Just another free Blogger theme

Satuan kecepatan kapal sangat erat kaitannya dengan jarak tempuh kapal dalam satuan nautical mile.

Kapal dalam proses sandar di pelabuhan Miyazaki City. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)



Perhitungan konversi satuan jarak tempuh adalah sebagai berikut.

1 Nautical Mile = 1,852 KM atau 1.852 Meter

Dalam prakteknya dikapal juga digunakan satuan "cable" untuk menyatakan jarak laut yang kurang dari satu nautical mile. 
Konversi satuan tersebut adalah sebagai berikut,

1 Nautical Mile= 10 Cable
1 Nautical Mile= 1,852 KM atau 1.852 Meter
10 Cable = 1,852 KM atau 1.852 Meter
Jadi,
1 Cable = 0,1852 KM atau 185,2 Meter

Jenjang lintas kota,




Penggunaan minyak lumas yang berkelanjutan secara menerus dapat menurunkan fungsi minyak lumas untuk membentuk oil film serta tidak dapat dengan maksimal menyerap panas mesin. Penurunan fungsi tersebut dikarenakan penurunan kualitas minyak lumas karena pengaruh panas mesin, oksidasi serta kontaminasi partikel lain.

Salah satu contoh hasil pengujian lab minyak lumas. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis).



Dalam prakteknya di lapangan, penggunaan minyak lumas diatas kapal dapat dimaksimalkan dengan melakukan penanganan yang baik. Penanganan yang baik adalah dengan,
  • Melakukan advance treatment terhadap minyak lumas dengan mengoperasikan LO purifier 
  • Melakukan penggantian secara berkala. Atas alasan ekonomi, kondisi ini dapat dilakukan secara rutin apabila jumlah minyak lumas mesin tidak terlalu banyak. Apabila minyak lumas mesin dalam jumlah ynag banyak tentunya akan menjadi sangat tidak ekonomis apabila harus melakukan penggantian dalam waktu yang relatif singkat.

Diatas kapal, pada umumnya poin nomor satu dan dua diatas menjadi prioritas untuk menjamin kualitas minyak lumas dalam kondisi yang baik. Terhadap hasil pengujian lab minyak lumas, ada beberapa kondisi yang harus dipahami kaitannya dengan tindakan selanjutnya yang harus dilakukan.

Pada umumnya beberapa kondisi terkait dengan hasil uji lab minyak lumas adalah sebagai berikut,


Total Base Number (TBN) terlalu tinggi,.

TBN dalam minyak lumas dimaksudkan untuk mengendalikan korosi (nyatanya korosi tidak dapat dihilangkan) yang terjadi dalam mesin. TBN yang terlalu tinggi pada umumnya terjadi pada fresh oil atau minyak lumas baru. Nilai yang terlalu tinggi akan menghalangi pembentukan oil film pada permukaan komponen mesin (misalnya pada permukaan cylinder liner).


Total base number (TBN) terlalu rendah

Dalam prakteknya dilapangan, TBN cenderung akan mengalami penurunan nilai dari angka normalnya. Penurunan kadar basa minyak lumas dikarenakan oleh beberapa hal yaitu,

  • Penggunaan bahan bakar dengan kadar sulphur yang lebih tinggi.
  • Terjadinya blow by gas karena keausan permukaan antara piston ring dengan silinder liner. 
  • Jumlah minyak lumas dalam tangki yang kurang.
  • Adanya kontaminasi komponen eksternal (seperti air, bahan bakar atau sejenisnya) yang menyebabkan kerusakan zat aditif minyak lumas
  • Kekurangan top-up (penambahan). Kondisi ini biasanya terjadi karena secara visual kondisi minyak lumas baik dan volumenya stabil dan/atau bertambah karena kontaminasi komponen eksternal (misal, kebocoran air pendingin atau bahan bakar). 

reaksi asam hasil pembakaran mesin, kontaminasi air (apabila ada indikasi kebocoran air pendingin) serta kemungkinan pengaruh overheat mesin.


TBN yang turun akan mempengaruhi fungsinya untuk menetralisir kadar asam yang dihasilkan dari pembakaran. Akibatnya akan terjadi beberapa hal diantaranya,

    • Asam hasil pembakaran tidak dapat dinetralisir dengan baik sehingga pengaruh korosi akan semakin tinggi.
    • Kualitas minyak lumas turun dan dikategorikan sebagai "kerusakan minyak lumas".
    • Minyak lumas akan menjadi lebih kotor sehingga akan memungkinkan untuk terjadinya,
      • Kotoran yang terbentuk dapat menyumbat saluran kapiler minyak lumas. Sehingga minyak lumas tidak dapat mengalir.
      • Kotoran yang terbentuk menumpuk pada celah piston ring groove yang akan mempercepat keausan piston ring dan silinder liner.
      • Kotoran yang terbentuk memungkinkan akan membentuk deposit berbentuk padat yang dapat menyebabkan kerusakan pada bearing.

 Tindakan apabila ditemukan TBN yang rendah adalah dengan melakukan identifikasi penyebab turunnya kadar TBN tersebut (sesuai dengan lima sebab diatas) dan melakukan top-up dengan harapan akan meningkatkan kadar kandungan basa pada minyak lumas.

Pelumas adalah zat kimia cair yang diberikan pada dua benda yang bergerak untuk mengurangi gesekan (friction) dan meredam energi panas saat kedua permukaan benda saling bergesekan. Menurut pengertian diatas, fungsi dasar pelumas setidaknya ada dua yaitu,
  • Mengurangi gesekan antar dua permukaan benda yang besentuhan.
  • Mendinginkan / meredam panas yang dihasilkan dari gesekan kedua benda yang bersentuhan.
Dalam operasional permesinan, fungsi pelumas sangat dibutuhkan. Dari kedua fungsi tersebut diatas, maka dipastikan dapat memperpanjang usia pakai mesin.


Eneos, salah satu jenis minyak lumas yang dipakai diatas kapal. (Foto by : Dokumentasi pribadi penulis)

Oleh pabrik yang melakukan fabrikasi, minyak lumas yang dipakai sebagai lubricating oil mengandung beberapa sifat dasar dan jenis zat aditif. Yaitu,
  • Viskositas adalah istilah kekentalan minyak lumas. Viskositas ini diukur dengan nilai angka. Semakin tinggi angka viskositas suatu minyak lumas, menandakan semakin kental zat cair tersebut. Demikian juga sebaliknya.
  • Total base number (TBN) adalah jumlah kandungan basa dalam minyak lumas untuk menetralisir kandungan asam dari pembakaran serta untuk menjamin kebersihan mesin.
  • Total acid number (TAN) adalh jumlah kandungan asam dalam minyak lumas.
  • Anti oxidant adalah jenis aditif untuk mencegah terjadinya oksidasi dalam mesin. Oksidasi dalam mesin tentu aangat dihindarkan karena dapat mempercepat kerusakn bahan penyusun mesin. 
  • Detergent adalah jenis aditif yang digunakan untuk menjaga permukaan metal mesin dan komponen lainnya terhindar dari kotoran.
  • Dispersant adalah jenis aditif yang bekerja mengendalikan kotoran / jenis kontaminasi lain agar terdispresi secara merata dalam pelumas.
  • Anti karat / anti korosi berfungsi untuk mencegah terjadinya korosi pada bagian metal mesin.
  • Anti wear digunakan untuk mencegah keausan karena gesekan yang berlebih pada mesin.
  • Pour point dispersant adalah zat aditif yang akan menekan titik beku pelumas agar mudah mengalir pada suhu rendah.
  • Friction modifier adalah jenis zat aditif yang digunakan untuk meningkatkan kelicinan dari oil film yang terbentuk.
  • Anti foam digunakan untuk mencegah / mengurangi terbentuknya busa pada saat mesin beroperasi.
  • Metal deactifator adalah jenis zat aditif yang digunakan untuk mencegah terjadinya efek katalis dari partikel keausan mesin sehingga dapat mencegah akselerasi proses oksidasi pelumas.
Dalam transportasi laut, istilah "knot" menjadi sangat sering diperdengarkan. Knot adalah satuan kecepatan kapal laut. Lain cerita dengan transportasi darat yang pada umumnya menggunakan satuan kecepatan dengan Km/jam (kilometer per-jam) atau Kph (kilometer per hour).
Pada dasarnya, penggunaan satuan knot merupakan penyesuaian penggunaan perhitungan satuan pokok yang menjadi unsur perhitungannya. Knot merupakan satuan turunan dari perhitungan jarak (dalam satuan Nautical-mile) yang berbanding terbalik dengan waktu (dalam satuan jam).

Apabila disederhanakan, maka diformulasikan dengan rumusan berikut ini,

Kecepatan = Jarak ÷ Waktu

Atau

Knot = Nautical Mile ÷ Jam

Jarak yang dituliskan dengan satuan Nautical Mile (Nm). (Konversi satuan 1 Nm = 1,852 Km).
Waktu yang dituliskan dengan satuan jam.

Berdasarkan rumusan diatas maka dapat diterjemahkan bahwa satu knot adalah jarak tempuh sejauh satu nautical mile dalam satu jam.

Tampilan Radar kapal dengan kecepatan 20 Knot. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Sebagai contoh diatas, kapal memiliki kecepatan laut 20 knot, artinya kapal menempuh jarak 20 Nautical mile dalam satu jam.

Apabila dikonversikan dengan satuan lain, maka dapat diartikan, kapal menempuh jarak sejauh 37,04 Km (20 x 1,852) dalam satu jam. Atau kecepatan kapal adalah 37.04 Km/jam.
Dalam proses pengisian BBM diatas kapal ada beberapa kendala yang mengakibatkan kurangnya jumlah BBM yang diterima diatas kapal. Dilapangan, kurangnya jumlah BBM yang diterima diatas kapal dikenal dengan istilah supply shortage atau secara singkat disebut dengan istilah short.

Supply shortage yang diterima diatas kapal pada umumnya disebabkan oleh beberapa kondisi diantaranya,
  • Kesalahan perhitungan awal. Kesalahan ini mungkin terjadi baik pada sisi bunker barge maupun kapal penerima.
  • Ketidaksesuaian tera flow-meter yang digunakan untuk menghitung jumlah BBM yang telah dipindahkan. Dalam prakteknya dilapangan, kondisi ini mungkin terjadi apabila alat dalam kondisi tidak baik atau "sengaja dibuat tidak baik".
  • Perbuatan oknum bunker barge yang "menciptakan cappuccino bunker pada saat proses pengisian BBM.
Dalam artikel ini, penulis akan menguraikan kondisi poin ke-tiga, cappuccino bunker.

Cappuccino bunker adalah istilah kecurangan dalam proses pengisian bahan bakar dengan "tipuan" meningkatkan volume dalam tangki (meningkatkan tinggi level sounding) menggunakan busa (foaming) dengan cara menambahkan udara dan/atau bahan kimia kedalam bahan bakar pada saat proses pumping dari bunker barge ke kapal.
Busa yang terbentuk pada permukaan atas bahan bakar akan memberikan kesan jumlah bahan bakar yang banyak / level sounding tangki yang tinggi. Sedangkan nyatanya busa yang terbentuk ini adalah wujud kecurangan dalam proses bunker. Artinya, apabila busa pada permukaan atas bahan bakar telah hilang, akan terbaca actual volume tangki dalam kondisi supply shortage.

Busa pada meter sounding dalam kejadian cappucinno bunker. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Kondisi tersebut diatas tentunya akan merugikan pihak kapal yang menerima.

Dalam proses bunker diperlukan ketelitian pemeriksaan sebelum, dalam proses dan setelahnya. Hal ini dimaksudkan supaya dapat memperlancar operasional kapal pada umumnya. Salah satunya dimaksudkan untuk menghindari terjadinya temuan cappucinno bunker.

Cappucinno bunker dapat teridentifikasi dengan beberapa cara berikut ini,
  • Meter sounding ditemukan busa. Pada saat melakukan pemeriksaan volume BBM di bunker barge, ditemukan busa pada meter sounding.
  • Pemantauan dari manhole cover untuk cargo tank bunker barge ditemukan adanya busa pada permukaan atasnya.
  • Bunker hose tidak stabil pada saat proses pumping.
  • Tekanan kerja pompa yang terbaca pada bunker manifold tidak stabil.
  • Flow rate lebih rendah dari kondisi normal.
  • Cargo pump bekerja dengan suara yang tidak normal.

Dalam prakteknya dilapangan, apabila kita menemukan beberapa indikasi tersebut diatas, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menjamin terhindar dari kecurangan pihak bunker barge yang menghendaki keuntungan sepihak.
Asuransi merupakan perjanjian pertanggungan dua belah pihak antara perusahaan asuransi dengan pihak debitur yang diwajibkan membayarkan polis pertanggungan sesuai dengan jenis tanggungan berbentuk polis yang disepakati bersama dalam perjanjian awal kerja.

Kapal merupakan alat angkutan laut dengan resiko tinggi yang selalu mobile menjadi salah satu alasan terbitnya asuransi laut.
Dalam operasional kapal, terdapat beberapa jenis asuransi laut yang digunakan oleh perusahaan pelayaran. Beberpa jenis asuransi tersebut dipilih oleh perusahaan pelayaran tentunya berdasar pada  berbagai alasan yang menyesuaikan dengan kondisi kapal yang dimiliki/dioperasikannya.

Terdapat tiga jenis asuransi laut yang sering digunakan yaitu,
  • Hull & Machineries Insurance
  • Cargo insurance
  • Protection and Idemnity (P & I) Insurance
Tiga jenis asuransi laut yang sering digunakan dengan penjabaran sebagai berikut,


Kapal yang sedang melakukan perawatan di area dockyard. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Hull & Machineries Insurance
Adalah jenis asuransi laut yang secara umum meng-"cover" kerugian fisik atau kerusakan pada lambung kapal, permesinan kapal, beberapa peralatan penunjang diatas kapal serta efek kerugian yg diterima oleh awak kapal dan/atau penumpang.

Jenis asuransi laut ini meng-cover beberapa kriteria diantaranya,
  • Total loss diberikan apabila kapal mengalami musibah tenggelam.
  • Repair cost diberikan pada saat kapal sedang melaksanakan perbaikan diatas dock yard.
  • General average diberikan pada saat kondisi khusus kepada kapal yang melakukan penyelamatan "ship & cargo" pada saat kondisi darurat.
  • Salvage charge diberikan pada saat kapal sedang melakukan penyelamatan terhadap kapal lain yang mengalami kondisi darurat
  • Collision liability diberikan kepada kapal lawan yang mengalami kerusakan fisik kapal dan muatannya.

Cargo Insurance
Adalah jenis asuransi laut yang akan menanggung kerugian fisik dan kerusakan muatan pada saat proses pemindahan. Asuransi ini mulai aktif pada saat muatan mulai keluar dari warehouse tempat asal sampai dengan tiba di warehouse tempat tujuan. Jaminan asuransi ini menanggung perjalanan muatan walaupun berpindah-pindah menggunakan moda transportasi lain misalnya dimulai menggunakan truk, kereta api, kapal dan kembali menggunakan truk sampai dengan tiba di warehouse tujuan.

Dalam prakteknya dilapangan, penerapan cargo insurance ini memiliki special conditions terkait dengan jenis muatan yang ditanggungkan. Jenis kondisi khusus tersebut biasanya berlaku untuk refrigerated cargo, automobiles & used goods. Selain special conditions, pada cargo insurance ini, ada beberapa poin yang disepakati oleh kedua belah pihak menyesuaikan kondisi, asal dan tujuan muatan tersebut.

Protection and Idemnity (P & I) Insurance
P&I insurance memiliki cakupan pertanggung jawaban yang lebih luas dibandingkan dengan jenis aruransi sebelumnya. Sebagai contoh, jenis asuransi ini dapat menjamin pertanggungan untuk,
  • Kerusakan muatan
  • Kerusakan konstruksi kapal karena tubrukan
  • Kerusakan properti kapal
  • Klaim crew kapal serta pekerja lainnya (kematian dan/atau kecelakaan)
  • Polusi dari kapal
  • Klaim lainnya (wreck removal, general average dll)

Jenis - jenis asuransi laut tersebut diatas adalah dengan penjelasan yang umum. Terkait dengan pelaksanaanya di lapangan, ada beberapa detail yang disetujui bersama oleh kedua belah pihak dan menjadi catatan perjanjian yang mengikat.

MARPOL 73/78 Annex VI mengatur tentang pencegahan pencemaran polusi udara dari kapal. Pada tahun 2011, setelah mengalami proses dan perdebatan yang cukup panjang, IMO mengadopsi penerapan mandatori teknis dan optimalisasi pemanfaatan efisiensi energi dari emisi gas buang kapal. Penerapan Annex VI secara internasional dimulai pada 01 Januari 2013.

Emisi gas buang kapal menjadi perhatian yang sangat serius oleh IMO. Hal ini menjadi sebuah kewajaran yang harus dipenuhi oleh armada kapal yang sifatnya mobile dari suatu daerah ke daerah lain bahkan berpindah dari satu negara menuju negara yang lain.

Dalam kaitannya dengan penerapan Annex VI ini, hal yang menjadi perhatian adalah dua hal yaitu emisi gas buang dari sisa pembakaran mesin kapal dan persyaratan kualitas bahan bakar yang digunakan diatas kapal. Emisi gas buang dari sisa pembakaran mesin mengatur tentang kandungan kimiawi pada gas buang mesin. Kandungan kimiawi yang dimaksud diantaranya adalah SOx, NOx, ODS, VOC. Yang kedua, kualitas bahan bakar yang dimaksud adalah sangat erat kaitannya dengan kandungan kimiawi bahan bakar tersebut. Kandungan kimiawi tersebut diantaranya adalah SOx, PM dan NOx.


Ship's funnel yang mengalirkan gas buang sisa pembakaran ke udara luar. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Dalam Annex VI ini, sangat erat kaitannya dengan Sulphur Emissoin Control Areas (SECAs) dan  Emission Control Areas (ECAs). Kedua istilah tersebut memiliki pengertian area laut yang mengatur tentang minimal emisi yang boleh dilepaskan ke udara bebas dari sisa gas buang kapal.

Wilayah laut yang masuk dalam SECAs diantaranya adalah,
  • North sea sebelah selatan garis lintang 62' N dan sisi timur garis bujur 4'W
  • Skagerrak, dengan penentuan garis lintang 57' 44.8''N
  • English Channel dan pendekatannya menuju sisi timur mendekati garis bujur 5'W dan sisi utara pada garis lintang 48'30N
pada umumnya wilayah SECAs ini meliputi negara Prancis, Inggris, Norwegia, serta negara - negara eropa sekitarnya.

Penerapan ECAs mencakup wilayah negara yang lebih luas dibandingkan dengan SECAs. Wilayah ECAs meliputi Baltic sea, North sea, North America ECA, US Caribbean ECA serta beberapa wilayah di benua Asia dan Australia yang telah ditambahkan melalui protokol Annex VI.

Salah satu kandungan kimiawi yang menjadi perhatian khusus adalah besaran nilai belerang (sulphur) dalam bahan bakar. Telah disepakati, untuk mengendalikan emisi gas buang maka kandungan sulphur bahan bakar harus diminimalkan sesuai dengan batasan yang telah ditentukan. Berdasarkan timeline batasan kandungan sulphur dalam bahan bakar adalah sebagai berikut,
  • Sebelum 01 Juli 2010, sulphur limits adalah 1.50% m/m
  • Antara 01 Juli 2020 sampai dengan 01 Januari 2015, sulphur limits adalah 1.00% m/m
  • setelah 01 Januari 2015, sulphur limits adalah 0.10% m/m
Kandungan sulphur yang tinggi selain berdampak terhadap penurunan kualitas udara atau mempengaruhi pencemaran lingkungan, juga akan berdampak buruk terhadap struktur fisik mesin. Kandungan belerang yang terbakar ini akan menghasilkan sifat asam dalam ruang bakar mesin. Hasilnya, kandungan asam dalam ruang bakar mesin yang terlalu tinggi, dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap kerusakan material logam mesin. Kerusakan yang dimaksud adalah pengaruh korosi material logam.
Demikian pentingnya mengendalikan besarnya kandungan belerang dalam bahan bakar.

Pada umumnya, selain melalui labolatory analysis, kandungan sulphur juga telah dicantumkan dalam bunker receipt atau Bunker Delivery Notes (BDN).

Penerapan Annex VI dan inspeksi yang dilakukan oleh flag states adalah dengan melakukan pengujian sample bahan bakar yang ada pada fuel system. Sample bahan bakar yang diambil selanjutnya akan diuji secara langsung menggunakan analizer yang dibawa oleh inspector diatas kapal. Apabila pemeriksaan secara langsung ini didapatkan hasil yang kurang baik, selanjutnya bahan bakar akan dikirimkan ke labolatory untuk dilakukan lab analysis sehingga kandungan kimiawi bahan bakar padat terurai dan tercatat dengan rinci. Hasil pengujian menggunakan analizer selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil lab analysis.
Apabila didapatkan hasil yang baik dalam pemeriksaan diatas kapal, maka flag states akan menerbitkan sertifikat IAPP (International Air Pollution Prevention).

Emergency bilge suction valve adalah katup hisap got darurat yang terpasang dikamar mesin dan penataannya pada sistem pendingin air laut utama (main line cooling sea water system for main engine). Katup hisap got darurat ini difungsikan saat terjadi kebocoran yang masuk kedalam kompartemen kapal sisi kamar mesin. 

Emergency bilge suction valve terpasang tanpa melewati suction filter CSW pump. Kondisi ini dimaksudkan untuk menjamin terciptanya in-line system menghisap got kamar mesin dengan cepat (tanpa ada kendala hambatan hisapan pada suction filter. Dengan cepatnya proses hisapan pompa maka dimaksudkan akan dapat menghindari resiko kapal tenggelam karena selisih debit antara jumlah air yang masuk dalam kapal dengan volume yang dipompa keluar kapal.

Emergency bilge suction valve yang ada diatas kapal. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis).


Ada beberapa hal khusus yang ada pada emergency bilge suction valve, diantaranya adalah

  1. Penataan valve pada instalasi main cooling sea water system. Penataan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pump rate terbesar dibanding dengan pompa-pompa air laut yang lainnnya.
  2. Tidak dipasangkan suction filter pada sisi hisap pompa.
  3. Penggunaan dan/atau pengujian fungsi dari valve ini, dilakukan dengan cara membuka emergency bilge suction valve dan menutup suction valve for sea water cooling secara bersamaan. Kondisi ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya resiko "masuk angin" pada awal pengoperasian pompa.
  4. Terdapat selisih jarak pemasangan antara dasar lantai got dengan ujung pipa hisap sebesar 10-20 cm.
  5. Besar pipa hisap got adalah sama dengan pipa pendingin air laut yang terpasang.
  6. Jenis non-return valve yang menjamin kekedapan instalasi isapan pompa.
  7. Dipasangkan untuk pump-out pada saat kamar mengalami banjir (flooding), baik dari kebocoran pipa maupun kebocoran lambung kapal.
  8. Pada dasarnya diidentifikasi dengan warna hitam - merah dan terdapat tanda penamaan emergency bilge suction valve pada body valve atau area sekitarnya.

Diatas kapal, ada beberapa jenis alat ukur tekanan/vacum untuk mengetahui nilai tekanan dan/atau vacum suatu sistem yang bekerja. Pada prakteknya dilapangan, para operator akan menemui beberapa jenis alat ukur tekanan sesuai dengan fungsinya.

Pada skala alat ukur tekanan, tidak jarang akan ditemukan cairan bening yang "merendam" needle scale. Cairan yang dimaksud dinamakan glycerin.

Glycerin adalah cairan bening tidak berwarna, tidak berbau dan pada dasarnya memiliki rasa manis. Dalam rumusan kimiawi, glycerin memiliki rumus molekul C3H8O3.

Pressure gauge dengan isian liquid didalamnya. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis.

Sifat dasar dari glycerin adalah menyerap kelembaban, hydrogen sulfida, hydrogen sianida dan sulfur dioksida dari udara.

Penggunaan glycerin pada alat ukur memiliki tujuan untuk meredam getaran (absorb vibration) yang diterima oleh jarum penunjuk sehingga akan menjamin akurasi hasil ukur. Jarum penunjuk akan stabil untuk menunjukkan hasil pengukuran. 
Selain memiliki nilai akurasi yang tinggi, alat ukur dengan jenis ini juga akan lebih panjang usia pakainya.


Pernah tersurat dari harunya perasaan yang tersirat pada kala itu di media Suara Merdeka, 27 September 2012






Salah satu "big dolphin" milik PT. Dharma Lautan Utama (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis).


Langkah awal menjalin kisah bersama yang akan "ditolak" oleh waktu untuk melawan lupa.

 

Blade CPP dalam proses perawatan pada saat pelaksanaan docking. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Dokumentasi pengujian blade CPP pada saat kapal docking. (Video by: Dokumentasi pribadi penulis)

Pada saat kapal melakukan perawatan tahunan (docking) ada beberapa bagian kapal yang berada di bawah garis air (BGA) yang perlu perawatan secara khusus. Salah satu bagian yang menjadi perhatian khusus selama melaksanakan docking adalah sistem propulsi (propultion system). Sistem penggerak kapal yang dimaksud meliputi propeller blade, propeller shaft, bantalan dan sistem pelumasan propeller shaft serta thruster propeller (baik bow thruster maupun stern thruster). 

Selain untuk melakukan perawatan dan/atau perbaikan (apabila ada temuan kerusakan), perawatan terhadap propultion system juga menjadi salah satu item pemeriksaan yang telah ditentukan oleh biro klasifikasi. Bentuk regulasi yang teah ditentukan oleh biro klasifikasi berbentuk class survey yang dilakukan secara berkala.



Visualisasi proppeller blade & daun kemudi sebelum dilakukan perawatan. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Terhadap propultion system yang ada diatas kapal, ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemantauan dan perawatan pada saat kapal melaksanakan docking.

  1. Scrapping & sand blasting. Proses ini menjadi tahapan awal sebelum melakukan perawatan lebih lanjut. Scrapping adalah tahapan awal yang dilakukan untuk membersihkan permukaan kapal dari kerang, tiram atau biota laut padat lainnya yang menempel pada permukaan lambung kapal. Setelah dilakukan proses scrapping maka proses pembersihan selanjutnya adalah sand blasting. Sand blasting adalah proses pembersihan permukaan lanjutan yang memanfaatkan "tembakan" pasir bertekanan pada permukaan lambung kapal. Tembakan pasir bertekanan dimaksudkan dapat menjangkau celah terkecil yang ada pada lipatan lambung kapal sehingga proses perawatan dapat dilakukan dengan maksimal (khususnya sebelum melakukan perawatan pengecatan).
  2. Pemeriksaan permukaan propeller blade. Pemeriksaan permukaan dimaksudkan untuk menjamin keutuhan permukaan propeller blade dari resiko korosikavitasi, dan kerusakan yang bersifat destruktif karena tubrukan atau hantaman benda keras lainnya saat dilaut (misal balok kayu, pipa atau sejenisnya). Pemeriksaan permukaan menjadi sangat penting, selain secara langsung berpengaruh terhadap kecepatan kapal, juga akan berpengaruh secara langsung terhadap adanya vibration atau getaran yang akan diterima secara langsung oleh mesin dan pada umumnya juga akan dirasakan seluruh kapal. Tentunya getaran yang berlebih akan sangat berpengaruh terhadap keausan komponen penggerak kapal diantaranya propeller bearing, shaft bearing, main bearing engine dan yang lainnya.
  3. Pemeriksaan pangkal propeller shaft. Pemeriksaan ini dapat dilakukan langsung secara visual untuk menjamin ada atau tidaknya belitan jaring nelayan pada propeller shaft
  4. Pemeriksaan kebocoran minyak lumas hidrolis dan pengujian derajat CPP. Untuk kapal dengan propultion system jenis controlable pitch propeller (CPP), maka juga perlu dilakukan pemeriksaan kebocoran minyak lumas hidrolis penggerak blade propeller. Pemeriksaan kebocoran minyak lumas hidrolis dapat dilakukan secara bersamaan dengan pengujian derajat CPP pada setiap tingkat kecepatan sesuat dengan yang tertulis dalam engine speed table. Pengujian derajat CPP harus disinkronisasi antara yang terbaca pada local side, engine side dan blade angle indicator (baik yang ada di anjungan maupun yang ada di engine control room).
  5. Pengukuran shaft clearance. Pada umumnya pengukuran ini dilakukan oleh pihak galangan. Hasil pengukuran celah poros ini menjadi salah satu dokumen yang akan dilaporkan kepada pihak biro klasifikasi. Pengukuran shaft clearance dapat dilakukan dengan menggunakan feeler gauge atau menggunakan shaft weardown. Penggunaan salah satu dari alat ukur tersebut adalah menyesuaikan dengan konstruksi shaft housing & shaft bearing.
  6. Pemasangan zink anode pada permukaan shaft housing. Pemasangan zink anode ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya korosi berlebihan yang terjadi pada permukaan propeller blade, propeller shaft dan permukaan disekitarnya.
  7. Pelapisan cat pada permukaan propeller blade. Dengan dilakukan pelapisan menggunakan cat pada permukaan propeller blade maka dimaksudkan akan mengurangi resiko kerusakan karena korosi dan kavitasi.




Dokumentasi pekerjaan perawatan dan pemeriksaan poros propeller. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008 pengertian kapal  adalah  kendaraan  air  dengan  bentuk  dan  jenis tertentu,  yang  digerakkan  dengan  tenaga  angin,  tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah  permukaan  air,  serta  alat  apung  dan  bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Untuk mengurangi penurunan performance pada usia pakai kapal yang semakin bertambah, maka perlu dilakukan perawatan dan/atau perbaikan secara berkala. Sebagai operator alat transportasi air, maka setiap pelaut harus memahami tentang teori perawatan dan perbaikan. Hal tersebut menjadi sangat penting karena merupakan dasar pengetahuan untuk melaksanakan perawatan guna menjamin kelancaran operasional kapal pada umumnya.


Kondisi propeller blade. (Foto by: dokumentasi pribadi penulis)



Salah satu perawatan kapal yang dilakukan berkala dalam hitungan tahun adalah aktifitas docking (penge-dok-an). Pelaksanaan docking dimaksudkan untuk melakukan perawatan kapal secara menyeluruh meliputi konstruksi lambung, permesinan, peralatan dan perlengkapan guna memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal. 

Beberapa tahapan yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah docking adalah sebagai berikut,

  1. Pembuatan time schedule pelaksanaan docking. Poin ini merupakan jenis perencanaan yang harus dilakukan sebelum melaksanakan docking. Pembuatan jadwal pengedokan dilakukan kaitannya dengan menyesuaikan dock-space yang ada di tempat docking. Selain itu juga hal yang tidak kalah pengtinya adalah menyesuaikan anggaran yang dibutuhkan selama proses perawatan.
  2. Pembuatan repair list docking. Daftar perawatan yang disusun ini merupakan semua jenis pekerjaan yang ada kaitanya dengan konstruksi lambung, permesinan serta peralatan penunjang operasional kapal yang lainnya.
  3. Survey atas repair list docking yang telah selesai disusun. pelaksanaan survey ini tentunya dilakukan oleh pihak - pihak yang berkepentingan yaitu pihak operator kapal (yang mungkin diwakili oleh awak kapal atau owner surveyor) serta pihak pelaksana pekerja (yang biasanya merupakan vendor pelaksana proyek). Survey pekerjaan yang tertulis tentunya merupakan sarana komunikasi dan koordinasi antara pihak kapal dan pihak pekerja proyek.
  4. Penyiapan rencana kebutuhan logistik kapal meliputi kebutuhan BBM (bahan bakar minyak), air tawar, minyak lumas dan yang lainnya.
  5. Terkait dengan pelaksanaan perawatan selama docking, dilakukan inventarisasi laporan docing diantaranya meliputi,
    • laporan hasil pengukuran clearance poros kemudi dan poros propeller.
    • laporan pengukuran jangkar dan rantai jangkar (termasuk pengukuran berat jangkar).
    • laporan aktifitas kerja selama docking.
    • laporan pemakaian spare parts yang dilakukan selama pekerjaan overhaul mesin dan juga perawatan kelistrikan.
    • laporan pemakaian material konstruksi (termasuk penggunaan material plat dan pipa - pipa).
    • laporan pengukuran clearance komponen permesinan diantaranya pengukuran piston & ring piston, pengukuran web-deflectionpengukuran exhaust valvepengukuran diameter dalam silinder linerpengukuran clearance main & crank pin bearing, dan pengukuran yang lainnya.
    • laporan kelistrikan meliputi laporan pengukuran tahanan isolasi / megger test.
    • laporan inventaris kapal. Laporan yang dimaksud harus disesuaikan antara stok yan ada dikapal, jumlah yang dibutuhkan, jumlah yang dipakai dan ssa yang masih ada diatas kapal setelah digunakan.
    • laporan evalusai secara menyeluruh kaitannya dengan pelaksanaan pekerjaan docking.
    • laporan - laporan yang ada kaitannya dengan klasifikasi dan sertifikasi kapal.

Pada umumnya, mesin diesel pembakaran dalam (internal combustion diesel engine) yang ada diatas kapal dimanfaatkan sebagai penggerak utama kapal dan penggerak generator yang menghasilkan energi listrik. Pada dasarnya kinerja mesin harus dipastikan dalam kondisi baik dan terjaga secara berkelanjutan untuk menjamin kelancaran operasional kapal pada umumnya.
Seiring dengan bertambahnya usia pakai mesin (life time) dan kondisi pemakaian, tidak jarang mesin akan mengalami penurunan performance dan beberapa kendala operasional.

Kendal - kendal selama operasional harus diminimalkan. Kendala yang bersifat kerusakan harus segera diperbaiki, kendala yang bersifat penurunan engine performance harus segera ditangani untuk menjamin kelancaran operasional  dan kehandalan mesin.

Dalam beberap kondisi, apabila engine running dalam kondisi abnormal, maka engine harus dapat dengan segera untuk dimatikan. Tindakan ini dilakukan mengaktifkan tombol emergency stop engine. Menghentikan operasinal mesin dengan segera dimaksudkan untuk menjamin kemanan operasional mesin dan meminimalkan resiko terusakan berlebih pada mesin dan komponen-komponennya.

Sebagai operator mesin diatas kapal, maka harus mempertimbangkan resiko tersebut diatas (walaupun nyatanya kondisi tersebut sangat tidak dikehendaki). Selain mengetahui fungsi emergency stop engine, hal yang wajib supaya dapat bertindak dengan cepat adalah dengan memahami posisi dari tombol emergency stop engine tersebut. 
Pada umumnya, tombol emergency stop engine terletak pada beberapa titik diantaranya,
  1. Board panel anjungan kapal.
  2. Board panel engine control room.
  3. Local side engine.
  4. Pada beberapa jenis kapal, juga dipasangkan di pintu masuk engine room.


Tombol emergency stop engine (warna merah) yang ada di board panel engine control room. Foto by : Dokumentasi pribadi penulis.


Beberapa kondisi yang mewajibkan untuk memfungsikan emergency stop engine adalah sebagai berikut,
  1. Putaran mesin naik/meningkat secara menerus dengan sendirinya tanpa dapat dikendalikan oleh operator / controler.
  2. Turbocharger running dalam kondisi tidak normal. Tidak normal yang dimaksud adalah adanya kemungkinan terjadinya over-heat, over-vibration dan/atau over-noise.
  3. Tekanan minyak lumas turun sampai dengan batas low pressure alarm trip.
  4. Temperatur air tawar pendingin naik dengan cepat dan sistem pendingin tidak mampu menyerap panas mesin.
  5. Resiko terjadinya oil mist alarm atau scavange fire pada saat engine running.
  6. Engine running dengan kondisi over-vibration dan/atau over-noise.
  7. Bearings dan komponen bergerak yang lainnya dalam kondisi over-heat.

Langkah apabila mengaktifkan emergency stop engine adalah sebagai berikut,
  1. Tekan tombol emergency stop engine.
  2. Hindari untuk membuka crankcase door secara langsung seketika setelah engine stop. Kondisi ini akan sangat berbahaya dan memungkinkan terjadinya back-fire.
  3. Pertahankan pompa air tawar pendingin dan pompa minyak lumas tetap running selama kurang lebih 15 - 20 menit. Air tawar pendingin dan minyak lumas yang tetap bersirkulasi memungkinkan terjadinya proses perpindahan panas (heat transfer) sehingga temperatur mesin akan ada pada kondisi normal.
  4. Apabila mesin menggunakan bahan bakar jenis marine fuel oil (MFO), maka tindakan yang perlu dilakukan adalah segera mengganti supply bahan bakar menggunakan marine diesel oil (MDO). Atau apabila tidak memungkinkan melakukan fuel change over, maka dapat tetap menggunakan bahan bakar jenis MFO tetapi dengan tetap memfungsikan fuel oil heater dan fuel oil circulating pump. Tindakan ini menjadi sangat penting untuk menghindari sumbatan bahan bakar dalam sistem apabila temperatur telah turun.
  5. Selanjutnya lakukan identifikasi atas ketidaknormalan kondisi mesin.

Sketsa fuel injection pump untuk main engine two stroke diesel engine.



Video: Proses pemeriksaan fuel injection valve.

 


Video: Proses Lapping Exhaust Valve NKK SEMT Pielstick 12PC 6V, 19.800 HP