Just another free Blogger theme

Dalam transportasi laut, istilah "knot" menjadi sangat sering diperdengarkan. Knot adalah satuan kecepatan kapal laut. Lain cerita dengan transportasi darat yang pada umumnya menggunakan satuan kecepatan dengan Km/jam (kilometer per-jam) atau Kph (kilometer per hour).
Pada dasarnya, penggunaan satuan knot merupakan penyesuaian penggunaan perhitungan satuan pokok yang menjadi unsur perhitungannya. Knot merupakan satuan turunan dari perhitungan jarak (dalam satuan Nautical-mile) yang berbanding terbalik dengan waktu (dalam satuan jam).

Apabila disederhanakan, maka diformulasikan dengan rumusan berikut ini,

Kecepatan = Jarak ÷ Waktu

Atau

Knot = Nautical Mile ÷ Jam

Jarak yang dituliskan dengan satuan Nautical Mile (Nm). (Konversi satuan 1 Nm = 1,852 Km).
Waktu yang dituliskan dengan satuan jam.

Berdasarkan rumusan diatas maka dapat diterjemahkan bahwa satu knot adalah jarak tempuh sejauh satu nautical mile dalam satu jam.

Tampilan Radar kapal dengan kecepatan 20 Knot. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Sebagai contoh diatas, kapal memiliki kecepatan laut 20 knot, artinya kapal menempuh jarak 20 Nautical mile dalam satu jam.

Apabila dikonversikan dengan satuan lain, maka dapat diartikan, kapal menempuh jarak sejauh 37,04 Km (20 x 1,852) dalam satu jam. Atau kecepatan kapal adalah 37.04 Km/jam.
Dalam proses pengisian BBM diatas kapal ada beberapa kendala yang mengakibatkan kurangnya jumlah BBM yang diterima diatas kapal. Dilapangan, kurangnya jumlah BBM yang diterima diatas kapal dikenal dengan istilah supply shortage atau secara singkat disebut dengan istilah short.

Supply shortage yang diterima diatas kapal pada umumnya disebabkan oleh beberapa kondisi diantaranya,
  • Kesalahan perhitungan awal. Kesalahan ini mungkin terjadi baik pada sisi bunker barge maupun kapal penerima.
  • Ketidaksesuaian tera flow-meter yang digunakan untuk menghitung jumlah BBM yang telah dipindahkan. Dalam prakteknya dilapangan, kondisi ini mungkin terjadi apabila alat dalam kondisi tidak baik atau "sengaja dibuat tidak baik".
  • Perbuatan oknum bunker barge yang "menciptakan cappuccino bunker pada saat proses pengisian BBM.
Dalam artikel ini, penulis akan menguraikan kondisi poin ke-tiga, cappuccino bunker.

Cappuccino bunker adalah istilah kecurangan dalam proses pengisian bahan bakar dengan "tipuan" meningkatkan volume dalam tangki (meningkatkan tinggi level sounding) menggunakan busa (foaming) dengan cara menambahkan udara dan/atau bahan kimia kedalam bahan bakar pada saat proses pumping dari bunker barge ke kapal.
Busa yang terbentuk pada permukaan atas bahan bakar akan memberikan kesan jumlah bahan bakar yang banyak / level sounding tangki yang tinggi. Sedangkan nyatanya busa yang terbentuk ini adalah wujud kecurangan dalam proses bunker. Artinya, apabila busa pada permukaan atas bahan bakar telah hilang, akan terbaca actual volume tangki dalam kondisi supply shortage.

Busa pada meter sounding dalam kejadian cappucinno bunker. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Kondisi tersebut diatas tentunya akan merugikan pihak kapal yang menerima.

Dalam proses bunker diperlukan ketelitian pemeriksaan sebelum, dalam proses dan setelahnya. Hal ini dimaksudkan supaya dapat memperlancar operasional kapal pada umumnya. Salah satunya dimaksudkan untuk menghindari terjadinya temuan cappucinno bunker.

Cappucinno bunker dapat teridentifikasi dengan beberapa cara berikut ini,
  • Meter sounding ditemukan busa. Pada saat melakukan pemeriksaan volume BBM di bunker barge, ditemukan busa pada meter sounding.
  • Pemantauan dari manhole cover untuk cargo tank bunker barge ditemukan adanya busa pada permukaan atasnya.
  • Bunker hose tidak stabil pada saat proses pumping.
  • Tekanan kerja pompa yang terbaca pada bunker manifold tidak stabil.
  • Flow rate lebih rendah dari kondisi normal.
  • Cargo pump bekerja dengan suara yang tidak normal.

Dalam prakteknya dilapangan, apabila kita menemukan beberapa indikasi tersebut diatas, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menjamin terhindar dari kecurangan pihak bunker barge yang menghendaki keuntungan sepihak.
Asuransi merupakan perjanjian pertanggungan dua belah pihak antara perusahaan asuransi dengan pihak debitur yang diwajibkan membayarkan polis pertanggungan sesuai dengan jenis tanggungan berbentuk polis yang disepakati bersama dalam perjanjian awal kerja.

Kapal merupakan alat angkutan laut dengan resiko tinggi yang selalu mobile menjadi salah satu alasan terbitnya asuransi laut.
Dalam operasional kapal, terdapat beberapa jenis asuransi laut yang digunakan oleh perusahaan pelayaran. Beberpa jenis asuransi tersebut dipilih oleh perusahaan pelayaran tentunya berdasar pada  berbagai alasan yang menyesuaikan dengan kondisi kapal yang dimiliki/dioperasikannya.

Terdapat tiga jenis asuransi laut yang sering digunakan yaitu,
  • Hull & Machineries Insurance
  • Cargo insurance
  • Protection and Idemnity (P & I) Insurance
Tiga jenis asuransi laut yang sering digunakan dengan penjabaran sebagai berikut,


Kapal yang sedang melakukan perawatan di area dockyard. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Hull & Machineries Insurance
Adalah jenis asuransi laut yang secara umum meng-"cover" kerugian fisik atau kerusakan pada lambung kapal, permesinan kapal, beberapa peralatan penunjang diatas kapal serta efek kerugian yg diterima oleh awak kapal dan/atau penumpang.

Jenis asuransi laut ini meng-cover beberapa kriteria diantaranya,
  • Total loss diberikan apabila kapal mengalami musibah tenggelam.
  • Repair cost diberikan pada saat kapal sedang melaksanakan perbaikan diatas dock yard.
  • General average diberikan pada saat kondisi khusus kepada kapal yang melakukan penyelamatan "ship & cargo" pada saat kondisi darurat.
  • Salvage charge diberikan pada saat kapal sedang melakukan penyelamatan terhadap kapal lain yang mengalami kondisi darurat
  • Collision liability diberikan kepada kapal lawan yang mengalami kerusakan fisik kapal dan muatannya.

Cargo Insurance
Adalah jenis asuransi laut yang akan menanggung kerugian fisik dan kerusakan muatan pada saat proses pemindahan. Asuransi ini mulai aktif pada saat muatan mulai keluar dari warehouse tempat asal sampai dengan tiba di warehouse tempat tujuan. Jaminan asuransi ini menanggung perjalanan muatan walaupun berpindah-pindah menggunakan moda transportasi lain misalnya dimulai menggunakan truk, kereta api, kapal dan kembali menggunakan truk sampai dengan tiba di warehouse tujuan.

Dalam prakteknya dilapangan, penerapan cargo insurance ini memiliki special conditions terkait dengan jenis muatan yang ditanggungkan. Jenis kondisi khusus tersebut biasanya berlaku untuk refrigerated cargo, automobiles & used goods. Selain special conditions, pada cargo insurance ini, ada beberapa poin yang disepakati oleh kedua belah pihak menyesuaikan kondisi, asal dan tujuan muatan tersebut.

Protection and Idemnity (P & I) Insurance
P&I insurance memiliki cakupan pertanggung jawaban yang lebih luas dibandingkan dengan jenis aruransi sebelumnya. Sebagai contoh, jenis asuransi ini dapat menjamin pertanggungan untuk,
  • Kerusakan muatan
  • Kerusakan konstruksi kapal karena tubrukan
  • Kerusakan properti kapal
  • Klaim crew kapal serta pekerja lainnya (kematian dan/atau kecelakaan)
  • Polusi dari kapal
  • Klaim lainnya (wreck removal, general average dll)

Jenis - jenis asuransi laut tersebut diatas adalah dengan penjelasan yang umum. Terkait dengan pelaksanaanya di lapangan, ada beberapa detail yang disetujui bersama oleh kedua belah pihak dan menjadi catatan perjanjian yang mengikat.

MARPOL 73/78 Annex VI mengatur tentang pencegahan pencemaran polusi udara dari kapal. Pada tahun 2011, setelah mengalami proses dan perdebatan yang cukup panjang, IMO mengadopsi penerapan mandatori teknis dan optimalisasi pemanfaatan efisiensi energi dari emisi gas buang kapal. Penerapan Annex VI secara internasional dimulai pada 01 Januari 2013.

Emisi gas buang kapal menjadi perhatian yang sangat serius oleh IMO. Hal ini menjadi sebuah kewajaran yang harus dipenuhi oleh armada kapal yang sifatnya mobile dari suatu daerah ke daerah lain bahkan berpindah dari satu negara menuju negara yang lain.

Dalam kaitannya dengan penerapan Annex VI ini, hal yang menjadi perhatian adalah dua hal yaitu emisi gas buang dari sisa pembakaran mesin kapal dan persyaratan kualitas bahan bakar yang digunakan diatas kapal. Emisi gas buang dari sisa pembakaran mesin mengatur tentang kandungan kimiawi pada gas buang mesin. Kandungan kimiawi yang dimaksud diantaranya adalah SOx, NOx, ODS, VOC. Yang kedua, kualitas bahan bakar yang dimaksud adalah sangat erat kaitannya dengan kandungan kimiawi bahan bakar tersebut. Kandungan kimiawi tersebut diantaranya adalah SOx, PM dan NOx.


Ship's funnel yang mengalirkan gas buang sisa pembakaran ke udara luar. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Dalam Annex VI ini, sangat erat kaitannya dengan Sulphur Emissoin Control Areas (SECAs) dan  Emission Control Areas (ECAs). Kedua istilah tersebut memiliki pengertian area laut yang mengatur tentang minimal emisi yang boleh dilepaskan ke udara bebas dari sisa gas buang kapal.

Wilayah laut yang masuk dalam SECAs diantaranya adalah,
  • North sea sebelah selatan garis lintang 62' N dan sisi timur garis bujur 4'W
  • Skagerrak, dengan penentuan garis lintang 57' 44.8''N
  • English Channel dan pendekatannya menuju sisi timur mendekati garis bujur 5'W dan sisi utara pada garis lintang 48'30N
pada umumnya wilayah SECAs ini meliputi negara Prancis, Inggris, Norwegia, serta negara - negara eropa sekitarnya.

Penerapan ECAs mencakup wilayah negara yang lebih luas dibandingkan dengan SECAs. Wilayah ECAs meliputi Baltic sea, North sea, North America ECA, US Caribbean ECA serta beberapa wilayah di benua Asia dan Australia yang telah ditambahkan melalui protokol Annex VI.

Salah satu kandungan kimiawi yang menjadi perhatian khusus adalah besaran nilai belerang (sulphur) dalam bahan bakar. Telah disepakati, untuk mengendalikan emisi gas buang maka kandungan sulphur bahan bakar harus diminimalkan sesuai dengan batasan yang telah ditentukan. Berdasarkan timeline batasan kandungan sulphur dalam bahan bakar adalah sebagai berikut,
  • Sebelum 01 Juli 2010, sulphur limits adalah 1.50% m/m
  • Antara 01 Juli 2020 sampai dengan 01 Januari 2015, sulphur limits adalah 1.00% m/m
  • setelah 01 Januari 2015, sulphur limits adalah 0.10% m/m
Kandungan sulphur yang tinggi selain berdampak terhadap penurunan kualitas udara atau mempengaruhi pencemaran lingkungan, juga akan berdampak buruk terhadap struktur fisik mesin. Kandungan belerang yang terbakar ini akan menghasilkan sifat asam dalam ruang bakar mesin. Hasilnya, kandungan asam dalam ruang bakar mesin yang terlalu tinggi, dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap kerusakan material logam mesin. Kerusakan yang dimaksud adalah pengaruh korosi material logam.
Demikian pentingnya mengendalikan besarnya kandungan belerang dalam bahan bakar.

Pada umumnya, selain melalui labolatory analysis, kandungan sulphur juga telah dicantumkan dalam bunker receipt atau Bunker Delivery Notes (BDN).

Penerapan Annex VI dan inspeksi yang dilakukan oleh flag states adalah dengan melakukan pengujian sample bahan bakar yang ada pada fuel system. Sample bahan bakar yang diambil selanjutnya akan diuji secara langsung menggunakan analizer yang dibawa oleh inspector diatas kapal. Apabila pemeriksaan secara langsung ini didapatkan hasil yang kurang baik, selanjutnya bahan bakar akan dikirimkan ke labolatory untuk dilakukan lab analysis sehingga kandungan kimiawi bahan bakar padat terurai dan tercatat dengan rinci. Hasil pengujian menggunakan analizer selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil lab analysis.
Apabila didapatkan hasil yang baik dalam pemeriksaan diatas kapal, maka flag states akan menerbitkan sertifikat IAPP (International Air Pollution Prevention).

Emergency bilge suction valve adalah katup hisap got darurat yang terpasang dikamar mesin dan penataannya pada sistem pendingin air laut utama (main line cooling sea water system for main engine). Katup hisap got darurat ini difungsikan saat terjadi kebocoran yang masuk kedalam kompartemen kapal sisi kamar mesin. 

Emergency bilge suction valve terpasang tanpa melewati suction filter CSW pump. Kondisi ini dimaksudkan untuk menjamin terciptanya in-line system menghisap got kamar mesin dengan cepat (tanpa ada kendala hambatan hisapan pada suction filter. Dengan cepatnya proses hisapan pompa maka dimaksudkan akan dapat menghindari resiko kapal tenggelam karena selisih debit antara jumlah air yang masuk dalam kapal dengan volume yang dipompa keluar kapal.

Emergency bilge suction valve yang ada diatas kapal. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis).


Ada beberapa hal khusus yang ada pada emergency bilge suction valve, diantaranya adalah

  1. Penataan valve pada instalasi main cooling sea water system. Penataan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pump rate terbesar dibanding dengan pompa-pompa air laut yang lainnnya.
  2. Tidak dipasangkan suction filter pada sisi hisap pompa.
  3. Penggunaan dan/atau pengujian fungsi dari valve ini, dilakukan dengan cara membuka emergency bilge suction valve dan menutup suction valve for sea water cooling secara bersamaan. Kondisi ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya resiko "masuk angin" pada awal pengoperasian pompa.
  4. Terdapat selisih jarak pemasangan antara dasar lantai got dengan ujung pipa hisap sebesar 10-20 cm.
  5. Besar pipa hisap got adalah sama dengan pipa pendingin air laut yang terpasang.
  6. Jenis non-return valve yang menjamin kekedapan instalasi isapan pompa.
  7. Dipasangkan untuk pump-out pada saat kamar mengalami banjir (flooding), baik dari kebocoran pipa maupun kebocoran lambung kapal.
  8. Pada dasarnya diidentifikasi dengan warna hitam - merah dan terdapat tanda penamaan emergency bilge suction valve pada body valve atau area sekitarnya.