Just another free Blogger theme

Operasional boiler pada umumnya dapat difungsikan dengan dua cara yaitu auto mode dan manual mode. Operasional dengan auto mode telah terkontrol oleh sistem yang akan bekerja berdasarkan urutan dan setting timer sesuai waktu yang dibutuhkan dalam proses pembakaran dalam furnace boiler.

Hal yang "sedikit" memerlukan perhatian dan pemahaman yang lebih adalah kaitannya dengan operasional boiler secara manual (manual mode). Ada beberapa urutan dan jeda waktu yang harus diperhatikan selama operasional untuk menjamin kondisi yang safety dan boiler dapat running normal.

Sebagai salah satu contoh, berikut penulis sampaikan prosedur (meliputi persiapan, pelaksanaan dan mengakhiri) operasional boiler dengan manual mode.

Selector switch manual mode boiler. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Sebelum memfungsikan boiler, operator diwajibkan mengerti dan memahami setiap instrumen yang ada pada panel boiler. Hal ini menjadi wajib karena sangat berpengaruh terhadap safety peralatan, lingkungan dan operator itu sendiri. Sebagai contoh, salah satu instrumen boiler (type CAM switch) adalah sebagai berikut,

  1. Auto (Auto Combustion) merupakan selector switch yang memungkinkan boiler dioperasikan dengan auto mode.
  2. Off (Stop Combustiom) adalah selector switch untuk me-nonaktif-kan boiler. Artinya dalam kondisi ini boiler tidak difungsikan dan seluruh sistem kontrol akan berhenti.
  3. FO Pump / Heater merupakan selector switch yang akan mengaktifkan pompa bahan bakar dan heater secara bersamaan (saat bahan bakar menggunakan jenis MFO / C. Oil). FO heater akan berhenti bekerja untuk memanaskan bahan bakar MFO apabila temperatur maksimal telah mencapai sesuai setting temperature yang dikehendaki atau FO heater akan berhenti memanaskan bahan bakar apabila selector switch bahan bakar diganti menjadi MDO / A. Oil. (Operasional menggunakan bahan bakar jenis MDO / A. Oil).
  4. Fan Running akan memfungsikan draft fan untuk melakukan pre-purging (pada saat awal operasional), running operation dan post-purging (pada saat akhir operasional).
  5. Ignition. Setelah selector switch dipindah pada posisi ini, maka ignition transformator akan diaktifkan untuk menaikkan tegangan dari 110 Volt menjadi 10 - 14 KV. Dalam kondisi ini akan tercipta percikan bunga api pada kedua ujung elektroda yang akan menjadi unsur panas (segitiga api) pemicu terjadinya pembakaran. Selain mengaktifkan ignition transformator, solenoid valve bahan bakar untuk pilot burner akan terbuka memungkinkan bahan bakar (pada umumnya jenis MDO / A. Oil untuk pilot burner) akan dikabutkan oleh burner sehingga akan terjadi pembakaran awal dalam furnace.
  6. Pre-Combustion masih akan mengaktifkan ignition transformator dan solenoid valve pilot burner. Pre-combustion akan mengaktifkan low combustion.
  7. Combustion akan me-nonaktif-kan ignition transformator serta solenoid pilot burner. Dalam kondisi ini pembakaran akan berlangsung normal dengan high fire (apabila selector switch combustion diubah dalam posisi high)
Sebelum memfungsikan boiler dengan CAM Switch (manual mode), pindah selector combustion switch pada posisi "LOW". Posisi "HIGH" memungkinkan terjadi miss-fire atau back-fire.

Fuel heater change-over switch. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis).


START BOILER "MANUAL MODE".
  1. Untuk memulai dari auto mode menuju manual mode, ubah selector CAM switch posisi OFF.
  2. Pindah pilihan bahan bakar yang digunakan menjadi MDO / A. Oil dan combustion changeover pada posisi LOW.
  3. Pindahkan CAM switch pada FO Pump / Heater dan perhatikan peningkatan tekanan bahan bakar (melalui pressure gauge yang terpasang).
  4. Pindahkan selector switch bahan bakar pada posisi MFO / C. Oil. Dalam komdisi ini, hal yang perlu diperhatikan adalah peningkatan temperatur bahan bakar. Apabila temperatur bahan bakar dapat meningkat secara normal dengan nilai yang signifikan, dipastikan heater telah bekerja dengan baik.
  5. Pindahkan selector pada posisi Fan Running dan pastikan fan dapat beroperasi dengan normal. Berikan jeda waktu kuranag lebih 60 - 90 detik untuk melakukan proses pre-purging dalam furnace.
  6. Pindahkan selector pada posisi Ignition untuk memulai pembakaran. Tunggu beberapa saat hingga indikator lampu "combustion" menyala. Selain itu, pembakaran juga dapat dipantau melalui sight glass yang terpasang pada sisi atas boiler (menjadi satu dengan burner plate).
  7. Setelah lampu indikator pembakaran menyala, pindah selector posisi pre-combustion. Dalam proses ke-6 dan ke-7 apabila gagal terjadi pembakaran, maka kembalikan selector pada posisi Fan Running (langkah ke-5).
  8. Apabila pembakaran dapat berjalan dengan baik dan normal (pada pre-combustion), selanjutnya ubah selector pada posisi combustion dengan pilihan pembakaran pada posisi HIGH.
STOP BOILER "MANUAL MODE"
  1. Ubah selector combustion pada posisi LOW.
  2. Lakukan operasional STOP boiler dengan langkah berkebalikan dengan proses START.
  3. Biarkan fan running selama 60-90 detik untuk melakukan proses post-purging dalam furnace.
  4. Selanjutnya ubah selector bahan bakar pada MDO / A. Oil. Biarkan pompa bekerja 10-15 menit untuk "membilas" bahan bakar MFO / C. Oil yang ada dalam siatem.
  5. Kemudian pindahkan selector hingga pada posisi OFF.

 






Onomichi 2021. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Dalam rangka keperluan perawatan maupun operasional kelistrikan diatas kapal, diperlukan pengukuran besaran unsur kelistrikan seperti arus, tegangan maupun tahanan suatu rangkaian kelistrikan. Alasan pengukuran ini selain untuk mengidentifikasi besaran unsur kelistrikan juga dimaksudkan sebagai tindakan pengaman (safety) pada saat operasional maupun pada saat perawatan.

Alat ukur kelistrikan yang sering digunakan untuk mengidentifikasi besaran unsur kelistrikan sering disebut dengan multimeter, multitester atau AVO meter. Ketiga nama tersebut untuk satu alat yang sama. Disebut multimeter/multitester karena dalam satu alat ukur ini mampu digunakan untuk mengukur beberapa (multi) unsur kelistrikan. Sedangkan disebut dengan AVOmeter karena alat ini dapat digunakan untuk mengukur satuan ampere (arus listrik), volt (tegangan listrik) dan ohm (tahanan listrik).

Multitester analog dengan jarum penunjuk. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Dibawah ini adalah nama komponen dari multitester analog yang sering digunakan untuk mengukur rangkaian kelistrikan.

Terdapat beberapa skala ukur untuk masing-masing instrumen pengukuran yang harus dipahami sehingga tidaka terjadi kesalahan pembacaan hasil ukur. 

  • Skala ukur no.1 adalah satuan OHM dengan jenis perkalian hasil pembacaan yaitu X1, X10, X1K dan X 100K (menyesuaikan skala ukur yang ada pada multitester)
  • Skala ukur no.2 adalah satuan VOLT DC (tegangan searah).
  • Skala ukur no.3 adalah satuan DCV 600 x 10, ACV 600 x 10 dan DCA 60mikro.
  • Skala ukur no.4 adalah satuan DCV 120 x 10, DCV 12 dan ACV 120 x 10.
  • Skala ukur no.5 adalah satuan ACV 12.
  • Skala ukur no.6 adalah satuan mikro-farad x100 dan micro-farad x 1.
  • Skala ukur no.7 dan no.8 adalah satuan volt untuk melakukan battrey test.

Terkait dengan multi-fungsinya maka alat ini harus digunakan dengan baik dan benar sehingga tidak beresiko menimbulkan kerusakan pada alat maupun kecelakaan kerja sejenis electrical shock. 

Sebelum menggunakan alat ukur ini, ada beberapa safety information yang harus dipatuhi, diantaranya:

  1. Jangan menyentuh test pin selama proses pengukuran.
  2. Jangan menggunakan alat ukur dalam kondisi tangan basah. Kondisi demikian dapat meemicu terjadinya electrical shock.
  3. Jangan melakukan pengukuran ketika cover pelindung sisi belakang terbuka/dilepas.
  4. Gunakan alat ukur pada satuan pengukuran yang sesuai (arus, tegangan atau tahanan) dengan range sesuai kondisi rangkaian kelistrikan.
Prosedur peneggunaan alat ukur adalah sebagai berikut.

PERSIAPAN SEBELUM PENGUKURAN.
  1. Lakukan adjusting alat ukur pada posisi angka "NOL" dengan cara memutar zero position adjuster sehingga jarum posisi sejajar dengan angka "NOL".
  2. Pilih range pengukuran sesuai instrumen (ampere, volt atau ohm) yang akan diukur. Pemilihan range harus sesuai untuk menunjang akurasi hasil pengukuran.
PENGUKURAAN TEGANGAN SEARAH (DCV)
  1. Putar knob selector pada range pengukuran yang sesuai pada skala ukur DCV.
  2. Pasaangkan test pin warna hitam pada sisi terminal negatif rangkaian dan warna merah pada sisi positif rangkaian. ALAT UKUR TERPASANG SECARA PARALEL TERHADAP RANGKAIAN.
  3. Lakukan pembacaan hasil pengukuran pada skala sesuai dengan selector perkalian pada alat ukur.

PENGUKURAN TEGANGAN BOLAK-BALIK (ACV)
  1. Putar knob selector pada range pengukuran yang sesuai pada skala ukur ACV.
  2. Pasaangkan test pin warna hitam dan merah pada masing - masing sisi terminal. Pada listrik bolak-balik pemasangan test pin dapat dilakukan berbalikan tanpa mempertimbangkan sisi negatif-positif. ALAT UKUR TERPASANG SECARA PARALEL TERHADAP RANGKAIAN.
  3. Lakukan pembacaan hasil pengukuran pada skala sesuai dengan selector perkalian pada alat ukur.

PENGUKURAN ARUS SEARAH (DCA)
  1. Putar knob selector pada raange pengukuran skala DCA.
  2. Pasaangkan test pin warna hitam pada sisi terminal negatif rangkaian dan warna merah pada sisi positif rangkaian. ALAT UKUR TERPASANG SECARA SERI TERHADAP RANGKAIAN. Artinya, harus ada pemutusan rangkaian untuk memasang alat ukur.
  3. Lakukan pembacaan hasil pengukuran pada skala sesuai dengan selector perkalian pada alat ukur.

PENGUKURAN TAHANAN KELISTRIKAN.
  1. Putar knob selector pada range pengukuran skala Ohm.
  2. Lakukan kalibrasi skala ukur dengan mensambungkan test pin merah daan hitam. Kemudiaan atur zero ohm adjuster knob hingga jarum bergerak ke kanan sejajar dengan angka "NOL" Ohm.
  3. Lakukan pengukuran dan pembacaan skala hasil pengukuran.

BATTERY TEST
  1. Putar knob selector pada tanda battery test.
  2. Pasangkan test pin warna hitam untuk terminal negatif battery dan warna merah pada terminal positif battery.
  3. Baca penunjukan skala jarum pada area battery test. 
  4. Range 20 Ohm load untuk mengukur battery cylindrical type (R03, R6, R14, R20, LR03, LR6, LR14, LR20 dll)
  5. Range 60 ohm load untuknmengukur battery type button (SR43, SR44, LR43, LR44, PR41, PR44 dll)

PENGUKURAN KAPASITAS DENGAN microFARAD.
  1. Putar knob selector pada satuan Farad.
  2. Lakukan kalibrasi NOL ohm seperti halnya untuk memulai mengukur tahanan.
  3. Lakukan pengukuran dengan memasang test pin pada masing-masing kaki kapasitor.
  4. Baca hasil pengukuran saat jarum menunjjkkan angka simpangan tertinggi. Dalam kondisi normal, jarum akan bergerak perlahan menuju skala terkecil.


Dalam operasional boiler, tidak jarang ditemukan beberapa kendala yang terdeteksi oleh safety devices yang terpasang pada sistem boiler. Perangkat keamanan tersebut memberi informasi berupa alarm peringatan sebagai perhatian kepada operator. Salah satu jenis alarm yang sering terjadi dalam operasional boiler adalah miss-fire alarm. Miss-fire alarm pada dasarnya dapat terjadi karena kesalahan pengoperasian dan/atau gangguan atau kerusakan (trouble) yang terjadi pada sistem.

Panel thermal oil boiler dan kelengkapan instrumen alarmnya. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Beberapa penyebab terjadinya miss-fire alarm diantaranya adalah,

1. Alarm terjadi karena gagal pembakaran 2-3 detik dan/atau 10 detik setelah proses combustion.

  • Kerusakan flame eye yang mengakibatkan input cahaya tidak terbaca oleh sensor yang kemudian sistem kontrol mematikan sistem bahan bakar boiler.
  • Pengaturan damper pada sisi keluar fan yang tidak sesuai sehingga memungkinkan jumlah udara terlalu sedikit atau terlalu banyak dan tidak memungkinkan terjadi pembakaran karena komposisi segitiga api tidak setimbaang.
  • Kerusakan pada fuel oil pump yang memungkinkan turunnya tekanan bahan bakar setelah 2-3 detik operasional. Lakukan pemantauan terhadap pressure gauge untuk mengidentifikasi kinerja pompa bahan bakar.
  • Kerusakan solenoid valve yang berfungsi membuka-menutup saluran bahan bakar menuju burner. Kerusakan ini memungkinkan bahan bakar tidak dapat di-atomisasi sehingga tidak terjadi pembakaran dalam furnace.
  • Ketidaksesuaian pengaturan jarak antara nozzle tip dengan buffle plate.
2. Tekanan bahan bakar turun (dibawah tekanan kerja) dan pembakaran berhenti.
  • Terjadi kebocoran pada sistem pipa atau strainer bahan bakar sehingga jumlah bahan bakar menjadi berkurang.
  • Filter bahan bakar yang kotor. Pada umumnya filter terpasang pada booster pump, inlet flowmeter dan dalam body fuel oil pump.
  • Terjadi vapour locking yaitu sumbatan uap pada sistem pipa bahan bakar karena bahan bakar mengandung air yang relatif tinggi.
  • Kekentalan atau viskositas bahan bakar yang terlalu tinggi karena fuel oil heater tidak bekerja dengan baik.
3. Alarm karena sama sekali tidak terjadi pembakaran dalam furnace.
  • Ketidaksesuaian pengaturan jumlah udara yang dihasilkan oleh fan melalui damper.
  • Ketidaksesuaian pengaturan jarak antara ujung elektroda, ujung nozzle dan baffle plate.
  • Kerusakan pompa bahan bakar yang memungkinkan tekanan bahan bakar tidak dapat meningkat sesuai tekanan kerja yang diharapkan.
  • Terjadi kebuntuaan pada ujung nozzle tip sehingga proses atomisasi bahan bakar tidak dapat berlangsung dengan sempurna. Kebuntuan disebabkan oleh sumbatan kotoran pada celah ujung cut-off valve dan screw pin.
  • Tidak terjadi percikan bunga api karena kerusakan yang terjadi pada ignition transformator.
4. Alarm miss-fire pada saat proses combustion.
  • Temperatur bahan bakar yang terlalu rendah karena sistem pemanasan (heating) bahan bakar tidak berjalan dengan baik. Dimungkinkan karena kerusakan oil heater.
  • Kerusakan pada flame eye.
  • Supply bahan bakar yang tidak normal daan tidak stabil karena kerusakan pompa dan/atau sumbatan kotoran pada filter.
  • Sumbatan terjadi pada cut-off valve dan screw pin burner

Flame eye merupakan salah satu kelengkapan terpenting dalam operasional boiler maupun incinerator. Flame eye, terpasang pada upper plat burner boiler. Secara sederhana, flame eye diidentifikasi sebagai sensor cahaya yang terpasang pada boiler. Flame eye berfungsi untuk mendeteksi adanya "cahaya" pembakaran selama proses ignition dan combustion dalam furnace boiler.


Flame eye boiler. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis).


Input "sensor" cahaya yang diterima selanjutnya akan dijadikan "masukan" dalam sistem untuk mengontrol proses pembakaran. Flame eye bekerja menggunakan photosensitive characteristic of the CdS (cadmium sulfide cell).

Dalam penggunaanya pada boiler maupun incinerator, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan flame eye. Diantaranya,
  1. Dalam proses bongkar-pasang (khususnya dalam pelaksanaan perawatan dan/atau penggantian burner), flame eye harus dilepas dan diletakkan pada tempat yang bersih, kering dan tidak terpapar radiasi panas berlebih secara langsung. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan fatal akibat kesalahan penanganan.
  2. Untuk menyentuh ujung "mata" sensor flame eye, harus menggunakan kain kering dan bersih (disarankan menggunakan kain berbahan lembut). Kain yang kotor dan kasar apabila menyentuh ujung sensor flame eye akan berpengaruh untuk menurunkan akurasi kinerja pembacaan "input" cahaya yang ada.
  3. Apabila dalam operasional boiler dan/atau incinerator ditemukan adanya indikasi kerusakan pada flame eye, maka dapat dilakukan pemeriksaan elektrik dengan menggunakam bantua alat ukur ohm meter. 
Cara pemeriksaan dengan menggunakan ohm meter dilakukan dengan cara sebagai berikut, 
  1. Siapkan ohm meter dan arahkan selector pada X1 ohm. Selanjutnya satukan kedua ujung kabel ohm meter untuk melakukan proses kalibrasi "peng-nol-an" sehingga jarum tepat menunjukkan pada angka 0. Apabila menggunakan alat ukur jarum analog, maka jarum akan menunjuk ke sisi kanan tepat pada angka 0.
  2. Setelah kalibrasi dilakukan, sambungkan kedua ujung kabel ohm meter pada masing masing kabel flame eye. Pada kondisi ini, hasil pengukuran harus menunjukkan nilai angka tak terhingga (~) atau jarum belum bergerak.
  3. Selanjutnya siapkan sumber cahaya (lampu atau senter). Nyalakan sumber cahaya tepat diujung "mata" sensor cahaya flame eye. Kondisi flame eye yang baik dan layak pakai adalah saat hasil pengukuran menunjukkan angka nol atau dibawah 10 Ohm. Apabila jarum tidak bergerak atau menunjukkan hasil pengukuran yang nilainya tinggi, maka "sensitifitas" flame eye telah berkurang dan seharusnya diganti.
Flame eye yang ditest menggunakan bantuan cahaya senter dan jarum ohm meter bergerak ke kanan.

Flame eye sebelum diberi pengaruh cahaya. Jarum ohm meter berada di posisi kiri.



Penggunaan boiler diatas kapal sangat penting dengan mempertimbangkan fungsi dari boiler tersebut untuk memberikan energi panas dalam proses pemanasan (heating). Penggunaan jenis boiler menyesuaikan dengan fungsional, operasional dan efisiensi diatas kapal. Dasar tersebut menjadi alasan maker memilih jenis boiler yang sesuai dengan kebutuhan diatas kapal.

Dalam operasional boiler, salah satu komponen terpenting yang dapat menunjang terjadinya pembakaran dalam furnace adalah burner. Burner berfungsi sebagai "pembakar" yang menyediakan api dalam proses pembakaran dalam furnace.


Burner boiler. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Dalam proses pembakaran, dikenal dengan istilah "segitiga api". Apabila diuraikan dalam proses pembakaran yang terjadi dalam boiler, maka didapatkan unsur sebagai berikut,
  1. Udara. Udara menjadi sangat penting dalam proses pembakaran. Dalam operasional boiler, udara didapatkan dari gerakan fan yang terpasang disisi atas boiler. Fan akan berfungsi diawal sesaat sebelum proses pembakaran berlangsung. Peran fan selain menyediakan unsur udara untuk proses pembakaran, juga dimaksudkan sebagai penunjang proses pre-purging (membersihkan ruang bakar boiler / furnace sesaat sebelum terjadi pembakaran. Dalam proses ini dimaksudkan "memindahkan" sisa gas pembakaran sebelumnya dan "menyediakan" udara bersih yang siap digunakan untuk proses pembakaran selanjutnya). Operasional boiler (baik manual/auto mode) selalu diawali dengan running fan beberapa detik sebelumnya (pada auto mode telah di-setting menggunakan timer).
  2. Panas. Dalam operasional boiler, panas didapatkan dari percikan bunga api dari ujung kedua elektroda yang terpasang pada burner. Sisi "pangkal" elektroda disambungkan secara langsung pada ignition transformator (jenis step-up transformator) yang bekerja pada tegangan primer (input) sebesar 110 Volt dan dijadikan tegangan sekunder (output) sebesar 10 KV - 14 KV. Tegangan sekunder (10 - 14 KV) inilah yang dialirkan pada kedua ujung elektroda. "Celah" kedua ujung elektroda yang diatur dengan jarak yang cukup (sesuai panduan manual book) memungkinkan terjadinya percikan "lompatan" bunga api yang dimanfaatkan sebagai sumber panas pembakaran. Pengaturan celah antar ujung elektroda menjadi sangat penting karena sangat berpengaruh terhadap kekuatan / kualitas bunga api yang dihasilkan.
  3. Bahan bakar. Sistem bahan bakar diawali "jalannya" dari tangki bahan bakar. Selanjutnya bahan bakar dialirkan dan dipompa oleh fuel pump menuju fuel oil heater. Bahan bakar yang telaah dipanaskan dengan tekanan kerja (yang dihasilkan oleh fuel pump) selanjutnya menuju burner. Bahan bakar kabutkan (atomisasi) oleh nozzle tip yang terpasang diujung burner. Bahan bakar yang telah terkabutkan "dipertemukan" dengan kedua unsur lainnya (udara dan panas) sehingga sangat memungkinkan terjadinya pembakaran dalam furnace boiler.
Bahan bakar dikabutkan menjadi partikel halus dimaksudkan untuk memudahakan terjadinya pembakaran. (Sebagai analogi sederhana, serutan kayu menjadi lebih mudah terbakar apabila dibanding dengan balok kayu. Demikian halnya dengan bahan bakar). Dalam proses pengkabutan (atomisasi) bahan bakar, nozzle tip yang terpasang diujung burner memiliki peran yang sangat penting. 

Pentingnya peran nozzle tip harus mendapatkan perhatian secara khusus untuk menjamain ptoses pembakaran dalam furnace dapat berlangsung dengan baik. Pemilihan nozzle tip harus disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan berdasarkan panduan manual book.
Dalam proses pemilihan yang perlu diperhatikan adalah identifikasi sudut (angle) pengkabutan dengan rate consumption yang tertulis pada sisi nozzle tip.


Nozzle tip burner boiler. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Pada contoh gambar diatas, tertulis angka 6.00 dan 45°A pada sisi permukaan nozzle tip. Apabila diuraikan, angka tersebut memiliki arti sebagai berikut,
  • 6.00 berarti sray rate nozzle dalam satuan US gallon/jam. Dengan demikian maka nozzle tip tersebut memiliki spray rate 6.00 gallon/jam pada tekanan kerja pompa bahan bakar yang telah ditentukan.
  • 45°A berarti sudut pengkabutan sebesar 45°.


Salah satu valve yang digunakan dalam operasional kapal adalah jenis emergency shut-off valve. Emergency shut-off valve merupakan perangkat penunjang keselamatan yang terpasang pada tangki yang (khususnya) ada di kamar mesin dan difungsikan pada saat terjadi kondisi darurat diatas kapal. Jenis valve ini pada umumnya terpasang pada tangki bahan bakar, tangki minyak lumas ataupun tangki lain yang berisi bahan bersifat mudah terbakar (flamable).

Sebagai contoh, dalam keadaan darurat misalnya kapal mengalami kebakaran, maka seluruh tangki bahan bakar, minyak lumas dan tangki penyimpan bahan yang mudah terbakar lainnya harus dapat dengan segera ditutup. Sehingga, bahan yang mudah terbakar akan tetap tersimpan dalam tangki dan tidak dialirkan dalam sistem pipa yang memungkinkan akan memperparah bahaya kebekaran yang terjadi. Dengan demikian kondisi darurat kebakaran dapat diminimalkan.

Dalam operasionalnya dilapangan, emergency shut-off valve menggunakan valve jenis globe valve dan/atau angel valve.

Inti dari operasional emergency shut-off valve ini adalah dapat ditutup rapat, dengan cepat. Dengan mempertimbangkan jumlah tangki - tangki dikamar mesin yang cukup banyak dengan letak yang relatif berjauhan, maka harus dipastikan operasionalnya  tetap dapat dilakukan dengan  sangat cepat (quick) dalam waktu yang se-efisien mungkin. Inilah yang mendasari valve ini lebih akrab disebut dengan istilah quick closing valve. 

Efisiensi operasional emergency shut-off valve dilakukan secara remote operational dengan dua cara yaitu,
  1. Pneumatic control type. Valve dioperasikan secara jarak jauh (remote) dengan menggunakan bantuan sistem udara bertekanan (compressed air). Dibutuhkan sistem tambahan berupa bejana udara bertekanan (air reservoir) dengan udara bertekanan yang dialirkan menuju masing-masing valve melalui operating handle. Artinya, dengan mengoperasikan handle (mengalirkan udara bertekanan) maka udara akan mengalir dalam sistem yang kemudian mendorong sistem valve dan "memaksa" valve akan tertutup. Untuk menutup emergency shut-off valve dengan penggerak jenis ini, maka cukup membuka handle selama 2-4 detik kemudian ditutup kembali (membiarkan handle selalu terbuka merupakan pekerjaan yang sia-sia karena valve telah tertutup rapat. Selain itu, apabila handle dibiarkan dalam kondisi terbuka maka untuk membuka "reset" valve kembali menjadi tidak dapat dilakukan). Pada sistem ini, dengan mengoperasikan/membuka satu handle, akan dapat menutup beberapa valve dalam satu kelompok/sistem yang sama. Misal, apabila terdapat dua sistem dengan sistem pertama adalah instalasi untuk seluruh tangki bahan bakar dan sistem kedua adalah instalasi untuk seluruh tangki minyak lumas.
  2. Wire rope pull type. Jenis penggerak ini menggunakan media berupa wire rope yang terpasang dari ujung valve sampai dengan tempat pengoperasian secara "remote". Dengan menarik wire rope, maka sistem penggerak mekanis valve akan menutup rapat dengan segera. Pada sistem ini membutuhkan perawatan terhadap kondisi wire rope untuk menjamin kondisinya selalu dalam keadaan baik dan dapat digunakan setiap saat. Untuk menutup emergency shut-off valve jenis ini maka cukup menarik (pull) wire rope dengan kuat. Dengan demikian sistem penggeraak mekanik akan menutup rapat valve dengan cepat.
Jenis pneumatic control type. 


Kedua jenis penggerak diatas ditempatkan pada suatu ruang khusus yang memiliki jarak tidak terlalu jauh dengan tangki - tangki serta akses menuju ruangan tersebut clear, dapat dijangkau dengan mudah dan tidak terhalang.

Untuk membuka (kembali) "reset" valve yang telah tertutup dapat dilakukan dengan cara berikut ini,
  1. Putar handle valve searah putaran jarum jam (clockwise) sampai piston valve turun pada batas maksimalnya. Kemudian putar handle valve berlawanan arah putaran jarum jam (anti-clockwise) sampai indikator valve terbaca membuka dengan sempurna.
  2. Pada jenis valve dengan ukuran kurang dari 3", proses "reset" dapat dilakukan dengan sekali sentuhan (one touch) yaitu dengan menarik handle valve kearah atas. Kedua cara ini hanya dapat dilakukan apabila supply air compressed telah ditutup kembali.
Salah satu emergency shut-off valve yang terpasang pada tangki minyak lumas. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Berdasarkan amandemen konvensi STCW, resolusi MSC.203 (81) dan MSC. 209 (81) pada tanggal 18 mei 2006, ditetapkan bahwa terhitung mulai tanggal 1 Janauari 2008 dalam rangka penerapan ketentuan International Ship and Port Facility Security (ISPS) code, wajib bagi perusahaan menunjuk dan menugaskan ship security officer (SSO).

Ship Security Officer menjalankan tugas - tugas keamanan dan pengawalan kapal dalam pelayaran terhadap gangguan serta situasi ancaman kekerasan di laut. Dalam tugasnya SSO bertanggung jawab kepada Nakhoda diatas kapal serta berkomunikasi secara langsung dengan Company Security Officer (CSO) dan Port Facility Security Officer (PFSO).

Diatas kapal, pada umumnya SSO dijabat oleh Senior Officer / Engineer yang wajib memiliki kemampuan secara teknis dengan dibuktikan telah memiliki sertifikat keterampilan (Certificate of Competency / COC) berupa Ship Security Officer sesuai ketentuan STCW 1978 beserta amandemennya peraturan : Section A-VI / 5 STCW 2010. Senior officer / engineer yang dimaksud adalah mualim satu (chief officer), kepala kamar mesin (chief engineer) atau masinis dua (second engineer).

Jenis kopetensi dalam sertifikasi Ship Security Officer. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)


Standart kemampuan yang wajib dimiliki oleh ship security officer adalah kemampuan untuk,
  1. Memelihara dan mengawasi pelaksanaan ship security plan (SSP).
  2. Mensiapkan prakiraan resiko, ancamaan dan kerawanaan pengamanaan selama kapal berlayar maupun di pelabuhan.
  3. Menjalankan inspeksi reguler untuk memastikan bahwa tindakan pengamanan berjalan dengan baik, sebagaimana mestinya.
  4. Memastikan seluruh peralatan daan sistem pengamanan dapat berfungsi dengan baik.
  5. Membangkitkan kesadaran dan kewaspadaan pada setiap awak kapal atas adanya gangguan atau ancaman keamanan diatas kapal.


 

Perkuliahan dan pelatihan terkait dengan MLC 2006. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Dalam dunia pelayaran (khususnya yang berkaitan dengan pengawakan kapal), sering ditemui istilah MLC. MLC merupakan kepanjangan dari Maritime Labour Convention, atau apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia adalah Konvensi Ketenagakerjaan Maritim. MLC sendiri merupakan aturan yang dibentuk oleh united nations (PBB) dibawah organisasi ketenagakerjaan internasional (ILO / International Labour Organisation). ILO merupakan organisasi dibawah PBB yang dibentuk pada tahun 1919 (setelah perang dunia ke-I) yang mengatur tentang dasar – dasar ketenagakerjaan  dengan memperhatikan hak – hak para pekerja di tempat kerjanya masing – masing, mendorong terciptanya peluang kerja yang layak dan meningkatkan perlindungan social terhadap pada pekerja.

Berdirinya organisasi ILO ini menjamin hak para pekerja pada umumnya sehingga tidak "dipermainkan" oleh para pengusaha yang mempekerjakannya. Aturan Internasional ini menghendaki pemerataan kesejahteraan baik dari sisi pekerja maupun dari sisi pengusaha.

Dalam konvensi yang diselengggarakan pertama kali di Genewa pada tanggal 7 Februari 2006, MLC dibentuk dengan tujuan awal untuk membentuk suatu insterumen tunggal berupa prinsip – prinsip dasar dengan memperhatikan perlindungan hak – hak awak kapal dalam industri ketenagakerjaan maritim internasional.

Secara umum, isi MLC yang sering disebut dengan MLC 2006, dikelompokkan menjadi 5 (lima) judul, yaitu,

  1. Persyaratan minimum bagi awak kapal untuk dapat bekerja diatas kapal. Persyaratan umum yang dimaksudkan adalah kaitannya dengan standart sertifikasi, kesehatan, usia dll.
  2. Kondisi kerja.
  3. Akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan dan catering.
  4. Perlindungan kesehatan, perawatan medis kesejahteraan dan jaminan social.
  5. Kepatuhan dan penegakan.
Dari lima judul diatas, hak-hak pelaut sebagai pekerja telah dijamin dengan berbagai batasannya. 

Dalam kaitannya dengan implementasi/pelaksanaan penerapan MLC 2006 di lapangan, ,maka setiap perusahaan pelayaran dan agen pengawakan kapal harus menaati seluruh aturan yang ada dalam MLC tersebut. Hal ini tidak lain untuk menjamin hak pelaut sebagai pekerja. 

Sebagai salah satu bukti bahwa perusahaan atau agen penempatan awak kapal telah menjalankan setiap ketentuan yang diatur dalam MLC adalah dengan dimilikinya "surat ijin perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK)". SIUPPAK ini diterbitkan oleh pemerintah melalui kementerian perhubungan dan wajib dilakukan verifikasi setiap tahun. 

Apabila dalam proses verifikasi ditemukan ketidak sesuaian pelaksanaan seperti yang ditentukan dalam MLC 2006, maka perushaan atau agen akan mendapatkan surat peringatan dan/atau akan dicabut SIUPPAK yang dimilikinya.

Daftar perusahaan yang telah mendapatkan ijin dari kementerian perhubungan dengan bukti telah memiliki SIUPPAK, KLIK DISINI!


Pada dasarnya purifier bekerja berdasarkan prinsip gaya sentrifugal dan perbedaan berat jenis zat cair yang akan dipisahkan. Gaya sentrifugal yang dimaksudkan berasal dari putaran bowl pada shaft nya. Dalam operasional putaran bowl, tidak jarang akan menghasilkan getaran berlebihan yang tidak dikehendaki.

Overhaul feed pump purifier karena pengaruh unalignment vertical-horisontal shaft. (Foto by: Dokumentasi pribadi penulis)

Getaran berlebih ini harus segera mendapat penanganan karena akan mengurangi kinerja hasil purifikasi (menjadi kurang optimal/kurang bersih) serta akan memicu kerusakan komponen yang lainnya seperti pondasi, motor listrik penggerak, shaft, bearing, housing dan permukaan bowl.

Beberapa penyebab operasional purifier dengan getaran berlebih (over vibration) diantaranya adalah,

  1. Proses bowl-cleaning yang tidak bersih sempurna dan selanjutnya menyisakan deposit kotoran pada salah satu sisi bowl. Deposit kotoran pada salah satu sisi akan menjadi “pemberat” pada salah satu sisi yang akan menjadikan unbalance saat purifier beroperasi. Apabila hal ini terjadi, tindakan yang dilakukan adalah mambongkar (kembali) bowl untuk selanjutnya dilakukan pembersihan dengan tuntas.
  2. Pemasangan komponen yang tidak sesuai. Pemasangan komponen yang tidak sesuai akan mamberikan titik berat pada salah satu sisinya. Titik berat yang ada pada salah satu sisi akan memicu unbalance saat operasional purifier. untuk memastikan kondisi ini, segera re-check dan periksa susunan pemasangan komponen purifier kemudian pastikan komponen terpasang dengan susunan yang tepat.
  3. Disc stack / disc bowl tidak terikat/terkompresi dengan kuat. Dalam kondisi ini, yang menjadi masalah adalah ikatan lock ring kurang tepat pada tanda “0” yang ada pada lock ring maupun bowl. tindakan perbaikannya adalah dengan melakukan pembongkaran selanjutnya memastikan lock ring telah terikat dengan kuat dan berposisi pada tanda “O”.
  4. Perangkat vertical driving device yang tidak centre dan/atau tidak terpasang dengan benar. Pemasangan yang tidak benar ini disebabkan oleh beberapa sebab diantaranya Bearing yang mengalami kerusakan karena faktor usia pemakaian, over-heat, atau sebab kerusakan yang lainnya. Dalam kondisi yang demikian, hal yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan kelurusan vertical shaft pada saat bowl dilepas. Memeriksaan kelurusan dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan alat ukut dial gauge. Apabila didapatkan data ukur dengan nilai simpangan yang relatif tinggi, maka perlu dilakukan tindakan lanjutan berupa identifikasi penyebab ketidaklurusan shaft. Apabila diidentifikasi karena kerusakan bearing, maka perlu dilakukan penggantian spare parts baru. Atau dari sebab lain, apabila diidentifikasi karena adjusting screw yang tidak terikat dengan rata, maka perlu dilakukan pengecekan kekuatan ikatan lock spring menggunakan torque wrench sehingga didapatkan kekuatan pengikatan yang sama untuk menjamin kelurusan pemasangan shaft.
  5. Lock nut yang tidak terpasang / terikat pada shaft dengan kuat. Lock nut yang kendor akan memicu gerakan bowl menjadi tidak teratur pada saat menerima gaya putar. Gerakan “liar” inilah yang akan memicu unbalance bowl pada saat purifier difungsikan.
  6. Vibration damper yang terpasang pada pondasi mengalami kerusakan. Vibration damper terbuat dari karet dengan tingkat kekenyalan yang cukup tinggi. Apabila bahan dari karet ini mengalami kerusakan karena faktor usia atau karena kerusakan yang lainnya, maka tidak ada reduksi getaran sehingga memicu timbulnya over vibration saat purifier beroperasi.
de