
MFO S = 128.30 KL × 0.9488 = 121.73 MT


Total berat diterima = 265.88 + 121.73
Total berat diterima = 387.61 MT

Penggantian plunger-barrel FIP Main Engine B & W Series. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Penggunaan bahan bakar jenis Marine fuel oil (MFO) / Heavy fuel oil (HFO) menjadi sealah satu alasan untuk tetap dilakukannya preheating and fuel circulation dalam sistem pipa bahan bakar serta konponen yang  menunjang terjadinya pengkabutan bahan bakar ketika mesin berhenti beroperasi. Proses preheating & fuel circulation pada saat mesin berhenti beroperasi (kapal posisi sandar atau berlabuh) akan memungkinkan sistem bahan bakar dapat bekerja dengan baik pada waktunya ketika akan digunakan start engine saat kapal akan kembali beroperasi.

Pemindahan bahan bakar (fuel change over) dari bahan bakar jenis marine fuel oil (MFO) menjadi Marine diesel oil (MDO) sangat  dibutuhkan ketika,
  • Ada rencana pekerjaan perawatan yang harus dilakukan ketika mesin dalam kondisi dingin. Misalnya, pekerjaan perawatan pada line dan komponen sistem bahan bakar, kapal hendak melakukan petawatan docking, dan ketika mesin harus berhenti beroperasi (sesuai rekomendasi maker lebih dari lima hari) karena kapal berada di pelabuhan.
  • Ketika memasuki suatu wilayah yang "mewajibkan" kapal untuk menggunakan bahan bakar dengan rendah sulfur. Hal ini tentunya berkaitan dengan kadar polusi yang dihasilkan dari gas buang pembakaran mesin.
Secara teknis, pemindahan bahan bakar dapat dilakukan saat mesin running maupun saat mesin berhenti beroperasi.

Pemindahan bahan bakar diatas kapal menjadi sangat penting untuk dilakukan untuk mencegah sumbatan pada pipa-pipa bahan bakar, mencegah pompa bahan bakar dan injektor lengket / lecet (sticking / scuffing), serta mencegah terjadinya pembakaran yang tidak sempurna.



Pemindahan bahan bakar dari MDO ke MFO pada saat mesin running.

Pengaruh perubahan suhu yang cepat (pengaruh dari temperatur MFO) pada komponen fuel injection valve dan fuel injection pump, akan berpotensi mengakibatkan terjadinya perlengketan (sticking) atau bahkan terjadi lecet (scuffing) pada permukaannya. Langkah pemindahan bahan bakar yang tepat akan dapat menghindari resiko tersebut diatas.
Langkah pemindahan bahan namar MDO ke MFO pada saat mesin running adalah,

  1. Pastikan MFO yang tersimpan dalam MFO service tank memiliki level dan temperatur yang normal.
  2. Kurangi beban mesin menjadi ¾. (Diasumsikan dari full speed menjadi half speed).
  3. Panaskan MDO hingga mencapai temperatur 60 - 80°C. Pemanasan  berlebih terhadap MDO (yang memungkinkan viskositas turun dibawah 2 cSt) akan  memungkinkan terjadinya sticking / scuffing pada komponen injeksi.
  4. Temperatur MFO dalam tangki direkomendasikan untuk tidak boleh lebih tinggi 25°C dari temperatur MDO yang dipanaskan).
  5. Ketika kondisi temperatur telah memungkinkan, segera lakukan pemindahan bahan bakar menggunakan change-over cock.
  6. Lakukan pemanasan terhadap bahan bakar MFO yang telah masuk dalam sistem hingga terpantau ada kenaikan temperatur sekitar 2°C/menit.
  7. Atur temperatur heater hingga mencapai nilai kekentalan MFO sebesar 10-15 cSt.

Pemindahan bahan bakar dari MFO ke MDO saat mesin running.

Pemindahan bahan bakar dari MFO ke MDO saat mesin running dapat dilakukan dengan cara,
  1. Pastikan bahan bakar MDO dalam service tank berada dalam level yang cukup.
  2. Apabila memungkinkan, lakukan pre-heating terhadap MDO hingga dicapai temperatur 50°C. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan panas yang drastis pada komponen injeksi.
  3. Hentikan supply steam pada heater untuk memastikan tidak ada pemanasan pada bahan bakar dalam sistem.
  4. Kurangi beban mesin menjadi ¾. (Dari full speed menjadi half).
  5. Menggunakan change-over cock, pindah bahan bakar menjadi MDO ketika temperatur MFO dalam sistem 25°C lebih tinggi dari temperatur MDO dalam tangki. Kondisikan tidak kirang dari 75°C.


Penggantian bahan bakar dari MFO ke MDO saat mesin sedang berhenti.

  1. Hentikan proses pemanasan bahan bakar hingga dicapai temperatur MFO 25°C lebih tinggi dari MDO yang tersimpan dalam tangki servis. Kondisikan tidak kurang dari 75°C.
  2. Menggunakan change-over cock, pindah supply bahan bakar menjadi MDO. Artinya MDO telah masuk dalam sistem pipa bahan bakar dan siap untuk "membilas" MFO yang ada dalam sistem.
  3. Jalankan FO supply pump & FO circulation pump.
  4. Pada change-over valve yang terpasang pada sisi balik sistem bahan bakar, atur posisinya untuk mengalirkan bahan bakar dari sistem menuju MFO service tank. Perhatikan ilustrasi gambar.
  5. Bahan bakar jenis MFO yang ada dalam sistem akan dialirkan menuju MFO service tank. 
  6. Dalam pemantauan, apabila  teridentifikasi MFO dalam sistem telah bersih (tandanya MDO yang bersih mulai masuk dalam MFO service tank), segera pindahkan change-over valve (jalur balik) dari tangki menuju pipa ventilasi. Dengan demikian maka bahan bakar MDO akan masuk dalam tangki ventilasi yang kemudian dipompakan oleh FO Circulation pump untuk selalu bersirkulasi (secara terturup) untuk membersihkan komponen injekso dan sistem pipa bahan bakar.


Tata letak pipa bahan bakar dan change-over valve. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis_manual book B&W engine series).


Karakteristik bahan bakar dikapal KLIK DISINI!
Pre-heating bahan bakar KLIK DISINI!