Just another free Blogger theme

Anjungan merupakan pusat kendali kapal. Pengendalian arah dan kecerapatan kapal dilakukan sepenuhnya di anjungan. Umumnya anjungan diposisikan pada titik taling tinggi deck kapal. Hal ini memiliki alasan teknis supaya pandangan bebas diarah alur kapal.

Terkait dengan posisi anjungan kapal, selain posisinya berada pada deck paling tinggi, juga berada pada sisi depan atau sisi belakang kapal.

Tidak semua kapal posisi tempat mengemudinya (anjungan/bridge) ada di belakang. Kapal penumpang & kapal niaga moder umumnya memiliki anjungan yang posisinya di depan (forecastle/deck depan) supaya pandangan ke haluan dan area sandar jelas.

Kapal cargo dengan anjungan disisi belakang kapal. (Foto: Dokumentasi penulis).



Pada jenis kapal lain, kapal tanker, bulk carrier, kapal kargo ukuran besar umumnya memiliki anjungan yang posisinya di sisi belakang (aft) kapal.

Beberapa alasan anjungan kapal ditempatkan di belakang (aft):

1. Konstruksi & kekuatan lambung.

Tangki muatan atau ruang kargo utama bisa dibiarkan luas di bagian tengah dan depan tanpa terpotong bangunan anjungan. Kondisi ini membuat distribusi beban lebih seimbang dan memudahkan perhitungan stabilitas.


2. Kedekatan dengan ruang mesin.

Kamar mesin (engine room) terletak di sisi belakang kapal yang terhubung secara langsung dengan propeller shaft. Dengan posisi anjungan di belakang maka, instalasi elevator, ventilasi, pipa, dan jalur akses awak lebih pendek & efisien.


3. Keselamatan.

Pada kapal tanker, jika terjadi kebakaran/ledakan di tangki muatan, anjungan di belakang lebih aman dibanding kalau berada tepat di atas muatan.


4. Pandangan navigasi.

Walaupun berada di sisi belakang, posisi anjungan dibuat cukup tinggi (superstructure) sehingga pandangan ke depan tetap luas.


5. Efisiensi ruang kargo.

Jika anjungan di depan atau di tengah, maka ruang kargo terpotong dan kapasitas berkurang. Dengan memindah anjungan ke posisi belakang maka bagian tengah hingga depan bisa full untuk muatan.
Menurut pasal 17 – 19 UNCLOS 1982, hak lintas damai (innocent passage) adalah hak bagi kapal asing (baik kapal dagang maupun kapal perang) untuk melintas melalui laut teritorial suatu negara dengan syarat:
  • Cepat dan terus menerus (tidak berlama - lama).
  • Tidak mengganggu kedamaian, ketertiban dan keamanan negara pantai.
Siluet kapal yang tengah melintas di laut lepas. (Foto: Dokumentasi penulis)



Ciri - ciri lintas damai,

1. Harus dilakukan tanpa hambatan.

  • Tidak boleh berhenti atau berlabuh, kecuali dalam keadaan darurat.
  • Harus melalui laut teritorial dari satu bagian laut lepas ke bagian lain, atau dari laut lepas ke pelabuhan.

2. Dilarang melakukan kegiatan tertentu.
Kapal asing dianggap tidak damai bila melakukan kegiatan berikut di laut teritorial:
  • Ancaman atau penggunaan kekerasan.
  • Latihan militer atau uji senjata.
  • Mengumpulkan intelijen (spionase).
  • Menyebarkan propaganda.
  • Meluncurkan atau mendaratkan pesawat/kapal militer.
  • Menangkap ikan.
  • Melakukan riset atau survei.
  • Mencemari lingkungan laut.

3. Berlaku untuk semua kapal.
  • Kapal dagang.
  • Kapal penumpang.
  • Kapal perang (namun tetap tunduk pada syarat khusus, seperti pemberitahuan pada beberapa negara), tetapi tidak boleh latihan militer atau memata-matai.

UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea). UNCLOS 1982 adalah konvensi perserikatan bangsa-bangsa yang membahas tentang hukum laut. Konvensi ini ditandatangani di Montego Bay, Jamaika pada 10 Desember 1982.

Konvensi ini menjadi hukum laut internasional modern yang mengatur semua aspek pemanfaatan laut dan samudra.

Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985 → menjadikan Indonesia resmi sebagai negara kepulauan (Archipelagic State).


Pulau Miangas. Pulau terluar sisi utara Negara Indonesia yang berbatasan langsung dengan Filipina. (Foto: Dokumentasi penulis).


Bahasan penting dalam UNCLOS 1982 adalah sebagai berikut,

1. Wilayah laut & zona maritim.

  • 0 – 12 mil → Laut Teritorial. Negara pantai berdaulat penuh atas wilayah ini (seperti hal nya daratan). Kapal - kapal asing yang melintas memiliki hak lintas damai (innocent passage)
  • 12 – 24 mil → Zona tambahan. Negara pantai boleh mengontrol untuk mencegah dan menindak pelanggaran hukum bea cukai, fiskal, imigrasi, dan karantina.
  • 0 – 200 mil → ZEE (zona ekonomi eksklusif). Negara pantai punya hak berdaulat untuk mengeksplorasi, mengeksploitasi, mengelola, melestarikan sumber daya alam (ikan, minyak, gas, energi laut). Negara lain tetap bebas bernavigasi, memasang kabel/pipa bawah laut. 
  • 0 – 200/350 mil → Batas landas kontinen. Negara pantai ber-hak untuk eksplorasi & eksploitasi sumber daya non-hayati (mineral, minyak, gas). 
  • Di luar 200 mil → Laut Lepas. Milik bersama internasional, tidak ada negara yang boleh klaim kedaulatan.


2. Prinsip negara kepulauan.

Negara dengan ribuan pulau (seperti Indonesia, Filipina, Fiji) diakui sebagai archipelagic state. Laut di antara pulau menjadi perairan kepulauan (bukan laut bebas). Untuk melintas, wajib memberikan archipelagic sea lanes passage (alur laut kepulauan) bagi kapal asing.


3. Hak & Kewajiban Negara Pantai

  • Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya di ZEE dan landas kontinen.
  • Menjaga lingkungan laut.
  • Mengatur riset ilmiah kelautan.


4. Navigasi Internasional


5. Dasar Laut Internasional ("The Area")

Dasar laut di luar yurisdiksi nasional didefinisikan sebagai warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind). Pengelolaan dilakukan oleh International Seabed Authority (ISA).

Sewage treatment plant adalah instalasi di kapal yang berfungsi untuk mengolah limbah cair domestik (black water dari toilet, grey water dari dapur & kamar mandi) agar memenuhi standar lingkungan internasional (MARPOL Annex IV)  sebelum dibuang ke laut.

Ketentuan terkait dengan STP ini diwajibkan untuk kapal dengan ukuran >400GT atau dengan awak kapal >15 orang. Selain itu, penanganan limbah ini hanya boleh dibuang setelah mengalami proses treatment dan dibuang ke laut dengan jarak lebih dari 12 N.mile dari garis pantai terdekat.

Sewage treatment plant di kapal. (Foto: Dokumentasi penulis).



Fungsi pemanfaatan sewage treatment plant diantaranya adalah,
  1. Menguraikan limbah organik dengan menggunakan proses biologis (aerob/anaerob) untuk memecah kotoran.
  2. Mengurangi bakteri berbahaya. Terutama coliform & patogen, agar tidak mencemari laut.
  3. Memisahkan kotoran padat & cair. Jenis sludge disimpan di sludge tank, effluent cair dibuang ke laut (jika memenuhi syarat).
  4. Mengurangi bau & polusi sesuai standar kesehatan & kenyamanan di lingkungan laut.

Komponen utama sewage treatment plant,
  1. Inlet chamber, menerima limbah dari toilet, pantry, laundry dll.
  2. Screen/filter, menyaring benda padat yang terlanjur masuk dalam sistem pipa. Benda yang dimaksud seperti tissue, plastik, koin, dan benda-benda lain yang secara sengaja / tidak sengaja masuk dalam sistem pipa.
  3. Aeration chamber, berbentuk air blower atau air diffuser yang digunakan men-supply oksigen untuk bakteri pengurai.
  4. Sedimentation chamber, menampung dan memisahkan endapan dengan air bersih.
  5. Chlorination / UV disinfection, membunuh sisa bakteri patogen.
  6. Discharge pump, membuang sisa olahan limbah ke laut (apabila telah memenuhi standart).

Prinsip kerja dari sewage treatment plant,
  • Sebelum masuk dalam tangki, limbah disaring melalui filter yang terpasang pada line pipa.
  • Setelah masuk dalam tangki, bakteri aerob akan memecah bahan organik.
  • Limbah diolah dalam tangki, masuk dalam tangki endap sebelum diproses untuk dibuang kelaut.
  • (Pada beberapa jenis kapal saja) Sebelum dibuang ke laut, limbah dialirkan melalui sistem UV untuk memastikan tidak ada sisa bakteri patogen.
  • Sisa limbah dibuang ke laut menggunakan discharge pump.

Propeller shaft clearance adalah jarak bebas atau kelonggaran antara poros baling-baling (propeller shaft) dengan komponen lain di sekitarnya, terutama stern tube bearing. Clearance ini sangat penting untuk memastikan pelumasan, mencegah gesekan berlebih, dan menghindari kerusakan poros maupun bearing.






Jenis clearance pada propeller shaft:

  1. Stern tube bearing clearance (longitudinal & radial). Radial clearance → celah antara diameter luar poros dengan diameter dalam bearing stern tube. Biasanya sekitar 0,3 – 0,6 mm per 100 mm diameter poros (tergantung aturan klasifikasi kapal). Longitudinal clearance (end play) → kelonggaran gerakan poros maju-mundur di bearing.
  2. Stuffing box / Seal clearance. Celah antara poros dengan gland packing atau mechanical seal, agar tidak terlalu ketat yang bisa menimbulkan panas berlebih.
  3. Propeller boss clearance. Jarak bebas antara shaft dengan propeller boss hole sebelum dipasang key dan dikunci. Clearance ini harus minimal agar tidak terjadi misalignment.


Clearance pada poros propeller menjadi sangat penting untuk,

  • Memberi ruang untuk sistem pelumas (oil/grease/seawater).
  • Mengurangi risiko keausan akibat gesekan langsung.
  • Memungkinkan ekspansi termal poros saat operasi.
  • Menjaga agar getaran tidak merusak bearing dan poros.


Jika clearance terlalu kecil, shaft dimungkinkan bisa macet karena pengaruh dari gesekan panas berlebih. Selain itu, media pelumas dan pendingin tidak dapat masuk sehingga tingkat keausan menjadi cepat.


Jika clearance terlalu besar, vibrasi akan meningkat dan bearing akan cepat mengalai ke-aus-an.


Pengukuran clearance propeller shaft, titik pengambilannya tidak hanya di satu tempat, tetapi di beberapa posisi sepanjang stern tube bearing maupun aft bearing. Tujuannya agar hasil ukur akurat dan bisa mendeteksi ovalitas (keausan tidak merata) atau misalignment.


Titik pengambilan clearance propeller shaft di bearing belakang (aft stern tube bearing) pada posisi jam 12 (atas), jam 3 (kanan), jam 6 (bawah), jam 9 (kiri). Hal ini bertujuan untuk mengetahui radial clearance & apakah bearing aus merata.


Alat ukur yang digunakan adalah feeler gauge dan/atau wear-down gauge menyesuaikan konstruksi stern-tube bearing.





Pengukuran clearance propeller shaft.

Side thruster adalah perangkat pendorong melintang di haluan (bow thruster) dan/atau buritan (stern thruster) untuk membantu manuver kecepatan rendah untuk kepentingan sandar (berthing), tinggalkan dermaga (un-berthing), koreksi posisi saat angin/arusan kuat, dan dynamic positioning (jika ada).



Diatas kapal, side thruster digerakkan menggunakan beberapa jenis sumber prime-mover. Diantaranya adalah,
  • Direct diesel engine. Menggunakan mesin independen yang digunakan unt menggerakkan motor thruster.
  • Hydraulic. Menggunakan sistem penggerak hidrolis yang umumnya digunakan untuk unit dimensi kecil - menengah dengan respons yang cepat.
  • Electric low voltage (400-690V).
  • Electric medium voltage (3.300 V - 6.600 V).

Penggunaan tegangan medium sebagai penggerak thruster diatas kapal memiliki beberapa alasan sebagai berikut,
  1. Thruster memiliki daya output yang besar. Sehingga memerlukan input tegangan yang cukup besar.
  2. Dengan tegangan yang lebih tinggi, maka arus yang melewati kabel penghantar menjadi lebih rendah. Karena menggunakan arus rendah, maka kebutuhan material kabel menggunakan penampang yang kecil.
  3. Rugi daya menjadi lebih rendah. Dengan arus rendah, panas pada kabel akan semakin rendah. Kondisi ini memungkinkan efisiensi yang lebih tinggi.
  4. Dengan tenganan 3.300V, meminimalkan kerugian tegangan di jalur kabel panjang. Posisi BT-ST jauh dari sumber power utama (engine room) membutuhkan kabel yang panjang. Dengan tegangan 3.300V maka akan meningkatkan efisiensi sistem transmisi daya dari alternator ke motor penggerak thruster.

Perhitungan dibawah ini adalah contoh perbandingan motor penggerak thruster sebesar 970 kW menggunakan tegangan 440 V (cos phi 0,9) dengan 3.300V (cos phi 0,95).

(Umumnya cos phi tegangan rendah 0,85 - 0,9 dan tegangan menengah cos phi 0,9 - 0,95)


I =  P / (V . √3 . Cos phi)

 

Pada tegangan 440V

I = 970.000 / (440 . √3 . 0,9)

I = 1.414,22 A



Pada tegangan 3.300V

I = 970.000 / (3300 . √3 . 0,95)

I = 178,63 A


Panel starter & indikator arus motor penggerak BT-ST. (Foto: Dokumentasi pribadi).





Engine Room Management membahas semua aspek pengelolaan kamar mesin kapal agar operasionalnya aman, efisien, dan sesuai aturan maritim. 

Pemeriksaan oleh petugas berwajib. (Foto: Dokumentasi penulis)


Isinya biasanya meliputi beberapa bidang utama berikut:


1. Manajemen Operasional.

  • Jadwal operasional / jam kerja harian mesin induk dan mesin bantu.
  • Pengaturan beban generator (load sharing & load shedding).
  • Pengendalian sistem bahan bakar, pelumasan, pendingin, dan udara bertekanan (compress air).
  • Prosedur start–stop mesin dan transisi mode (berlayar, manuver, pelabuhan).

2. Manajemen Perawatan.

  • Sistem perawatan terencana (planned maintenance system) perawatan terjadwal untuk mesin induk, generator, pompa, purifier, boiler, dll.
  • Perawatan prediktif (analisa getaran, oil analysis).
  • Pengelolaan suku cadang dan inventaris.
  • Dokumentasi pekerjaan perawatan.


3. Keselamatan & Lingkungan.

  • Pencegahan kebakaran ruang mesin (fire prevention).
  • Penanganan keadaan darurat (blackout, kebocoran, kebakaran, banjir ruang mesin).
  • Pengelolaan limbah: oily water separator (OWS), sludge, garbage management.
  • Kepatuhan terhadap MARPOL Annex I, VI, dan peraturan klasifikasi


4. Manajemen Personel.


5. Pengelolaan Dokumen & Laporan.

  • Log book ruang mesin.
  • Oil Record Book (ORB).
  • Planned Maintenance Record.
  • Laporan kerusakan dan defect list.
  • Sertifikat dan dokumen inspeksi.

Propeller Shaft Grounding System di kapal adalah sistem yang menghubungkan poros baling-baling (propeller shaft) ke badan kapal melalui jalur listrik terkontrol untuk mencegah kerusakan akibat arus listrik galvanis dan korosi. 


Propeller shaft grounding system. (Foto: Dokumentasi penulis).


Sistem ini menggunakan sliding contact brush (biasanya berbahan karbon atau logam campuran) yang menempel pada permukaan poros baling-baling. Brush tersebut dihubungkan dengan kabel ke grounding plate yang terkoneksi dengan badan kapal.

Tujuan pemanfaatan propeller shaft grounding system adalah,

  1. Mencegah electrical pitting pada bearing. Arus listrik yang timbul dari perbedaan potensial antara poros dan badan kapal bisa melewati bantalan, menyebabkan pitting (lubang kecil) pada permukaan bantalan thrust atau stern tube.
  2. Mengurangi korosi galvanis pada propeller dan shaft. Perbedaan potensial listrik antara logam baling-baling (biasanya perunggu atau stainless) dan logam badan kapal (baja) dapat mempercepat korosi jika tidak dikendalikan.
  3. Melindungi sistem pelumasan stern tubeArus yang melewati pelumas dapat memecah lapisan pelumas dan mempercepat kerusakan pada white metal bearing.
  4. Mengurangi interferensi elektronik. Mengarahkan arus stray agar tidak mengganggu peralatan navigasi atau komunikasi kapal.

Secara sederhana, propeller shaft grounding system berfungsi sebagai “jalur aman” bagi arus listrik agar tidak merusak bantalan dan bagian logam di sekitar sistem propulsi, sehingga umur pakai shaft dan bearing bisa lebih panjang.


IMO Number (International Maritime Organization Number) adalah nomor identifikasi unik yang diberikan secara permanen kepada kapal laut oleh IHS Markit atas nama International Maritime Organization (IMO).

IMO Number sebagai identitas kapal. (Foto: Dokumentasi penulis)




Sejarah IMO Number

Sebelum 1980-an.
Identitas kapal hanya berdasarkan nama kapal dan bendera negara.
Masalah: kapal mudah mengganti nama & bendera untuk menghindari pajak, aturan keselamatan, atau riwayat buruk (ship reflagging).
Sulit melacak kapal yang terlibat kecelakaan atau pelanggaran lingkungan.

Tahun 1987.
IMO mengadopsi IMO Ship Identification Number Scheme lewat IMO Resolution A.600(15). Dikelola oleh IHS Markit (dulu Lloyd’s Register-Fairplay) yang membuat database global kapal. Setiap kapal ≥ 100 GT yang baru dibangun untuk pelayaran internasional wajib punya nomor unik.

Tahun 1994
IMO Number menjadi wajib berdasarkan SOLAS Regulation XI-1/3. Kapal lama juga harus mendaftarkan IMO Number.

Perkembangan setelah 2000-an
Sistem diperluas untuk mencakup kapal penumpang, kapal kargo, kapal penangkap ikan ≥ 100 GT, dan beberapa jenis kapal khusus. Digunakan juga di sistem AIS, database Port State Control, dan Equasis.



IMO Number memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut,
  • Format IMO Number adalah 7 digit angka (contoh: IMO 9074729).
  • Tidak berubah walaupun kapal berganti nama, bendera, atau pemilik. Analoginya IMO Number itu seperti nomor KTP untuk kapal. Satu nomor untuk satu kapal, berlaku seumur hidup.
  • Wajib untuk kapal niaga ≥ 100 GT yang beroperasi secara internasional (sesuai SOLAS Regulation XI-1/3).

Tujuan pemberian IMO Number adalah sebagai berikut,
  1. Mencegah pemalsuan identitas kapal (ship identity fraud).
  2. Mempermudah pelacakan riwayat kapal di seluruh dunia.
  3. Mendukung keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan laut.

IMO Number diberikan oleh IHS Markit atas nama IMO dan selalu terdiri dari 7 digit angka dan sifatnya unik & permanen untuk satu kapal.

Format penulisan IMO Number,
  • IMO 1234567.
  • 3 digit pertama → nomor seri awal.
  • 4 digit terakhir → termasuk check digit (digit terakhir) yang digunakan untuk memverifikasi keabsahan nomor.

Sebelumnya, penulis telah membahas tentang penggunaan bendera Panama. Selain Panama, ada hal menarik tentang Mongolia.

Bendera Mongolia (Foto: Dokumentasi penulis)


Mongolia merupakan negara daratan dikawasan Benua Asia yang secara langsung sisi utara berbatasan dengan Rusia dan sisi timur, selatan, barat berbatasan langsung dengan daratan Tiongkok. Secara geografis, Mongolia merupakan negara yang dikelilingi daratan (land-lock country) yang tidak memiliki wilayah laut.

Meskipun Mongolia tidak memiliki wilayah laut, namun negara ini memiliki international ship registry. Dasar land-lock country diperbolehkan untuk memiliki international port registry adalah  United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Pasal 91:

“Every State shall fix the conditions for the grant of its nationality to ships, for the registration of ships in its territory, and for the right to fly its flag.”

Artinya: setiap negara berdaulat berhak menentukan syarat pemberian kewarganegaraan kapal dan hak mengibarkan benderanya, tidak peduli apakah negara itu punya pantai atau tidak.

Meskipun diperbolehkan, negara tersebut tetap wajib memastikan kapal berbenderanya memenuhi peraturan internasional seperti SOLAS, MARPOL, ISM Code.

Di praktiknya, registry negara landlocked sering menjadi sorotan karena pengawasannya lemah (flags of convenience).


Beberapa hal menarik tentang registrasi bendera Mongolia adalah sebagai berikut,
  1. Meskipun merupakan land-lock country, Mongolia memiliki open regisrty / flag of convenience.
  2. Alasan pendaftaran bendera kapal karena biaya pendaftaran dan pajak relatif lebih murah.
  3. Persyaratan teknis lebih longgar. Hal ini memudahkan pihak pemilik kapal yang ingin mengoperasikan dan/atau menjual kapalnya tanpa harus melewati standart yang ketat.
  4. Proses administrasi untuk pengurusan membutuhkan waktu lebih singkat.
  5. Pada umumnya, saat proses jual beli kapal antar negara, pihak penjual akan mencabut bendera registrasinya. Selanjutnya akan menggunakan flag of convenience untuk proses ship delivery saja. Setelah tiba di negara pembeli, umunya akan menggunakan registrasi bendera negara pembeli.

Contoh negara tanpa laut tapi punya registry kapal internasional diantaranya adalah Mongolia (dengan ibu kota Ulaanbaatar sebagai kota registrasi), Bolivia dan  Luxembourg.



Untuk dapat mengendalikan arah kapal, peran kemudi sangat penting supaya kapal dapat berlayar pada alur pelayaran yang telah ditentukan. Keselamatan pelayaran juga turut ditunjang oleh fungsi kemudi yang baik. 
Dalam prakteknya dilapangan, tidak jarang ditemui kerusakan sistem kemudi yang mengakibatkan arah kapal tidak dapat dikendalikan.

Sistem kemudi kapal. (Foto: Dokumentasi penulis)



Sistem kemudi darurat. 
Sistem ini difungsikan saat sistem kemudi utama gagal digunakan untuk mengendalikan arah kapal. 
Beberapa kondisi yang memerlukan operasional kemudi darurat diantaranya adalah,
  1. Kerusakan sistem hidrolis dan/atau sistem kontrol elektrik pada kemudi utama.
  2. Kerusakan sistem penggerak mekanis pada sistem kemudi utama.
  3. Kehilangan daya hidrolis dan/atau power elektrik penggerak pompa.
  4. Sistem kendali dari anjungan tidak berfungsi dengan baik.
  5. Kondisi darurat akibat kapal mengalami tabrakan atau kebakaran.
Dalam fungsional sistem kemudi darurat, umumnya digerakkan menggunakan tuas manual, roda kemudi mekanis atau menggunakan pompa hidrolis (yang sumber kelistrikannya di supply dari ESB-emergency switch board).

Beberapa catatan penting yang perlu dipahami sebelum dan saat memfungsikan peran kemudi darurat diantaranya adalah,
  • Melakukan pengujian secara berkala untuk memastikan sistem berfungsi dengan baik.
  • Informasikan kepada Nakhoda atau mualim jaga dianjungan terkait dengan fungsional sistem kemudi darurat.
  • Sistem komunikasi internal antara ruang kemudi dengan anjungan harus berfungsi secara cepat, normal dan dalam kondisi baik.
  • Saat memfungsikan peran kemudi darurat, kecepatan kapal harus dikurangi supaya kemudi lebih mudah digerakkan untuk mengendalikan arah kapal.