Just another free Blogger theme

Tampilkan postingan dengan label Four Stroke. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Four Stroke. Tampilkan semua postingan
Dibawah ini adalah contoh kerusakan side plug pada fuel injection pump.
Kerusakan permukaan side plug FIP. (Gambar: Dokumentasi penulis).

Penyebab kerusakan side plug fuel injection pump diantaranya adalah,
  1. Erosi akibat tekanan bahan bakar. Bahan bakar dikabutkan dengan tekanan kerja 250-350kg/cm² (menyesuaikan jenis mesin). Apabila ada kebocoran celah kecil, maka akan berpotensi sebagai water jet yang dapat mengikis permukaan logam.
  2. Kavitasi mikro (micro-cavitation). Gerakan memompa dalam FIP mengakibatkan tekanan naik-turun yang akan memicu timbulnya gelembung kavitasi mikro. Saat gelembung pecah, energinya menghantam permukaan logam sehingga timbul pitting di permukaan logam.
  3. Korosi kimia (chemical attack). Kandungan sulphur, air atau kontaminasi zat kimia lain yang terkandung dalam bahan bakar, memungkinkan terjadinya korosi kimia.
  4. Kualitas material kurang baik. Apabila material side plug tidak memiliki surface hardening yang cukup (misalnya nitriding atau carburizing), maka lebih mudah tergerus.
  5. Bahan bakar kotor. Apabila bahan bakar mengandung partikel keras (karat, pasir halus, debu dari tangki), maka partikel ini ikut terpompa yang memungkinkan akan dapat menggerus permukaan plug.


Pencegahan dapat dilakukan dengan,

  1. Filter bahan bakar harus dipastikan selalu dalam kondisi bersih.
  2. Menggunakan bahan bakar yang sesuai spesifikasi (kandungan kimiawi bahan bakar).
  3. Lakukan pemeriksaan permukaan dekivery valve dan seat untuk memastikan tidak ada celah yang dapat memicu terjadinya jetting.
  4. Gunakan spare-parts sesuai rekomendasi engine maker dengan kualitas bahan yang telah disesuaikan.

Panas yang dihasilkan dari langkah pembakaran mesin, tidak sepenuhnya disalurkan menjadi tenaga. Secara teoritis, terdapat beberapa kerugian panas yang hilang sebelum dinyatakan utuh menjadi engine power.

Efisiensi panas (thermal efficiency) adalah ukuran utama dalam menilai kinerja keseluruhan dari suatu mesin, khususnya mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) seperti mesin diesel dan turbin gas. Efisiensi ini menunjukkan seberapa besar energi panas dari bahan bakar yang berhasil dikonversikan menjadi power yang berguna.

Secara teoritis, berikut ini adalah perhitungan efisiensi thermis mesin

Thμ = Panas yang dikonversi menjadi tenaga / Total panas pembakaran mesin

Thμ= (3600 x N) / (M x K)

N : Power output dalam KW

M : Massa BBM yang digunakan perjam dalam kg.

K : Nilai kalori BBM dalam kJ/kg

Sebagai contoh perhitungan efisiensi thermis,

Suatu mesin diesel memiliki brake output power sebesar 10.000kW. Selama satu jam menggunakan BBM sebesar 2.000 kg perjam dengan nilai kalori 42.000kJ/kg.

Thμ = (3600 x 10000) / (2000 x 42000) x 100% = 42.9%

Sebagai contoh, gambar dibawah ini adalah rincian penggunaan panas hasil pembakaran yang diuraikan dalam sankey diagram dibawah ini.



Efisiensi mekanis adalah besarnya perbandingan antara tenaga mesin yang diukur pada crankshaft (brake horse power) dengan tenaga indikator yang dihasilkan pada silinder (indicated horse power).

Secara teoritis dapat dituliskan dengan rumusan berikut ini,

Mech. Eff = (Brake horse power) / (Indicated horse power) x 100%

Brake horse power pada mesin diukur menggunkakan torsion-meter yang terpasang pada shaft. Sedangkan indicated horse power diukur menggunakan perhitungan matematis dengan unsur tekanan indikator, cylinder bore, cylinder stroke, putaran mesin dan jumlah silinder.

Hal yang sangat mempengaruhi nilai efisiensi mekanis mesin adalah,

-            Besarnya nilai pembakaran dalam silinder mesin.

-            Gesekan antar komponen yang bergerak. Semakin besar gesekan pada mesin, maka akan semakin besar energi yang hilang.

-            Bahan dan konstruksi mesin.

-            Pelumas. Jenis dan kualitas minyak lumas.

Interlock adalah sistem pengaman (safety system) dalam sebuah mesin yang memastikan bahwa engine start hanya dapat dilakukan apabila semua sistem telah terpenuhi. Kondisi ini menjamin keamanan sehingga mesin dan operator akan ada dalam kondisi aman.

Sebagai contoh, beberapa kondisi untuk interlock engine start adalah,

-            Turning gear engage (posisi tersambung).

-            Tombol manual emergency stop aktif.

-            Engine auto em’cy stop aktif.

-            Telegraph tidak dalam posisi STOP.

-            Derajat CPP blade tidak netral.

-            LO low pressure alarm untuk sistem CPP.

-            Stern tube SW cooling low pressure.

-            CPP power lost.

-      Untuk mesin dimensi lebih kecil, turning bar (batang penggerak turning gear) tidak berposisi pada tempatnya.

-            FO handle lever pada posisi NOL.

-            Dan beberapa kondisi lain menyesuaikan jenis mesin, jenis sistem penggerak propultion system dan engine power.

Beberapa item tersebut diatas tidak mutlak adanya pada setiap mesin. Kelengkapan komponen interlock system berdasarkan ketentuan engine maker. Semakin banyak kelengkapan komponen interlock system, maka diharapkan jaminan sistem keamanan akan semakin tinggi. Interlock system pada setiap mesin apabila ada salah satu komponen yang tidak clear, maka dipastikan engine tidak akan bisa start.

Apabila interlock system adalah sistem keamanan (safety system) saat mesin persiapan running, maka slow down & shut-down engine adalah sistem keamanan yang akan bekerja saat engine running dalam masalah. Harapan dari slow down & shut-down engine adalah menurunkan putaran dan/atau mematikan mesin saat sistem penunjang operasional mesin ada dalam masalah.

Pemeriksaan thermocouple main bearing ME dalam crankcase (foto: Dokumentasi pribadi penulis)


Sebagai contoh, beberapa instrumen mesin yang memicu aktifnya slow down & shut-down engine adalah sebagai berikut,

-            Engine LO low pressure.

-            Reduction gear LO low pressure.

-            Cooling fresh water drop.

-            Cooling fresh water high temperature.

-            Oil mist high concentration.

-            Main bearing high temperature.

-            Stern tube high temperature.

-            Exhaust gas temperature high deviation.

-            Turbocharger LO low pressure.

-            Reduction gear LO gravity tank low level.

Sama halnya dengan interlock system, instrumen slow & shut-down engine pada masing – masing mesin berbeda menyesuaikan dengan jenis mesin, jenis penggerak dan kebijakan dari engine maker.













 

Panas hasil pembakaran akan diubah menjadi tenaga mesin, namun panas yang berlebih secara menerus akan menimbulkan kerugian yang dapat menurunkan engine performance dan bahkan dapat memicu terjadinya kerusakan pada mesin itu sendiri. Untuk mencegah terjadinya resiko tersebut diatas, maka diperlukan pendinginan mesin yang baik dan berkelanjutan. Dengan demikian maka mesin akan dapat beroperasi pada temperatur kerja yang ideal. Salah satu poin yang perlu mendapat perhatian dalam operasional mesin bahwa sistem pendingin mejadi salah satu sistem penunjang dalam operasional mesin yang memliki peran sangat penting.

Dalam operasionalnya tidak jarang akan ditemukan kendala – kendala yang sifatnya dapat menghambat kelancaran operasional mesin. Kendala yang dimaksudkan tentu perlu mendapat perhatian khusus dan penanganan dengan segera untuk dapat memaksialkan kondisi mesin tersebut. Salah satu kendala yang sangat mungkin terjadi adalah terjadinya kebocoran air tawar pendingin yang masuk dalam rua bakar mesin.



Indikator tekanan air tawar pendingin yang turun karena pengaruh "masuk angin" (Foto & Video by: Dokumentasi pribadi penulis)


Penyebab utama terjadinya kebocoran air tawar pendingin dalam rung bakar mesin adalah dimungkinkan adanya kebocoran yang memilki “akses” langsung ke ruang bakar mesin. Beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kebocoran air tawar pendingin dalam ruang bakar tersebut diantaranya adalah,

  1. Terjadinya kerusakan pada o’ring pendingin yang terpasang pada exhaust valve dan/atau intake valve mesin.
  2. Terjadinya kerusakan permukaan cylinder head dan/atau exhaust valve yang disebabkan oleh berkurangnya ketebalan permukaan bahan dan/atau keretakan yang terjadi pada permukaan bahan.

Kebocoran yang masuk dalam ruang bakar mesin harus mendapat penaganan serius dengan segera. Dampak buruk dari kondisi ini apabila tidak dengan segera dilakukan penanganan adalah,

  1. Terjadinya water hammer. Air yang sifatnya tidak dapat dikompresikan namun dipaksa oleh dorongan piston dalam ruang bakar maka akan dapat menghasilkan “pukulan” air yang akan dapat merusak komponen mesin. Seperti terjadinya kerusakan ada piston, valve, cyl head atau bahkan conecting rod. Untuk mncegah terjadinya resiko terburuk water hammer yang dialami oleh mesin, maka sumber kebocoran harus dapat dengan segera dilakukan perbaikan. Baik dengan melakukan penggantian terhadap o’ring pendingin yang mengalami kerusakan ataupun melakukan penggantian komponen yang mengalami kerusakan permukaannya.
  2. Uap air yang terbakar dalam ruang bakar selanjutnya akan menempel dan melimbulkan kerak pada turbin blade turbocharger. Kerak air yang menempel pada bilah turbin akan menjadi pemberat putaran turbin. Dalam kondisi ini akan mengakibatkan menurunnya tekanan udara bilas mesin karena pengaruh putaran turbin mesin yang berkurang juga. Selain itu, putaran turbin turbocharger yang semakin melambat akan menghalangi laju aliran gas buang dari masing – masing silinder untuk segera keluar melalui cerobong. Hambatan aliran ini akan menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi meningkatnya temperatur gas buang mesin pada seluruh silinder mesin.

Indikasi terjadinya kebocoran air tawar pendingin dalam ruang bakar mesin

Segala bentuk ketidaknormalan instrumen (baik tekanan dan temperatur) mesin pada saat beroperasi harus segera mendapat perhatian dan penanganan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang berakibat fatal. Untuk dapat melakukan penanganan, maka hal yang perlu diperhatikan adalah beberapa indikasi yang memungkinkan terjadinya kebocoran terebut. Diantaranya adalah,

  1. Berkurangnya volume air tawar pendingin dalam tangki ekspansi. Apabila volume kebocoran dalam ruang bakar tidak terlalu  besar, maka berkurangnya volume air tawar pendingin dalam tangki idak dapat terpantau dengan signifikan.
  2. Terpantau dalam tangki ekspansi keluar gelembung – gelembung udara. Gelembung gelembung udara yang dimaksudkan adalah udara yang dikompresikan dalam ruang bakar mesin yang telah masuk dalam sistem pendingi mesin. Pada saat langkah kompresi mesin, udara dikompresikan dalam ruang bakar. Tekanan udara yang dikompresikan menjadi berlipat kurang lebih sampai dengan seratus kali lebih besar dari tekanan atmosfir. Tekanan yang tinggi tersebut memunginkan masuk dalam celah (titik sumber kebocoran) yang ada pada komponen mesin. Dalam kasus ini, kebocoran air tawar pendingin tidak dapat masuk dalam ruang bakar karena volume kebocoran yang relatif kecil dan tekanan kompesi mesin lebih besar apabila dibandingkan dengan tekanan air tawar pendingin (udara kompresi yang akan masuk dalam sistem air tawar pendingin). Udara yang masuk dalam sistem air tawar pendingin selanjutnya akan dapat terpantau pada tangki ekspansi. Perlahan (atau menyesuaikan dengan volume kebocorannya) akan ada gelembung – gelembung udara dalam tangki ekspansi.
  3. Tekanan air tawar pendingin yang terbaca pada pressure gauge menjadi gerak – gerak tidak stabil (hunting). Tekanan air tawar pendingn akan terganggu karena sistem air yang seharusnya padat, namun sudah terisi dengan udara kompresi mesin. Pada umumnya kondisi ini diistilahkan dengan “masuk angin”.

 Penangana dengan segera menjadi sangat penting untuk dlakukan untuk menghindari resiko - resiko yang dapat menghambat kelancaran operasioal mesin. Terhadap indikasi adanya keretakan pada permukaan komponen mesin, maka setelah dilakukan pembogkaran komponen perlu dilakukan color check untuk dapat memastikan sumber kebocoran yang diakibatkan oleh keretakan bahan.

 

Contoh identifikasi keretakan seating valve dengan menggunakan sistem color check. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

 

 

 

Tujuan utama dari operasional mesin adalah memanfaatkan power yang dihasilkan oleh mesin tersebut. Daya guna dan pemanfaatan mesin sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna mesin.
Untuk dapat memanfaatkan daya mesin dengan optimal, hal yang penting untuk diperhatikan adalah jenis dan waktu perawatan terhadap mesin tersebut. Pelaksanaan perawatan tidak lain bertujuan untuk mempertahankan performance mesin menjadi tetap maksimal dalam operasionalnya.

Contoh engine performance kurve NIIGATA SEMT PIELSTICK 9PC2-6L (Foto by: Dokumentasi Pribadi Penulis)

Dalam manual book suatu permesinan, temtu akan terdapat engine performance kurve yang merupakan panduan teknis dari maker kepada operator untuk dapat mengoperasikan mesinnya dengan baik, terhindar dari kerusakan fatal saat operasional dan mendapatkan nilai manfaat yang maksimal atas pengunaan bahan bakar yang efisien.

Kurva diatas merupakan salah satu contoh engine performance kurve yang disertakan pada main engine NIIGATA SEMT PIELSTICK 9PC2-6L. Jenis four stroke medium speed diesel engine yang dioperasikan pada putaran 520 rpm.

Untuk dapat memahami arti kurva diatas maka hal yang perlu dilakukan adalah,
  1. Lakukan identifikasi pada masing - masing garis kurva sesuai dengan skala ukur yang telah disertakan dengan satuannya.
  2. Setelah teridentifikasi, selanjutnya lakukan pembacaan putaran (pada garis vertikal paling atas sisi kiri) dengan besarnya prosentase dan tenaga meain pada sumbu garis horisontal sisi paling bawah gambar.
  3. Selanjutnya lakukan identifikasi pada masing - masing garis dengan menarik sumbu garis vertikal (sisi kanan atau sisi kiri kurva) dengan sumbu garis horisontal tenaga dan prosentase mesin.
  4. Lakukan pembacaan secara menyeluruh terhadap semua unsur garis untuk mendapatkan acuan o9perasional mesin yang ideal sesuai dengan rekomendasi dari maker.
Pada umumnya, engine performance kurve menggambarkan beberapa unsur penting dalam operasional mesin diantaranya,
Unsur-unsur yang disebutkan dalam kurva diatas dapat digunakan sebagai dasar mengoperasikan mesin secara maksimal dengan pemakaian bahan bakar yang efektif dalam setiap satuan tenaga yang dihasilkan.

Instrumen dan parameter untuk menunjang kelancaran operasional mesin. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Dalam operasional mesin yang berkelanjutan, akan mengakibatkan terjadinya ke-aus-an komponen mesin. Ke-aus-an yang menerus akan mengakibatkan penurunan performance engine sehingga nilai manfaatnya tidak dapat dioptimalkan. Selain nilai manfaatnya berkurang, kerugian operasional juga akan semakin bertambah. Misal, bertambahnya konsumsi bahan bakar dan/atau bertambahnya konsumsi minyak lumas.

Terkait dengan aalasan tersebut diatas, maka hal preventif (pencegahan) dan korektif (pembetulan) terhadap resiko terjadinya ke-aus-an menjadi hal yaang sangat penting.

Main bearing yang telah mengalami ke-aus-an. (foto by: dokumentasi pribadi penulis)

Salah satu "ancaman" ke-aus-an terhadap komponen mesin adalah yang terjadi pada "main bearing" atau pada umumnya dilapangan disebut dengan istilah "metal duduk". Disebut dengan metal duduk karena bearing tersebut dipasang untuk "duduk" di engine block dan menopang main journal craankshaft.

Sebelum dilakukan penggantian, tentunya perlu dilaakukana identifikasi terhadap tingkat ke-aus-an bantalan mesin tersebut. Langkah yang dilakukan untuk melakukan identifikasi adalah,

  1. Dengan melakukan pengukuran Crank-web deflection. Pengukuran ini diperlukan untuk melakukan identifikasi terhadap ke-lurus-an crank-shaft. Apabila bantalan mesin / main bearing mengalami ke-aus-an maka dipastikan akan terjadi ketidaklurusan crankshaft. Data hasil ukur ini dapat digunakan menjadi dasar pelaksanaan penggantiaan main bearing.
  2. Melakukan pengukuran clearance main bearing antara main journal crankshaft dengan main bearing. Pengukuran clearance dapat dilakukan dengan menggunakan feeler gauge yang dimasukkan pada celah bearing dengan mengambil tiga titik pengukuran yaitu sisi kanan, sisi kiri dan sisi atas bearing. Pada umumnya, cara ini digunakan pada mesin dengan dimensi besar, dengan alasan efisiensi (tanpa meleppas bearing cap) telah dapat dilakukan mengidentifikasi clearance.
  3. Pengukuran clearance menggunakan loadcis. Pada dasarnya, poin ini adalah sama dengan poin sebelumnya. Intinya adalah pengukuran clearance antara main journal crankshaft dengan main bearing. Hal yang membedakan adalah proses pengukuran yang dilakukan. Pada cara ini, digunakan kawat khusus dengan bahan timah yang lunak. Kawat tersebut dipasangkan pada sisi bearing dan kemudian bearing cap diikat sesuai dengan kekuatan ikatan yang direkomendasikan. Setelah selesai, bearing cap dilepas untuk kembali mengambil kawat yang digunakan sebagai media pengukuran. Kawat akan "tergencet" oleh kekuatan ikatan mur bearing cap. Deformasi kondisi kawat tersebut yang menjadi hasil pengukuran clearance bearing. Direkomendasikan melakukan pengukuran dengan menggunakan micrometer untuk akurasi pembacaan hasil ukur.
Pengukuran clearance menggunakan feeler gauge. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Pada jenis mesin empat langkah dari merk NIIGATA-SEMT PIELSTICK type 9PC2-6L, proses penggantian main bearing dilakukan dengan langkah kerja sebagai berikut,
  1. Lakukan identifikasi ke-aus-an main bearing.
  2. Siapkan peralatan kerja dan special tools yang digunakan dalam bekerja. Special tools yang dimaksud diantaranya adalah special spanner untuk membuka baut balance weight. Stick bar dengan special plate sebagai sarana mengangkat bearing cap saat proses bongkar maupun pasang. Bearing cap bootom piece untuk memudahkan pemasangan main bearing sisi bawah dan special down pin sebagai "pendorong" main bearing sisi bawah dengan bantuan putaran / turn mesin.
  3. Lepaskan balance weight yang terpasang pada sisi "pipi" engkol crankshaft.
  4. Lepaskan mur pengikat upper bearing cap. Proses melepaskan mur pengikat ini menggunakan bantuan pompa hidrolis portable (portable hydraulic jack) dengan tekanan 900 kg/cm².
  5. Pindahkan mur pengikat, selanjutnya pasang stick bar pada upper cap bearing. Proses bongkar (angkat) bearing cap menggunakan prinsip pengungkit.
  6. Setelah upper bearing cap terlepas, selanjutnya pimdahkan pada tempat kerja yang aman dengan permukaan yang datar.
  7. Lepaskan bottom bearing dengan memasangkan dowl pin pada lubang pelumas crankshaft. Kemudian putar crankshaft dengan menggunakan turning gear. (Hal yang perlu diperhatikan adalah arah putaran dan posisi pipi engkol. Putaran yang salah akan berakibat fatal merusak permukaan bearing dan main journal. Kesalahan pemasangan dowl pin akan mensusahkan pada saat melepas bearing). 
  8. Setelah bottom bearing terlepas, selanjutnya bersihkan permukaan main journal & upper bearing cap.
  9. Lakukan persiapan pemasangan bottom bearing dengan memasangkan pada "peluncur" yang telah ada.
  10. Pasang pada main journal dan tentukan putaran pendorong. Arah putaran adalah menyesuaikan posisi "nok" bearing. Kesalahan arah putar akan berakibat fatal terhadap kerusakan main journal & bottom bearing.
  11. Setelah terpasang, lepas "peluncur" dan pastikan posisi bearing terpasang dan "duduk" rata pada permukaan engine block.
  12. Lakukan pemasangan upper bearing cap. Dengan menggunakan prinsip pengungkit menggunakan stick bar.
  13. Setelah upper bearing cap terpasanag, gunaakan hydraulic jack dengan tekanan 950 kg/cm².
  14. Pasangkan kembali lock-bolt untuk mengikat mur.
  15. Lakukan pemeriksaan clearance setelah main bearing terpasaang.
  16. Setelah selesai, pasang kembali balance weight. 
  17. Selesai.

Elongation adalah merupakan sebuah pengujian mekanis atas pertambahan panjang atau pemeluran suatu material / benda yang memiliki sifat dasar statis / non elastis. Setiap benda yang memiliki sifat dasar elastis pada dasarnya tidak dapat diuji pemeluran karena memiliki sifat penambahan panjang sebab elastisitasnya.

Setiap benda padat yang statis dapat dilakukan uji pemeluran apabila benda tersebut mengalami,

  1. Pengaruh gaya mekanis dari luar. Misalnya gaya tarik terhadap benda statis. Benda statis yang menerima gaya tarik akan mengalami pertambahan paanjang. Pertambahan panjang inilah yang dinamakan dengan pemeluran / elongation.
  2. Pengaruh energi panas dari luar. Dengan adanya pengaruh energi panas maka material akan mengalami pemuaian yang akan menambah panjang dimensinya.
Terkait dengan gaya mekanis dan energi panas yang diterima oleh material, keduanya sangat berpengaruh terhadap pertambahan panjang atau pemeluran material tersebut.
Setiap benda memiliki tingkat pemeluran yang berbeda - beda sesuai dengan komposisi material bahan tersebut.

Terkait dengan tingkat pemeluran, bahan memiliki batasan yang menjadi limit kekuatan bahan tersebut. Artinya, apabila gaya dan energi dari luar yang diberikan terhadap bahan memiliki kapasitas berlebih, maka pemeluran atau pertambahan panjang tersebut akan mengakibatkan bahan putus.

Secara teoritis, elongation dapat dihitung dengan satuan persen terhadap panjang awalnya. Rumusan teori tersebut dihitung dengan formulasi dibawah ini,

Elongation (%) = (Selisih panjang/panjang awal) x 100%
Atau
Elongation (%) = {(Panjang akhir - Panjang awal) / Panjang awal} x 100%

Salah satu impementasi teori elongation diatas kapal adalah digunakan untuk mengukur kekuatan ikatan baut yang terpasang pada suatu komponen mesin.
Sebagai salah satu contohnya adalah dengan mengukur elongation baut connecting rod dapat menjamin dan memantau kekuatan ikatan baut tersebut.

Pada dasarnya, baut yang terpasang dan terikat kuat pada "rumahnya" akan memdapatkan gaya tarik. Semakin kuat ikatannya, maka akan semakin kuat pengaruh pertambahan panjang (elongation) baut tersebut. Demikian juga sebaliknya.

Dasar tersebut diatas yang menjadi korelasi antara kekuatan ikatan baut terhadap tingkat pemeluran atau pertamabahan panjang baut itu sendiri.

Pengukuran elongation terhadap baut connecting rod mesin. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Dalam uji pemeluran baut connecting rod ini diperlukan alat ukur khusus (special tool) yang tersambung dengan dial gauge untuk membaca akurasi pemeluran bahan dengan skala 0.01 mm.

Langkah pengujian elongation dilakaukan dengan cara sebagai berikut.
  1. Dalam kondisi belum terpasang, baut harus diketahui panjang awalnya. Panjang awal baut tersebut selanjutnya digunakan sebagai sarana kalibrasi alat ukur untuk mengasumsikan bahwa panjang awal benda kerja sebelum mendapatkan pengaruh gaya dan energi dari luar adalah "NOL"

  2. Adjust titik "nol" dial gauge sebagai nilai awal pengukuran.
  3. Pasangkan baut pada benda yang dikehendaki (misal; connecting rod).
  4. Setelah baut terpasang, selanjutnya pasangkan alat ukur pada kedua ujung baut. Lakukan pembacaan besarnya simpangan jarum dial gauge sebagai besarnya nilai (data ukur) pemeluran bahan.
  5. Sesuaikan dengan elongation limit yang dikehendaki oleh maker dalam manual book. 
  6. Apabila data ukur elongation lebih rendah dari standart, lakukan pengikatan kembali terhadap baut dan kemudian lakukan pengukuran kembali.
  7. Sebaliknya, apabila data ukur pemeluran baut terlalu tinggi maka baut akan cenderung lebih cepat putus. Kuraangi ikatan terhadap baut.
Dalam prakteknya dilapangan, operator harus menyesuaikan segala jenis tindakan perawatan mesin sesuai dengan anjuran maker yang tertulis dalam manual book.
Termasuk juga kaitannya dengan pemeriksaan kekuatan ikatan baut dan pengaruhnya terhadap penamabahan panjang material.

Secara umum, masyarakat dilapangan akan lebih familiar untuk mengikat baut dengan menggunakan torque wrench (kunci torsi). Dengan demikian akan terkesan lebih sederhana daan praktis.

Namun, terlepas dari praktis dan sederhana tersebut, maka pengujian elongation memiliki nilai akurasi dan ketelitian yang relatif lebih baik untuk menjamin tingkat safety dalam operasional mesin.

Torque wrench (kuncu torsi) jenis jarum yang digunakan diatas kapal (Foto by; Dokumentasi pribadi penulis)
Segala kemungkinan dapat terjadi atas kerusakan permesinan saat kapal dalam pelayaran menuju pelabuhan tujuan. Selain kerusakan pada mesin, kerusakan pada turbocharger juga dimungkinkan dapat terjadi.
Turbocharger merupakan salah satu komponen terpenting yang menunjang engine performance. Saat terjadi kerusakan pada turbocharger dalam selama pelayaran, ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi kondisi emergency tersebut.
Rotor shaft turbocharger yang dilepas karena mengalami kerusakan. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Jenis kerusakan pada turbocharger adalah getaran (vibration) berlebih pada saat operasional mesin, kerusakan pada bearing, atau kerusakan lainnya yang bersifat fatal. Apabila jenis kerusakan tidak dapat diatasi dengan segera (dengan berbagai alasan), maka diperlukan tindakan emergency yaitu,

1. Apabila kapal harus ber-manouver (alur pelayaran padat).

Kerusakan turbocharger saat kapal sedang bermanouver adalah hal yang sangat membahayakan terlebih pada saat alur pelayaran dalam kondisi padat. Dalam kondisi ini menjadi sangat berbahaya apabila mesin tidak dapat men-support manouver kapal. Tindakan emergency untuk situasi ini adalah turunkan putaran mesin hingga getaran dan suara tidak normal menjadi hilang.

2. Apabila kapal harus ber-manouver, namun getaran dan suara tidak hilang saat putaran mesin diturunkan.

Tindakan yang harus dilakukan dalam kondisi ini adalah,
  • Koordinasikan kepada Nakhoda bahwa turbocharger mengalami kerusakan. Segera mintakan untuk stop engine apabila kondisi memungkinkan.
  • Segera ambil tindakan untuk melepas rotor shaft turbocharger dengan tanpa melepas nozzle ring.
  • Tutup permukaan lubang pada sisi turbin cassing menggunakan cover/blank plate.

  • Jalankan mesin dengan menurunkan rasio putaran dari kecepatan normalnya. (Hal ini dilakukan sebagai tindakan darurat atas kerusakan yang ada)
  • Setibanya di pelabuhan, koordinasikan dengan office untuk  melakukan perbaikan yang bersifat permanen dengan menggunakan suku cadang yang sesuai.
Apabila diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dari pelaksanaan pengukuran crank web deflection, maka pengukuran clearance main bearing merupakan tindakan yang runtut untuk memeriksa tingkat keausan/celah main bearing. Pengukuran metal jalan (crank pin bearing) & metal duduk (main bearing) dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah,

1. Lodcis 
Lodcis yaitu dengan menggunakan kawat dari bahan timah hitam. Kata lodcis berasal dari bahasa Belanda ‘lod’ yang artinya timah hitam. Atas dasar alasan efektifitas kerja, pada umumnya lodcis digunakan pada mesin - mesin kecil.
  • Lepaskan bearing cap pada metal yang hendak diukur clearance-nya.
  • Bersihkan permukaan metal & permukaan shaft journal.
  • Pasangkan kawat timah hitam pada sisi depan dan belakang metal. Untuk memudahkan menempelnya timah tersebut, dapat menggunaka grease supaya posisi timah hitam tidak bergeser.
  • Posisikan kembali bearing cap dan kencangkan kembali baut pengikat dengan menggunakan torque wrench sesuai rekomendasi torsi yang telah direkomendasikan oleh maker.
  • Setelah baut pengikat dikencangkan dengan kekuatan torsi yang sesuai, kembali lepas bearing cap untuk mendapatkan timah hitam yang telah mengalami deformasi bentuk. (Berbentuk gepeng karena pengaruh gaya tekan oleh bearing cap saat baut pengikat dikencangkan sesuai torsi yang direkomendasikan).
  • Ukur ketebalan timah hitam (menggunakan outside micrometer) sebagai hasil celah antara bearing dengan journal.
  • Bandingkan dengan maximum limit yang ditentukan oleh maker.
2. Dengan menggunakan telescopic feeler gauge. 
Cara ini pada umumnya digunakan untuk mengukur celah pada mesin - mesin yang berdimensi besar. Telescopic feeler gauge pada merupakan bilah pengukur celah seperti feeler gauge pada umumnya. Hal yang membedakan adalah, telescopic feeler gauge terurai satu persatu dan menggunakan pipa telescopic sebagai bilah pegang untuk mencapai celah metal yang akan diukur.
  • Pilih bilah feeler gauge kemudian pasangkan pada pipa teleskop.
  • Lakukan pengukuran sesuai dengan lebarnya celah antara bearing dan journal.

3. Menggunakan bridge gauge. (Hanya untuk metal duduk/main bearing).
Bridge gauge merupakan alat bantu ukur yang sementara (saat pelaksanaan pengukuran) menggantikan peran bearing cap. 
  • Lepaskan bearing cap, kemudian gantikan dengan menggunakan bridge gauge.
  • Masukkan depth gauge untuk mengukur kedalaman permukaan bridge gauge dengan permukaan journal. Dalamnya celah tersebut menjadi nilai ukur celah yang dimaksudkan.

4. Menggunakan dial depth gauge.(Hanya untuk metal duduk/main bearing).
Penggunaan dial dept gauge memungkinkan pelaksanaan pengukuran dengan tanpa melepas bearing cap. Posisi pengukuran dilakukan melalui pipa pelumasan yang terpasang pada permukaan bearing cap.
  • Lepaskan pipa minyak lumas yang terpasang pada bearing cap.
  • Masukkan dial dept gauge untuk membaca hasil pengukuran celah antara bearing dengan journal.