Just another free Blogger theme

Diatas kapal, ada beberapa istilah "asing" yang sulit dipahami oleh orang pada umumnya. Sebagai contoh, ada beberapa istilah pe-nama-an sisi kapal sesuai dengan standart internasional.



Bow, stern, port side dan startboard side adalah istilah penamaan sisi kapal.

Istilah pe-nama-an sisi kapal. (Foto by: onboard.crew.app)

Bow
Adalah istilah untuk menyebutkan sisi depan kapal / haluan kapal.

Stern
Adalah istilah untuk menyebutkan sisi belakang / buritan kapal.

Startboard
Adalah sisi kanan kapal. Menurut sejarah, istilah startboard berasal dari bahasa jerman steerboard yang artinya adalah sisi kemudi. Namun seiring perkembangan jaman dan untuk mempermudah pengucapan, maka muncul "bahasa serapan" yang lebih mudah dan efisien sehingga disebut istilah startboard seperti yang kita kenal saat ini. 
Selain penyebutan istilah secara internasional, untuk menjamin keselamatan dalam operasional kapal (menunjang keselamatan pelayaran dalam sistem navigasi) sisi kanan kapal startboard, pada malam hari diisyaratkan dengan menggunakan lampu navigasi berwarna hijau.

Port
Adalah sisi kiri kapal. Menurut sejarah, sisi kiri kapal disebut istilah port side karena pada umumnya dahulu kapal bersandar di dermaga menggunakan sisi lambung kiri-nya.
Sebelum menggunakan istilah port, untuk menyebut sisi kiri kapal digunakan istilah larboard yang berarti sisi pemuatan.
Namun penyebutan istilah larboard didengar hampir sama dengan penyebutan sisi kanan kapal startboard. Atas alasan tersebut, sehingga akhirnya disepakati secara internasional desebut dengan istilah port seperti yang sampai dengan saat ini digunakan.



Sistem pendingin mesin menjadi salah satu sistem yang sangat penting untuk memastikan mesin dapat beroperasi dengan baik dan normal pada temperatur kerjanya. Sistem pendingin yang baik akan bekerja untuk mencegah terjadinya kondisi overheating atau overcooling pada mesin.

Fresh water cooler type tube (foto by: dokumentasi pribadi penulis)


Pada saat mesin beroperasi dengan temperatur kerja yang tinggi (overheat, melebihi nilai batas atas temperatur kerja yang ditentukan), maka sistem pendingin akan bekerja untuk proses heat transfer dengan menyerap panas dan selanjutnya dialirkan pada media pendingin yang selalu bersirkulasi.

Pada kondisi sebaliknya, apabila mesin beroperasi dengan temperatur kerja rendah (overcool, melebihi nilai batas bawah temperatur kerja yang ditentukan), maka sistem pendingin akan bekerja dengan sirkulasi tertutup melalui three-way valve atau thermostatic valve. Dalam kondisi ini maka media pendingin akan bekerja dengan sirkulasi untuk menghangatkan mesin sehingga permukaan mesin akan cukup panas dan mencapai temperatur kerja yang ideal.

Pada dasarnya, baik kondisi overheat dan/atau overcool menjadi dua kondisi yang sama-sama tidak dikehendaki pada saat pengoperasian mesin. Kedua kondisi tersebut harus dihindari untuk menjamin optimalisasi engine performance dan mencegah terjadinya major damage pada mesin.

Dalam prakteknya, tidak jarang ada "kelainan" yang terjadi pada sistem pendingin yang mengakibatkan penurunan engine performance. Salah satunya yang akan dibahas dalam artikel ini adalah kondisi overheating yang teridentifikasi sebagai salah satu fresh water cooling failure.

Beberapa kondisi yang mengakibatkan terjadinya overheating pada sistem pendingin mesin adalah sebagai berikut,
  1. Volume air pendingin kurang
  2. Aliran air pendingin tidak lancar
  3. Heat exchanger tidak bekerja dengan baik
  4. Terjadi sumbatan / ke-buntu-an sistem pendingin
  5. Terdapat udara dalam sistem air pendingin
Kondisi overheating yang berkelanjutan tentunya akan menurunkan engine performance. Apabila kondisi ini berlanjut, maka tidak jarang akan mengakibatkan kerusakan komponen mesin.

Overheating yang berkelanjutan secara menerus hingga mendekati titik didih air akan mengalibatkan perubahan jenis media pendingin. Air tawar sebagai media pendingin akan menguap dan berubah menjadi steam yang akan "terjebak" dalam sistem pendingin.

Apabila kondisi tersebut diatas telah terjadi, maka hal yang perlu dilakukan untuk tindakannya adalah sebagai berikut,
  1. Segera matikan mesin. Dengan mematikan mesin maka akan menghindarkan major damage yang mungkin akan terjadi pada mesin. Mematikan mesin akan mencegah temperatur mesin terus meningkat (karena radiasi pembakaran).
  2. Buka breather valve yang terpasang ada sisi outlet atau top-side engine. Membuka valve ini akan memungkinkan untuk membuang udara atau steam yang "terjebak" dalam sistem pendingin.
  3. Tetap jalankan pompa air pendingin. Dengan menjalankan pompa air pendingin maka akan mempercepat proses sirkulasi air tawar pendingin.
  4. Diamkan mesin beberapa saat untuk menurunkan temperatur mesin (cooling down). 
  5. Setelah temperatur mesin semakin turun ada kisaran 60°C - 70°C selanjutnya isikan air pendingin baru dalam sistem. Proses ini harus dilakukan secara perlahan untuk mencegah terjadinya shock temperature yang memungkinkan terjadinya keretakan pada bahan karena pengaruh perubahan temperatur material secara tiba-tiba.
Dari sudut pandang pelaut sebagai pekerja, kapal adalah tempat bekerja dan "rumah kedua" dalam menjalani keseharian. Para pejuang nafkah yang jauh dari keluarga ini akan kembali kerumah setelah masa kontrak kerjanya diatas kapal selesai.
Setelah cukup waktu dirumah, waktunya kembali bekerja, tidak jarang para pelaut akan berposisi di jabatan, jenis kapal atau perusahaan pelayaran yang berbeda (walau tidak jarang juga para pelaut kembali ke "janda-nya" sebelumnya).

Kapal dalam proses sandar di pelabuhan. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Bagi para pelaut yang naik diatas kapal yang baru, ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menjamin keamanan dan keselamatannya selama bekerja diatas kapal.
Bagi seorang pelaut, kapal baru adalah "rumah baru" yang perlu dipelajari beberapa aspeknya untuk menunjang profesionalitas dalam bekerja sesuai dengan jabatan yang diembannya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat pertama kali naik ke kapal. Diantaranya adalah:
  1. Lapor kepada Nakhoda sebagai pimpinan tertinggi diatas kapal. Selanjutnya lapor kepada perwira tertinggi pada masing-masing departemen. Departemen deck kepada chief officer dan departemen mesin kepada chief engineer.
  2. Pahami letak alat-alat keselamatan pribadi yang ada didalam kamar pribadi. Alat-alat keselamatan yang dimaksud diantaranya adalah life jacket, helmet, safety googles dan yang lainnya. Hal ini menjadi sangat penting untuk menjamin sikap waspada dan cepat tanggap atas kondisi darurat diatas kapal.
  3. Pahami letak dan fungsi alat-alat keselamatan yang ada diatas kapal, termasuk juga tentang posisi muster station yang ada diatas kapal. Selain memahami tentang lokasi alat keselamatan, hal yang perlu dipahami adalah karakter dari alat keselamatan tersebut. Misalnya posisi life boat, kapasitas muat dan jenis mesin penggeraknya.
  4. Memahami sijil darurat sesuai dengan jabatan diatas kapal. Setiap kondisi darurat harus dipahami tentang apa yang harus dikerjakan dan dimana posisi awak kapal tersebut berada.
  5. Pahami tentang tugas dan tanggung jawab sesuai dengan jabatan. Tugas dan tanggung jawab awak kapal telah tertulis dalam SMK (sistem manajemen keselamatan) yang telah disusun oleh perusahaan pelayaran.
  6. Verifikasi dan familiarisasi atas semua kebijakan perusahaan sesuai dengan yang tertulis dalam SMK (sistem manajemen keselamatan) perusahaan. Verifikasi dan familiarisasi pada umumnya dilakukan oleh perwira senior pada masing-masing departemen. Apabila awak kapal telah melakukan verifikasi dan familiarisasi SMK manual, maka dianggap awak kapal tersebut telah memehami dan "cakap" dalam bekerja diatas kapal.
Pada dasarnya, hal yang perlu diperhatikan adalah untuk keperluan safety and security selama bekerja diatas kapal. Dengan memahami hal-hal tersebut setidaknya akan menjamin terlaksananya ISM code sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan pelayaran dan pemerintah selaku regulator.

 

Engine Control Room as Central Point of View

Low Speed Four Stroke Diesel engine as Main Engine by NKK SEMT PIELSTICK 19.800 HP x 2

Other Side of Our Main Propultion 

Main Generator Engine by Daihatsu 8DK-20, 1.600 HP

LO Purifier for main Engine and Generator Engine by Mitsubishi SJ-60

Pumps

Second and Third Strainer for Fuel Oil

Main Air Compressor by Suction Gas Engine TCAX22 / 14AT


Fire and Bilge Pump as Emergency Fire Pump Which can be Supported by Em'cy Generator



Lub. Oil Reduction Gear Cooler

Istilah dead ship tidak jarang digunakan dalam dunia pelayaran. Pengertian "dead ship" adalah kondisi dimana main engine, generator engine, boiler dan auxiliary machineries yang lainnya tidak dapat beroperasi karena tidak adanya daya listrik diatas kapal.



Kapal dalam pelayaran di Laut China Selatan. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Sebelum membahas tentang total base number (TBN) yang terkandung dalam minyak lumas, hal penting yang perlu dilakukan adalah memahami kaitannya dengan latar belakang / "asal-usul" diperlukannya TBN dalam minyak lumas kapal.



Botol sample minyak lumas yang akan dikirimka  ke lab untuk keperluan peengujian kandungan kimiawi. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Housing exhaust valve yang mengalami kerusakan salah satu penyebabnya karena korosi material. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)



Latar belakang diperlukannya kandungan TBN dalam minyak lumas.
  • Pada umumnya kapal dilengkai dengan tenaga penggerak (pada umumnya mesin diesel pembakaran dalam / internal combustion diesel engine). Semakin besar dimensi kapal, maka akan diimbangi dengan semakin besar mesin utama (main engine) sebagai penggerak kapal tersebut. Kondisi ini menjadi berbanding lurus antara tenaga yang dibutuhkan dengan gaya dorong yang diperlukan untuk memindahkan kapal.
  • Semakin besar tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan suatu kapal, maka akan semakin besar pula dimensi mesin tersebut. Kondisi tersebut menjadi berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar mesin.
  • Dalam industri transportasi laut atau dunia pelayaran, yang menghendaki konsumsi bahan bakar relatif banyak (sesuai dengan tenaga yang dihasilkan oleh mesin tersebut), maka tidak jarang mesin didesain oleh maker menjadi mesin yang "ramah meng-konsumsi" bahan bakar yang memiliki kandungan sulfur relatif tinggi (high sulphur fuel oil / HSFO). 
  • Bahan bakar jenis HFSO secara ekonomis memiliki harga satuan yang relatif murah. Dengan harga satuan yang relatif murah tersebut, memungkinkan owner membeli jenis bahan bakar tersebut dalam jumlah yang banyak (sesuai dengan kebutuhan kapal) dengan tanpa mengurangi profit perusahaan.
  • Bahan bakar jenis HFSO ini memiliki karakter yang "istimewa". Sebelum di-konsumsi oleh mesin, jenis bahan bakar ini memerlukan tindakan perawatan yang lebih banyak. Bahan Bakar perlu dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu sampai dengan karakteristik bahan bakar minyak untuk mesin kapal terpenuhi.
  • Jenis bahan bakar HFSO apabila terbakar dalam combustion chamber akan menyisakan kandungan belerang. Kandungan belerang yang dimaksud akan ada dalam combustion chamber dan saluran gas buang.
  • Secara kimiawi, kandungan belerang (sulphur) yang bertemu dengan oksigen (udara bilas mesin) maka akan bersenyawa dan menghasilkan asam sulfat sulphuric acid (H2SO4). Kandungan asam sulfat yang terbentuk ini akan bersifat sangat korosif (merusak) terhadap permukaan combustion chamber dan saluran gas buang yang terbuat dari meterial logam.
  • Untuk mengindari resiko korosi yang disebabkan oleh kandungan asam sulfat (sulphuric acid) tersebut maka diperlukan suatu bahan yang bersifat basa (base) dengan maksud untuk me-netral-kan kandungan basa dari hasil sisa pembakaran BBM janis HFSO.
  • Kandungan basa (base) yang dimaksud sangat memungkinkan apabila dicampurkan dalam minyak lumas silinder pada mesin diesel dua langkah ataupun minyak lumas sistem pada mesin diesel empat langkah.
  • Kandungan basa (base) dalam minyak lumas yang dimaksud adalah kalium hidroksida (KOH) yang secara kuantitatif dinyatakan dengan hitungan angka dalam total base number (TBN).
  • Pada dasarnya TBN sangat diperlukan untuk "menyelamatkan" dan menjamin lamanya (life-time) penggunaan suatu mesin.

Sesuai dengan latar belakang kondisi tersebut diatas, maka selain mempertimbangkan profit perusahaan (dengan menggunakan bahan bakar minyak jenis HFSO), maka owner juga wajib mempertimbangkan perawatan dan penanganan penggunaan bahan bakar yang sesuai sehingga pada akhirnya dapat dihindarkan kerusakan yang sifatnya fatal sehingga dapat mrnghilangkan freight kapal tersebut pada umumnya.
Rescue-boat merupakan salah satu alat keselamatan yang ada diatas kapal. Alat keselamatan yang berbentuk rakit penolong ini pada umumnya dilengkapi dengan "mesin tempel" sebagai tenaga penggeraknya. Mesin yang terpasang pada sisi belakang rakit penolong ini berfungsi ganda sebagai kemudi yang turut menentukan arah haluan pada saat beroperasi. Kemudi yang dimaksud akan turut berfungsi dengan menggerakkan body mesin kearah kanan atau ke kiri sesuai dengan arah yang dikehendaki.
Rescue boat diatas kapal dalam proses berawatan (ffoto by: Dokumentasi pribadi penulis)


 
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan rescue boat yang ada diatas kapal, diantaranya adalah,
  1. Secara rutin mesin penggerak, dewi-dewi penggerak dan kelengkapan yang lain diatas rescue-boat harus diperiksa secara rutin setiap hari sabtu. Pemeriksaan yang dilakukan pada hari sabtu secara berkala ini disebut dengan saturday routine test.
  2. Rescue-boat atau rakit penolong berwarna orange. Warna ini memungkinkan dapat terlihat dengan jelas pada saat cuaca berkabut dan/atau terjadi pantulan sinar matahari yang menyilaukan. 
  3. Perbekalan makanan dan minuman serta kebutuhan logistik lainnya diatas rescue-boat harus dipastikan tidak kadaluarsa.
  4. Pada saat rescue-boat tidak digunakan (posisi st'by pada dewi-dewi maka drain plug yang terpasang pada sisi lantai harus dalam kondisi terbuka. Kondisi ini memungkinkan untuk mencegah terjadinya genangan air hujan yang tertampung pada rakit penolong sehingga dapat meminimalkan resiko kerusakan pada rakit penolong tersebut.
  5. Mesin penggerak rescue-boat pada umumnya adalah mesin jenis spark-ignition (sering disebut dengan istilah mesin bensin) jenis dua langkah yang dipasang/ditempel pada sisi belakang rakit.
  6. Mesin penggerak rescue-boat tidak menggunakan minyak lumas mesin secara khusus. Minyak lumas yang digunakan adalah jenis minyak lumas silinder yang telah dicampurkan dengan bahan bakar mesin (pada umimnya orang menyebutnya dengan istilah "oli samping").
  7. Mesin jenis dua langkah yang digunakan pada rescue-boat tidak menggunakan intake & exhaust valve secara mekanis. Untuk mengatur campuran bahan bakar dan udara yang masuk kedalam combustion chamber dan sisa gas buang yang akan dibuang menggunakan flap pada kedua sisi intake & exhaust port.
  8. Mesin rescue-boat tidak menggunakan main bearing yang terbuat dari babit & white metal. Sebagai pengganti fungsi main bearing maka digunakan ball-bearing yang cukup dilumasi dengan "aliran" campuran bahan bakar dan udara dari karburator sebelum masuk kedalam combustion chamber.
  9. Pada beberapa jenis mesin rescue-boat dilengkapi dengan "sistem pengisian" yang memungkinkan untuk dapat men-charge battrey untuk keperluan penerangan dan "lampu jalan" pada rescue-boat tersebut.
  10. Sistem penggerak (propultion system) dari mesin ke propeller menggunakan shaft yang dihubungkan dengan gear. Gear penghubung yang dimaksud memiliki sistem pelumasan khusus pada sisi propeller yang harus dijaga level minyak lumasnya setiap saat.
  11. Untuk melakukan engine running test dalam waktu yang relatif lama, maka engine propeller perlu direndam dalam air (menggunakan air dalam drum yang telah dipotong sisi atasnya atau sejenisnya). Kondisi ini dilakukan untuk menjamin sistem pendinginan mesin bekerja dengan baik sehingga resiko engine over-heat dapat diminimalkan.
 
 
Untuk menjamin rescue boat darat berfungsi dengan baik (siap guna pada saat kondisi emergency) maka harus dilakukan perawatan berkala yang sifatnya menyeluruh (baik tentang sistem penggerak permesinan, sistem penggerak dewi - dewi serta sistem dan konstruksi rakit penolong).

Terkait dengan pelaksanaan perawatan rescue boat tentang pekerjaan general overhaul mesin penggerak dapat dilakukan dengan langkah kerja sebagai berikut,
  1. Lepaskan sambungan pipa bahan bakar dari tangki menuju fuel filter.
  2. Buka engine-cap untuk dapat memulai pekerjaan general overhaul.
  3. Lepaskan accessories yang terpasang pada mesin seperti, kabel - kabel kelistrikan, tuas lever kendali dan busi (spark-plug) mesin. Selanjutnya simpan pada posisi yang aman.
  4. Bongkar Fly-wheel yang tersambung secara langsung dengan spull penunjang sistem kelistrikan mesin.
  5. Bongkar baut pondasi yang mengikat antara engine block dengan engine cassing. Selanjutnya angkat mesin dan pindahkan pada posisi yang aman.
  6. Lepaskan komponen - komponen mesin.
  7. Untuk menjamin "keamanan" saat pekerjaan general overhaul (apabila dimungkinkan gasket cyl head tidak diganti), lakukan pembongkaran dari sisi crankcase mesin. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa gasket cylinder head tidak rusak dan tidak perlu dilakukan penggantian unit atau meminimalkan resiko kebocoran kompresi mesin.
  8. Setelah crankcase terlepas, selanjutnya angkat crank-shaft secara bersamaan dengan connecting-rod & piston.
  9. Lakukan pemeriksaan dan penggantian pada komponen yang terindikasi perlu dilakukan perbaikan dan mengalami kerusakan.
  10. Persiapan untuk pelaksanaan perakitan komponen setelah selesai dibersihkan dan pengukuran adalah dengan memberikan pelumasan secara menyeluruh pada komponen mesin.
  11. Langkah perakitan komponen dilakukan secara berututan (dengan urutan terbalik) pada saat melakukan bongkar mesin.
"Spull penunjang sistem kelistrikan mesin"

Crank-shaft & ball bearing

Pistons & crankshaft

Engine block & crankcase

Perawatan body rescue-boat


Diatas kapal, efek dari teori kavitasi pada umumnya terjadi pada valves, impeller pompa sentrifugal dan propeller blade.

Kavitasi (cavitation) adalah suatu fenomena dimana terjadi perubahan fasa (dari fasa cair menjadi fasa gas/uap bergelembung) dalam proses waktu yang sangat cepat pada fluida cair. Perubahan fasa zat cair dikarenakan turunnya tekanan sekeliling yang mengakibatkan zat cair mendidih dan menghasilkan uap. Pada dasarnya proses perubahan fasa pada fluida cair ini memiliki prinsip yang sama dengan proses penguapan pada fresh water generator

Housing pompa sentrifugal yang terkena efek kavitasi. (foto by: dokumentasi pribadi penulis)

Tekanan rendah yang terjadi disekitar shaft & blade memungkinkan fluida cair untuk mencapai titik didihnya (walaupun temperatur belum mencapai 100 derajat celcius). Fluida yang menguap artinya telah terjadi erubahan fasa menjadi zai gas/uap. Uap dalam air akan menghasilkan gelembung - gelembung uap. Gelembung - gelembung uap selanjutnya akan terbawa oleh aliran fluida sampai pada daerah yang memiliki tekanan tinggi.

Gelembung uap air yang terbawa oleh aliran fluida selanjutnya akan pecah karena tekanan (tinggi) fluida sekitarnya. Pecahnya gelembuang uap air ini apabila terjadi pada sekitar permukaan logam impeller pompa atau blade propeller akan tekanan siklis karena tumbukan yang berulang (antara gelembung uap air dengan material logam). Tumbukan yang terjadi secara menerus akan mengakibatkan kerusakan pada logam. kerusakan yang dimaksud tersebut berupa ke-aus-an permukaan dan pengikisan permukaan material logam.

Efek cavitation apabila terjadi pada pompa, keausan dan pengikisan material logam yang terjadi tentunya akan mempengaruhi performance pompa tersebut. Demikian halnya apabila terjadi pada blade propeller, kerugian yang terjadi karena efek kavitasi dapat berakibat berkurangnya gaya dorong propeller terhadap kapal. Dari segi ekonomi, efek kavitasi menjadi hal yang sangat merugikan karena membutuhkan biaya yang cukup besar untuk melakukan perbaikan dan/atau penggantian komponen.

Efek negatif dari kavitasi tentunya harus dihindari untuk menjamin performance permesinan serta menekan pengeluaran berlebih yang sekiranya dapat dialokasikan sebagai profit perusahaan. Untuk dapat menghindari efek kavitasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut,

  1. Menjaga temperatur fluida agar tidak terlalu tinggi. Proses penguapan dapat sedikit dihindarkan salah satunya dengan menjamin temperatur fluida dalam ambang normal dan tidak terlalu tinggi. Hal ini menjadi salah satu indikasi bahwa penyebab kavitasi diantaranya adalah penguapan (vaporation).
  2. Meletakkan pompa dibawah permukaan hisapnya. Dengan kondisi ini memungkinkan terjadinya net positive suction head (NPSH), sehingga meminimalkan / mencagah resiko "masuk angin" saat pertama kali pompa dijalankan.
  3. Tidak menghambat aliran fluida. Salah satunya dengan cara meminimalkan adanya pemasangan pipa yang banyak belokannya (pemasangan elbow).
  4. Dibuatkan instalasi pipa hisap yang tidak terlalu panjang dengan fluid flow speed yang tidak terlalu tinggi.
  5. Apabila kavitasi sudah terjadi dan tidak dapat dihindarkan, namun pesawat dituntut untuk tetap berjalan, maka kondisi ini dapat tetap dipertahankan dengan me-minimal-kan flow rate pompa.
Untuk dapat mengidentifikasi ada atau tidaknya efek kavitasi pada saat mengoperasikan pesawat, maka harus dapat memahami ciri - ciri terjadinya kavitasi. Ciri- ciri terjadinya kavitasi adalah,
  1. Permukaan pompa panas (karena efek penguapan).
  2. Suara yang berisik pada pompa (karena efek tumbukan gelembung uap air dengan material logam)
  3. Getaran berlebih pada saat pompa running. Getaran ini merupakan efek unbalance impeller yang berputar.
  4. Tekanan pompa (discharge pressure) tidak stabil karena penurunan performance.




Tujuan utama beroperasinya kapal niaga apabila dipandang dari segi ekonomi adalah untuk mendapatkan profit yang akan menjadi orientasi oleh perusahaan pelayaran atau pencharter yang mengoperasikan kapal tersebut. Untuk dapat beroperasi, maka beberapa syarat operasi kapal harus dipenuhi. Pemerintah sebagai regulator telah menentukan standart pelayanan minimal (SPM) yang harus dipenuhi oleh masing - masing kapal yang menghendaki dapat diterbitkan surat laik-lautnya.

Sebelum kapal dapat beroperasi ada beberapa dokumen negara yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan pelayaran serta kapal yang akan beroperasi. Dokumen negara yang menerangkan tentang kecakapan perusahaan dalam mengoperasikan kapal disebut dengan Document of Compliance (DoC). Serta dokumen negara berbentuk sertifikat yang menerangkan kelaiklautan kapal dalam beroperasi disebut dengan Certificate of Compliance (CoC).

Pada dasarnya untuk mendapatkan kedua dokumen tersebut diatas, perlu dilakukan pemenuhan beberapa persyaratan yang tertulis dalam elemen - elemen yang ditetapkan dalam ISM code baik dari sisi perusahaan pelayaran serta armada kapal yang dimilikinya. Beberapa hal yang terkait dengan DoC dan COC adalah sebagai berikut,
  • Document of Compliance (DoC) adalah dokumen yang diterbitkan oleh pemerintah untuk perusahaan pelayaran yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam elemen - elemen ISM code.
  • Document of Compliance (DoC) yang telah diterima oleh perusahaan pelayaran (jumlahnya satu) dan dapat digunakan sebagai dasar penerbitan Certificate of Compliance (CoC) untuk masing masing kapal yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran tersebut.
  • Pemerintah, sebagai regulator akan melakukan audit terhadap perusahaan pelayaran selaku operator kapal terlebih dahulu untuk menerbitkan Document of Compliance (DoC). Selanjutnya, apabila perusahaan telah memenuhi elemen - elemen ISM Code akan dilanjutkan untuk pemeriksaan armada kapalnya dengan maksud untuk dapat menerbitkan Certificate of Compliance (CoC).
  • Certificate of Compliance (CoC) adalah dokumen yang diterbitkan oleh pemerintah untuk kapal yang beroperasi karena telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam elemen - elemen ISM code.
  • Certificate of Compliance (CoC) berlaku hanya untuk masing - masing kapal yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran. Artinya, apabila perusahaan pelayaran mengoperasikan sebanyak 20 (dua puluh) kapal, maka masing - masing kapal tersebut harus memiliki satu CoC sebagai syarat yeng telah ditetepkan oleh pemerintah untuk dapat beroperasi.

Salah satu port registry yang ada diatas kapal. ((Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)



Dalam implementasinya dilapangan terkait dengan operasional kapal - kapal niaga didunia pelayaran, pemerintah selain memiliki peran sebagai regulator (pembuat kebijakan), juga memiliki peran untuk mengawasi jalannya kebijakan yang telah dibentuk. Dalam implementasi ISM code kaitannya dengan pemenuhan dokumen - dokumen tersebut, dari sisi pemerintah dikenal dengan dua istilah dan kewenangan yaitu,
  • FSC (flag state control) adalah petugas pemerintah suatu negara yang memiliki kewenangan untuk memeriksa kapal - kapal milinya sendiri / kapal - kapaal yang ter-registrasi dibawah negara tersebut. Secara sederhana, kondisi ini dialami oleh kapal - kapal yang beroperasi di dalam negeri dan/atau kapal yang beroperasi lintas negara namun sedang berada di negara bendera.
  • PSC (port state control) adalah petugas pemerintah negara asing yang memiliki kewenangan untuk memeriksa kapal - kapal yang berada di negaranya. (kewenangan negara asing untuk memeriksa kapal yang ada di negaranya) tidak berwenang mencabut CoC
Peran atas kewenangan yang berbeda antara kedua petugas pemerintah tersebut diatas dikondisikan sesuai dengan kapal yang dimiliki serta posisi kapal. Ada batasan - batasan terkait dengan kewenangan FSC dan PSC dalam melakukan pemeriksaan diantaranya adalah,
  • FSC memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan kapal yang ter-registrasi di negara benderanya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, FSC juga memiliki wewenang untuk menerbitkan CoC kapal yang teraebut. 
  • Apabila ditemukan major NC, maka FSC berhak mencabut CoC atas kapal tersebut.
  • FSC memiliki wewenang melakukan pemeriksaan atas kapal - kapal yang bersandar di negaranya (walaupun tidak ter-registrasi pada negara tersebut). Dalam kondisi ini kewenangan PSC hanya melakukan pemeriksaan. Apabila ditemukan major-NC dalam pemeriksaan, maka PSC tidak memiliki wewenang mencabut CoC kapal tersebut. 
  • Saat ditemukan major NC, maka wewenang PSC adalah menahan kapal tersebut dan selanjutnya mengkonfirmasi pada FSC penerbit CoC.
  • Dalam kondisi tertentu, PSC memiliki wewenang untuk mencabut COC suatu kapal yang mengalami major NC apabila telah mendapatkan rekomendasi / pelimpahan dari FSC.
  • Major NC yang dimaksud apabila disebabkan oleh kesalahan dan/atau kelalaian perusahaan, maka FSC akan mencabut DoC perusahaan pelayaran tersebut. Artinya dengan dicabutnya DoC tersebut, maka perusahaan pelayaran tidak dapat mengoperasikan kapal-kapalnya.


Elektro motor merupakan salah satu jenis perangkat kelistrikan diatas kapal yang mengubah energi listrik menjadi energi kinetik. Pemanfaatan energi kinetik dari elektro motor ini menjadi sangat diperlukan untuk menunjang operasional pompa-pompa, kompressor, blower serta permesinan yang lainnya diatas kapal.


Contoh gulungan stator elektro motor yang kondisinya lembab dan berminyak (atas) dan kotor (bawah).
(Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Untuk menjamin optmalisasi kinerja elekro motor dalam menggerakkan auxiliary machineries, maka diperlukan tindakan perawatan diantaranya adalah sebagai berikut,

1. Penggantian ball-bearing elektro motor.

Ball bearing yang terpasang pada kedua ujung poros stator merupakan salah satu komponen yang terpenting pada elektro motor untuk menumpu beban poros stator dan menjamin poros dapat berputan dengan baik secara ballance and alignment.

Ball-bearing yang terpasang harus dipantau kondisinya. Selain melakukan pemantauan secara visual terhadap kondisi fisik ball-bearing, hal yang perlu dilakukan adalah dengan mencatat jam kerja (running hours) selama ball-bearing dipasang. Pencatatan running hours menjadi sangat penting karena jam kerja komponen selalu berbanding lurus dengan fungsi komponen itu sendiri. Artinya, komponen yang memiliki jam kerja relatif tinggi maka sangat memungkinka terjadi penurunan fungsi.

Penggantian ball bearing yang terpasang pada shaft rotor elektro motor.
(Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Kerusakan yang terjadi pada ball-bearing sangat memungkinkan akan perjadinya un-balance & un-alignment putaran rotor elektro motor yang memungkinkan terjadinya gesekan antar komponen sebagai pemicu terjadinya kerusakan.

Pada umumnya, maker telah memberikan panduan perawatan ball-bearing serta memberikan informasi ukuran dan jenis ball bearing yang digunakan yang tertulis pada name plate elektro motor.

2. Greasing ball-bearing secara berkala.

Salah satu perawatan ringan terhadap elektro motor adalah dengan melakukan greasing ball-bearing yang menopang poros rotor elektro motor. Pekerjaan perawatan ini dilakukan secara berkala untuk menjamin ball bearing terlumasi dengan baik pada saat operasional. Kegagalan pelumasan yang terjadi pada ball-bearing pada saat operasional akan mempercepat terjadinya kerusakan.

3. Pemeriksaan tahanan isolasi gulungan stator elektro motor

Pengukuran tahanan isolasi menjadi salah satu hal penting yang dilakukan untuk menjamin elektro motor dapat beroperasi dalam waktu yang cukup lama.

Pemeriksaan tahanan isolasi pada gulungan stator elektro motor.
(Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


4. Pembersihan dan penambahan kembali red-insulating varnish

Pembersihan lilitan stator elektro motor perlu dilakukan secara berkala untuk menjamin optimalisasi kinerja selama operasional. Setelah dilakukan pembongkaran, selanjutnya stator di-"cuci" menggunakan electric contact cleaner. Setelah dilakukan pembersihan, selanjutnya lilitan stator dikeringkan dan dipanaskan "oven" sebelum dilakukan penambahan red-insulating varnish pada permukaannya.

Stator elektro motor yang telah selesai dibersihkan dan ditambahkan red-insulating varnish.
(Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Salah satu jenis alat ukur yang digunakan dalam pekerjaan general overhaul adalah cylinder bore gauge. Pada dasarnya alat ukur ini digunakan untuk mengukur diameter dalam suatu benda kerja. Dalam prakteknya pada pekerjaan general overhaul, alat ini digunakan untuk mengukur ke-aus-an permukaan cylinder liner

Prinsip kerja alat ini adalah sama dengan inside micrometer, yang digunakan untuk mengukur permukaan diameter dalam benda kerja.

Cylinder bore gauge (foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Sebelum menggunakan cyylinder bore gauge, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pemahaman awal terhadap komponen dan cara pemasangan (perakitan) untuk dapat digunakan dengan baik dan benar serta pembacaan hasil pengukuran yang tepat dengan nilai akurasi yang tinggi.

Komponen utama dalam cylinder bore gauge diantaranya adalah,
  1. Dial gauge sebagai indikator alat ukur yang menunjukkan skala hasil pengukuran benda kerja.
  2. Grip adalah batang atau lengan panjang yang terpasang secara vertikal dengan measuring point. Grip memudahkan operator untuk melakukan pengukuran terhadap benda kerja yang memiliki kedalaman. Semakin dalam benda kerja yang diukur, naka direkomendasikan menggunakan grip yang panjangnya menyesuaikan benda kerja untuk menjamin akurasi data ukur.
  3. Measuring point merupakan sisi ujung alat ukur yang terpasang secara horisontal dan berubungan langsung dengan benda kerja untuk dapat melakukan pengukuran.
  4. Replacement washer merupakan washer dengan ukuran tertentu yang sifatnya dapat dibongkar dan dipasang menyesuaikan dengan kisaran diameter benda kerja yang akan diukur.
  5. Replacemen rod adalah batang ukur yang penggunaan panjangnya dapat disesuaikan berdasarkan pilihan yang ada berdasarkan kisaran diameter benda kerja yang akan diukur. Pada dasarnya replacement rod memiliki fungsi yang hampir sama dengan replacement washer kaitannya dengan penyesuaian kisaran pengukuran diameter dalam benda kerja.
  6. Replacement rod securing thread adalah mur pengikat yang posisinya terpasang pada seberang measuring point dan fungsinya debagai pengikat yang mengamankan (secure) posisi measuring rod & measuring washer untuk terpasang dengan baik dan benar pada saat dilakukan pengukuran terhadap benda kerja.
Enam komponen utama cylinder bore gauge tersebut diatas memiliki peran masing - masing untuk dapat digunakan dengan baik dalam melakukan pengukuran terhadap diameter dalam benda kerja.


Dial gauge yang terpasang pada sisi ujung grip (foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Untuk dapat digunakan mengukur diameter dalam benda kerja, ada beberapa langkah awal yang perlu dilakukan kaitannya dengan perakitan alat ukur sebelum digunakan. Langkah perakitan dan penggunaan untuk pelaksanaan pengukuran dideskripsikan dengan urutan sebagai berikut,
  1. Siapkan measuring tool box yang berisi cylinder bore gauge.
  2. Siapkan komponen - komponen yang tersebut diatas untuk dilakukan perakitan.
  3. Pasangkan batang grip pada measuring point (pada beberapa jenis alat ukur yang dimensinya kecil, biasanya grip dengan measuring point telah terpasang secara permanen).
  4. Pada sisi ujung (atas) grip, pasangkan dial gauge untuk dapat digunakan sebagai skala yang dapat dibaca untuk hasil pengukuran benda kerja. Pemasangan dial gauge dilakukan dengan memasangkan pada sisi atas grip dan ditekan hingga jarum kecil menunjukkan angka 2 (dua) atau 3 (tiga). Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin skala dial gauge akan terbaca dengan baik pada saat digunakan untuk melakukan pengukuran benda kerja.
  5. Lakukan pengukuran (secara "kasar") terhadap benda kerja dengan menggunakan jangka sorong. Langkah ini tidak perlu dilakukan apabila ukuran standart diameter dalam benda kerja telah diketahui (misal, sudah tercantum dalam manual book atau tertulis pada name plate).
  6. Setelah mendapatkan data ukur dengan menggunakan jangka sorong, selanjutnya sesuaikan panjang measurung rod dan/atau measuring washer hingga mendekati hasil pengukuran awal tersebut.
  7. Lakukan kalibrasi measuring rod yang telah terpasang pada cylinder bore gauge dengan menggunakan bantuan alat ukur outside micrometer. Sesuaikan ukuran outside micrometer dengan hasil standart atau data ukur "kasar" yang menggunakan jangka sorong.
  8. Kalibrasi yang dilakukan ini menjadi sangat penting karena menjadi dasar akurasi pembacaan data ukur yang dihasilkan. Pada saat pelaksanaan kalibrasi panjangnya measuring rod pada outside micrometer yang perlu diperhatikan adalah memastikan pada saat outside micrometer menunjukkan standart pengukuran yang sesuai, maka jarum panjang dial gauge diputar pada skala angka NOL. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah posisi angka yang ditunjukkan oleh jarum pendek.
  9. Pada kondosi kalibrasi poin 8 (delapan) diatas adalah ukuran standart yang ditunjukkan oleh cylinder bore gauge pada unsur jarum panjang dan pendeknya.
  10. Alat ukur telah siap digunakan. Pembacaan skala ukur yang ditunjukkan oleh dial gauge adalah berdasarkan dasar kalibrasi yang dilakukan pada poin 8 (delapan) diatas.

Cylinder bore gauge yang terpasang secara utuh dan siap digunakan. (foto by : Dokumentasi pribadi penulis)

Dua jenis dial gauge dengan skala ukur yang berbeda (foto by : dokumentasi pribadi penulis)


Penyingkiran penghalan dan bangkai kapal (liablity for obstruction and wreck removal) merupakan suatu kondisi yang mungkin terjadi dalam aktifitas pelayaran. Kondisi tersebut diatas merupakan akibat dari keadaan darurat yang tidak dapat teratasi dalam operasional kapal. Definisi dari penghalang (obstruction) dan bangkai (wreck) adalah kapal dioperasikan yang tenggelam di laut (khususnya alur laut) karena tubrukan dan/atau kebocoran yang tidak dapat teratasi sehingga mengakibatkan kerusakan yang parah dan ditinggalkan oleh awak kapalnya.

Aktifitas kapal dan tongkang di area pelabuhan (Foto by : Dokumentasi pribadi penulis)



Apabila lokasi bangkai kapal tersebut berada pada alur pelayaran kapal dan/atau area pelabuhan maka keberadaanya dapat menjadi sangat membahayakan lalu lintas kapal lain yang sedang beroperasi. Penghalang dan bangkai kapal kejadi hal yang harus dengan segera disingkirkan dan/atau dimusnahkan untuk menjamin kelancaran lalu lintas kapal.

Secara hukum, penyingkiran atau pemusnahan penghalang dan bangkai kapal menjadi tanggung jawab pemilik atau operator kapal. Apabila dalam jangka waktu tertentu pemilik / operator kapal belum menyingkirkan bangkai kapalnya, maka pemerintah akan menjadi pelaksana teknis dalam menyingkirkan bangkai kapal. Dalam kondisi ini, seluruh biaya yang timbul akan dibebankan kepada pemilik atau operator kapal termasuk biaya penggantian kerugian yang ditanggung oleh pihak ke-tiga (pihak ke-tiga adalah pihak yang mengalami kecelakaan dan dirugikan karena posisi dan kondisi bangkai kapal yang belum dipindahkan tersebut).

Biaya - biaya yang timbul sehubungan dengan upaya penyingkiran penghalan dan bangkai kapal sesuai dengan aturan yang di-legal-kan oleh pemerintah adalah sebagai berikut,
  1. Pemberian tanda - tanda peringatan dan rambu - rambu di area kapal dan/atau muatan yang tenggelam.
  2. Biaya yang timbul dari operasional dalam upaya penyingkiran, pemindahan datau pengangkatan bangkai kapal serta pemusnahan, pembongkaran dan pengapungannya.
Dalam praktenya di Indonesia, terkait dengan operasional pelayaran mengenai penghalang dan bangkai kapal telah diatur dalam undang - undang pelayaran. Aturan hukum terkait dengan kondisi ini tersurat dalam pasal 202 dan pasal 203.

Pasal 202
  1. Pemilik kapal dan/atau Nakhoda wajib melaporkan kerangka kapalnya yang berada di perairan Indonesia kepada instansi yang berwenang.
  2. kerangka kapal sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) yang posisinya mengganggu keselamatan berlayar, harus diberi sarana bantu navigasi - pelayaran sebagai tanda dan diumumkan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 203
  1. Pemilik kapal wajib menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya yang mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak kapal tenggelam.
  2. Pemerintah wajib mengangkat, menyingkirkan, atau menghancurkan seluruh atau sebagian dari kerangka kapal dan/atau muatannya atas biaya pemilik apabila dalam batas waktu yang ditetapkan Pemerintah, pemilik tidak melaksanakan tanggung jawab dan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Pemilik kapal yang lalai melaksanakan kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga mengakibatkan terjadinya kecelakaan pelayaran, wajib membayar ganti kerugian kepada pihak yang mengalami kecelakaan.
  4. Pemerintah wajib mengangkat dan menguasai kerangka kapal dan/atau muatannya yang tidak diketahui pemiliknya dalam batas waktu yang telah ditentukan.
  5. Untuk menjamin kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pemillik kapal wajib mengasuransikan kapalnya.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pengangkatan kerangka kapal dan/atau muatannya diatur dengan Peraturan Menteri.